POV Deven
"Arghh!!"
Pandangan gue buram dan gelap, rasanya seperti ada yang memukul kepala gue dari belakang.
Entah, berapa lama gue pingsan disini, ketika gue membuka mata gue dan mengerjab-ngerjabkan nya, terlihat ada seorang wanita berjubah hitam yang memegang sesuatu, sebentar! Panci?
"Lo siapa! Dan, gue dimana!?" tanya gue sembari beranjak dari kasur.
"Lo, gak perlu tau siapa gue! Anggap aja, gue malaikat pembawa jodoh buat lo."
"Beneran? Kebetulan banget, gue lagi sempit jodohnya, sekalian aja gue disini mau requests jodoh-"
"Shuttt, gak usah banyak bacot, atau gue golok mulut lo!" ancamnya menodongkan sapu ditangannya. Sungguh aneh manusia ciptaan Tuhan ini.
Gue mengambil tongkat bisbol yang berada di pojok lemari, untuk berjaga-jaga, siapa tau jiwa the power macan tutul ikut keluar bersamaan dengan emosinya. Gue hanya mengamalkan pepatah 'Sedia gayung sebelum mandi'.
"Apa mau lo!" selidik gue. Memperhatikan gerak-gerik cewek tersebut yang terlihat gelisah.
"Gue mau skincare, lipstik, sama wadah," ucap nya bablas.
"Wardah bego!" Cantik doang, bego iya.
"Iya itu maksudnya, eh, balik ke topik awal. Ngapain lo disini hah?" tanya nya balik. Eh, ketoprak, yang ada, gue seharusnya yang nanya dodol!
"Harus nya gue yang nanya Sueeb...gue sekarang ada dimana...?" tanya gue sembari menekan kata dimana dan melototkan kedua bolam mata gue.
"Suaap, sueeb, suaap, sueeb! Lo kira gue petugas sueeb covid-19?" tanya nya berkecak pinggang. Ya Allah kini penampilannya benar-benar seperti ibu-ibu kos.
"Itu sweb markonah!" jawabnya tak kalah nyaring.
"Shuttttt, sekarang giliran gue yang nanya! Ngapain lo nyekap gue disini, hah?" selidik Gue. Mulai mendekat sembari berlagak seperti detektif. Memperhatikan postur tubuhnya dari atas turun perlahan ke bawah. Astagfirullah. Insafff.
Dia mengangkat kedua tangannya membentuk huruf V . "Entah? Manalah gue tau." ucap nya mengedikkan bahunya acuh.
"Kok, lo dodol sih nyet...!" geram gue melempar bantal ke arah mukanya. Skak! Kena...Aduh mampus gue.
"Lepas masker lo!" titah Gue. Itung-itung buat alihin pembicaraan karena sekarang mukanya sudah merah padam.
"A-pa?" tanya nya sedikit gagap.
"Lepas masker lo, gudeg!" ulang Gue sekali lagi. Ingat! Sekali aja. Kalo tetap ngeyel terpaksa gue ulang sekali lagi.
"Budeg woy!" Lihatlah maemunah, sekarang ia yang balik membentak Gue.
"Eh, yang gudeg itu lo, bukan gue!" balas Gue tak kalah keras.
"Ya Allah, budeg, budeg, budegg!" teriaknya dengan geram. Melotot horor.
"Cukup-cukup, gue masih pengen dengerin tiupan sangkakala." ucap gue. Menutup lubang hidung dengan jari telunjuk.
"Lo yang buka? Atau gue yang buka paksa?" tukas gue. Menatap sinis perempan tersebut.
"Ya udah ah, lo aja yang buka," akhirnya nih pecel lele pasrah juga.
Gue berjalan secara perlahan, sambil sesekali menyelidik perawakannya dari atas sampai bawah. Saat tangan gue sudah terulur membuka masker yang si pakainya, tiba-tiba...
prengkk!
"Siapa itu!?" tanya gue. Celingak-celinguk mencari sumber suara. Ouch, gue hampir lupa, gue harus mengetahui siapa sosok perempuan misterius tersebut.
Saat gue menghadap kembali hadapan perempuan tersebut. Tiba-tiba ia menghilang tanpa suara.
"Jangan buat gue berbicara dengan nada ngerujak ya! Eh, maksudnya ngelunjak ya! Keluar lo!" teriak Gue memutarkan badan perlahan untuk berjaga-jaga.
Tak seberala lama...
"Meja nomor 13," Itulah yang gue dengar sekarang.
***
POV Author
Deven memegang kedua lengannya secara silang. Berdigik ngeri, karena suara tersebut hadir tepat di telinga Deven.
Deven masih merinding atas bisikan tadi, seolah ia sedang di arahkan ke suatu tempat. Ia menatap sekelilingnya dan mendapati jendela kayu yang sedikit terbuka.
"Mending gue kabur lewat jendela aja, bisa-bisa kelamaan disini bisa bikin otak gue tambah dongkol." monolog Deven mengangguk mantab.
Dengan sedikit tergesa-gesa, Deven berlari kecil ke arah jendela. Ia mengukir senyum kecilnya saat melihat jendela tersebut ternyata tidak terkunci.
Deven mendorong kerangka jendela tersebut dengan keras, tapi nihil.
Ternyata, jendela tersebut memang tidak terkunci, hanya saja lengket dan tak mau terbuka.Deven sangat frustasi akan itu, ia menjambak rambutnya sambil berteriak tak karuan. Ia terengah-engah dan menarik nafas kemudian membuangnya.
Deven berusaha menenangkan dirinya dan duduk di salah satu sofa di samping kasur. Ia memegang kepalanya sembari meremas rambutnya. Tampaknya, ia sedang berpikir keras.
"Sial! Sekarang, gimana caranya gue cabut dari sini?" pikir Deven memijat pelipis keningnya.
Deven mengamati sekeliling kamar yang ia tempati dan akhirnya ia melihat sesuatu di balik pintu yang terbuka lebar yang seharusnya ia tak lihat!
"Laily?" gumam Deven. Membeo sesaat.
"Kakak ih, kan udah Laily bilang, datang ke meja no 13! Kok malah nongki disini?" ucap Laily. Mendekati Deven dan memukul lengan Deven.
"L-laily? Cewek berjubah? Itu L-"
"Iya Kak, awalnya Laily mau nakut-nakutin Kakak, eh, malah gak ngaruh." ucap Laily menautkan jari telunjuknya.
"Emm, Ikut Laily bentar deh Kak," Laily menarik lengan Deven dan membawa nya ke suatu tempat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Laily's Love Story
Cerita PendekTerlambat sekolah bukan selamanya menjadi tragedi terburuk. Justru karena kasus tersebut membuat Laily bertemu dengan seorang cowok bernama Deven. Siapa sih yang tak kenal dengan Deven? Sosok cowok idaman para kaum hawa dan selalu menjadi idol. ...