Story by Rose-Maiden
Percayalah, apa yang kulihat sekarang. Semuanya sangat berkilau maksudku sangat bersemangat. Ini luar biasa! Aku mengantre dideretan orang dewasa. Mereka masing-masing membawa anak. Aku tengok kiri dankanan semuanya membawa orang dewasa. Sedangkan aku datang sendirian. Ketikagiliranku tiba memberikan tiket itu ke pak penjaga, dia berbicara. "Di manaayah dan ibumu, Nak?" katanya.
Aku menunduk, air di bola mata mulai terkumpul. Dalam benakku, apa harus berbohong lagi? Tapi diri ini hidup di bawah kebohongan. Andai saja aku punya orang dewasa yang menemani pasti bapak ini memperbolehkanku menonton sirkus di pergantian tahun.
"Di mana ayah dan ibumu, Nak?" tanya orang itu lagi. Aku cuma terdiam sambil memainkan tangan. "Jika tidak ada orang dewasa yang mengawasimu, kau—"
"Aku yang bertanggung jawab," seorang kakak laki-laki bertopeng dan memakai jubah hitam tiba-tiba saja mengagetkanku. Yang paling mengherankan lagi dia memiliki dua karcis.
"Apa kau orang tuanya?" tanya penjaga tiket.
"Tidak. Tapi aku pengasuhnya!" jawab kakak itu dingin.
"Baiklah, kalian boleh masuk." Yang benar saja! Mendadak wajahku kembali ceria. Senyumku melebar. Mataku berbinar-binar seperti saat pertama kali melihat ribuan bintang. Kakak bertopeng itu menggandengku. Seakan dia takut kehilangan. Tentu saja, di sini sangat ramai banyak orang asing berdatangan. Tapi aku sudah terbiasa dengan orang asing. Meski dia memakai sarung tangan putih dan agak tipis, akan tetapi tangannya terasa hangat. Entah mengapa ketika berada di dekatnya, aku tidak menganggapnya seperti orang lain seolah kami saling mengenal. Padahal ini kali pertamanya kita bertemu 'kan?
"Kalau butuh bantuan panggil aku! Begitu saja tidak bisa! Dasar anak kecil labil. Selalu saja merepotkan," keluh kakak.
Aku cuma bisa mengulum senyum. "Nama kakak siapa? Aku Semu."
"Ha?! Bukankah kita sering berjumpa?"
Aku terpengarah. "Ah, benarkah? Maaf!" tukasku sambil menggaruk kulit kepala.
"Kau menyandang ingatan palsu, makanya namamu Semu!" sungut kakak.
Tatapanku beralih ke para pengunjung di sini, menghiraukan monolog kakak tadi. Sulit dipercaya, sangat ramai! Bahkan kakak nyaris kesulitan mencari tempat duduk. Kelihatannya para panitia sedang mempersiapkan pertunjukan. Sebentar lagi akan dimulai. Ah, aku sungguh tidak sabar menantinya. Baru kali ini aku menyaksikan sirkus di pergantian tahun! Dan tentu saja dengan orang cukup umur.
"Ke sini!" Aku tersentak saat kakak menggeret genggamannya. Kakak mengajakku ke bangku bagian depan. Aneh padahal di kursi depan yang lain penuh tapi entah mengapa di sini agak senggang. Mungkin belum bertandang semua.
"Kak, kau pernah melihat sirkus?" tanyaku memecahkeheningan.
Kakak itu menggeleng. "Tidak pernah."
"Kenapa?" Dia melirikku yang berarti sebuah isyarat agar aku berhenti bicara. Aku pun secepat mungkin mengalihkan pandangan.
Tidak disangka-sangka tempat yang tadi dipilih kakak telah terpenuhi oleh para pengunjung. Aku kira ini tempat VIP kami. Tiba-tiba lampu di sekitar kami padam. Cahaya remang-remang dari tumbler warna-warni.
Aku menarik jubah kakak. "Kak, kenapa—"
Kakak itu menaruh telunjuk di bibirnya. "Diam, acaranya segera dimulai."
Mataku melebar, berbinar-binar. Ah, akhirnya sesuatu yang kutunggu! Aku memaku saat salah seorang badut membuka acara dengan lelucon yang berhasil membuat kami terkekeh. Kemudian badut itu disoroti lampu terus merentangkan kedua tangannya. "Tuan-tuan dan nyonya-nyonya inilah saatnya!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nubar Tahun Baru
Short StoryCerpen karya keluarga besar komunitas CPBS mengenai Tahun Baru. Plan your future and reach your dream. May this new year will be your step to reach it.