Akhir Permulaan by Kusmina

21 12 0
                                    

Story by SifabellaZhaphyra

"Ma, Pa, aku mau jujur, nih," batin seorang gadis berpakaian santai di sofa ruang tamu rumah mewah.

Sejurus kemudian dia menggeleng, tidak menyetujui ucapan sebelumnya. "Mama, Papa, aku itu sebenarnya ...."

"Ah, enggak!" Gadis remaja itu sedikit berteriak. Sehingga sosok pembantu muncul dari dapur menanyakan keadaannya.

"Udahlah, Bik. Enggak manggil juga, 'kan?!"

Setelahnya, pembantu itu pamit. Meski lumayan tersindir oleh ucapan anak majikannya. Sudah biasa juga.

"Hallo, Sayang!" sapa mamanya menuruni tangga sambil tersenyum. "Enggak joging, nih? Minggu, loh!"

Gadis yang diajak bicara semakin gelisah. Jari-jemarinya mengeluarkan keringat dingin. Dia tanpa sadar menunjukkan sikap aneh membuat mamanya langsung duduk dan mendekapnya erat.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya lembut sambil terus mengelus rambut pendek putrinya. Anaknya ini kecil, rambutnya pendek, suka ngomel, mirip Prilly Latuconsina. Kalau sakit pun sangat kentara, misal flu dan batuk hidungnya langsung memerah. Saking putihnya.

Kalau saat ini, gemetarannya berlebihan. Keluhnya meluncur deras dari dahi. "Sayang, cerita aja sama mama."

"Aku udah—" Dia menggantungkan ucapannya. Tekadnya masih kotak, belum bulat.

"Please, 'udah pacaran!' Gitu doang susah amat sih?!" batinnya berontak.

"Assalamu'alaikum!" Suara ketukan pintu terdengar. Gadis SMA yang masih didekap mamanya sontak kaget. Pasalnya, dia ingin berbicara, tapi dihentikan begitu saja. Namun, apalah daya tamu? Masa disalahin, 'kan dia pasti tidak tahu.

Dia langsung merileks-kan badannya, beringsut dari dekapan mamanya. Malu juga, 'kan kalau dilihat orang?! Anak gede masih manja!

"Assalamu'alaikum!" Salam kedua. Tampaknya dia baru menyadari dan sekarang berdiri tegak.

"Kalau Al ke sini, itu tandanya? Jangan, jangan sekarang!"

"Silakan ke sini, Al. Sama Alya, nih." Wanita paruh baya itu mempersilakan tamu sekaligus tetangganya.

Terlihat, cowok yang dipanggil Al itu menyatukan alis sambil mengangkat bahu ke arah Alya. Sebuah isyarat. Di tempatnya, Alya mengedikkan bahu. Mereka duduk bersebelahan, mamanya Alya pergi ke dapur untuk membuat teh. Seperti kebiasaan Al kalau ke sini dan kesukaan Alya setiap menjelang siang.

"Udah bilang belum?" bisik Al tanpa menoleh.

Alya keget, baru sadar dari lamunannya. "Belum."

"Aku yang bilang ya?" Alya duga sepertinya itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Tepat setelah Al mengucapapkan itu, mama datang dengan semringah. "Es teh hangat datang!"

Mama mengernyitkan dahi lantaran tidak ada yang menyahut atau hanya tertawa. Biasanya mereka berdua bergairah sekali, sekarang diam. "Loh, kalian kenapa?"

"Enggak apa-apa kok, Tante," balas Al mendongak, lantas menunduk lagi. "Kita cuma mau jujur, kalau sebenarnya ..."

"Kita pacaran, Ma!" sambung Alya cepat menatap takut-takut mamanya.

"Kalian tahu resiko pacaran? Kalian tahu berapa banyak dan apa aja dampak negatifnya? Dan kalian tahu hubungan sebaik apa pun bisa rusak karena pacaran?! Apa yang bakal kalian dapet? Sakit hati!"

Mama memijit pelipisnya pusing, tidak menyangka anak dan tetangganya ini menjalin zina. "Gini cara kalian bales orang tua yang udah besarin pake segala cara?!"

Nubar Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang