Astaga, apa aku kedengaran seperti haus perhatiannya? Tessa menghentikan gerakan liar tangannya yang sedari tadi sibuk menari di atas scratch book yang dihiasi dengan dedauan kering-buku yang selama ini bertugas untuk menampung segala keluh kesahnya-lantas memutuskan untuk menyelipkan pena yang baru saja digunakannya sebelum menutup buku dan menyelipkannya ke dalam tas."Sudah bisa jalan?" Gadis yang baru lima menit yang lalu dinyatakan sebagai penumpang Tessa malam ini menginterupsi dari kabin belakang.
"Oh, Bisa. Kita jalan sekarang, Bu." Cekatan, Tessa menggeser porsneling ke posisi D dan melajukan mobil sport keluaran Eropa milik bos-nya. Tessa sebenarnya geli harus memanggil "ibu" pada wanita yang jelas-jelas tampak lebih muda darinya. Tapi mau bagaimana lagi? Itu sudah menjadi tuntutan pekerjaannya, untuk selalu sopan, kepada calon teman tidur atasannya sekalipun.
Gadis itu sendiri tampak tidak terganggu dengan sebutan 'ibu' dari Tessa, entahlah karena dia merasa sudah cukup pantas dipanggil dengan sebutan ibu, atau justru dia merasa dihormati dengan panggilan itu. Terserah, Tessa tidak mau ambil pusing.
Melalui rear-vision mirror, Tessa mulai menilai calon teman tidur atasannya kali ini. Tidak biasanya atasannya itu memilih perempuan yang lebih mirip ABG labil seperti Julia-Julia ini. Lihat saja cara pakaiannya; dia hanya mengenakan crop tee yang memperlihatkan perut, juga celana super pendek yang tidak bisa menutupi bongkahan bokongnya, penampilan itu hanya terselamatkan sebuah sepatu boot tinggi yang membuat kakinya tampak jenjang.
Iseng, Tessa bertanya, "Apa perlu saya naikkan suhu AC-nya?" takutnya kamu masuk angin, tambahnya dalam hati.
"Boleh, dikit."
Tuh, kan. Udah tahu malem-malem begini, pakai pakaian minim bahan segala, cela Tessa dalam hati, tapi hanya disampaikannya melalui senyum tipis.
Tidak lupa Tessa menyentuh tanda pengendali suhu di monitor yang tertanam di dashboard, menghangatkan. Biarpun masuk anginnya Julia bukan urusannya, tapi dia merasa perlu untuk membuat kegiatan malam Julia dengan bosnya berjalan lancar, supaya dirinya tidak diganggu hanya untuk urusan mengobati sakit perut Julia nanti.
Tidak lebih dari tiga puluh menit, mobil yang mereka tumpangi tiba di apartemen tempat tinggal Bastian. Apartemen yang merupakan milik keluarga Prasraya---nama belakang bosnya itu. Secara khusus bungsu keluarga konglomerat itu meminta setengah bagian rooftop pada salah satu tower sebagai tempat tinggalnya, dan di-desain sesuai kemauannya. Permintaan yang tergolong sepele itu, langsung dikabulkan ayahnya, karena dia merupakan salah satu penerus.
Baru saja lift yang mereka tumpangi berhenti di lantai puncak, Bastian langsung menyambut dengan telanjang dada, seperti tidak sabar untuk memulai percintaan panasnya dengan gadis muda itu.
Selagi Bastian mencumbui gadisnya dari depan pintu untuk digeret ke kamar, Tessa buru-buru meraih jaket yang ditinggalkannya tersampir di meja bar, kemudian meraih kunci sepeda motor yang disangkutkannya di antara gantungan kunci di dekat pintu keluar, tidak lupa menukar sandal rumah dengan high heels. Saat melakukan kegiatan menukar sepatu, pasangan mesum itu sudah berpindah ke sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save The Boss For Last [TERBIT]
ChickLitTessa melampiaskan segala ketidaknyamanannya bekerja sebagai asisten bastian melalui tulisan-tulisan di dalam sebuah buku diary. Selama ini pun, dia bertahan di sisi Bastian karena ada Gio-sahabat baik sang atasan-yang kerap membantu kesulitannya da...