Kabar tentang rencana lamaran Gio seharusnya bukan kejutan. Cepat atau lambat, Tessa tahu hari seperti ini akan datang. Dia bahkan sudah menyiapkan hatinya jauh-jauh hari, tapi kenapa sakitnya masih saja tidak bisa dikompromi? Dia bahkan tidak bisa menahan airmatanya tumpah saat sedang membuatkan kopi yang baru untuk Bastian dan Gio.
Mencoba untuk menghibur diri sendiri, Tessa mengeluarkan scratch book-nya dan mulai menulis pada halaman baru.
Meski masih menyisakan sesak, dada Tessa terasa lebih ringan setelah berhasil menumpahkan kesedihannya. Curhat selalu membantu.
Tessa kembali ke meja makan yang sedang diduduki Bastian dan Gio dengan kopi yang baru. Semua cangkir yang sukses menjadi pecahan beling sudah tidak nampak lagi, sepertinya pelayan sudah membersihkannya selagi Tessa menyiapkan minuman yang baru.
"Saya minta maaf atas keteledoran saya, Pak," kata Tessa setelah menyuguhkan kopi.
Bastian melirik sekilas, tidak biasanya asistennya yang sempurna itu melakukan kesalahan. Tapi melihat tampang Tessa yang normal, seperti selalu, dia memutuskan untuk tidak ambil pusing. "It's okay. Lagian, saya sedang berbahagia, saya lagi malas marah-marah."
"Terima kasih, Pak."
"Makasihnya ke Gio aja. Karena kabar tentang pernikahannya yang bikin saya bahagia."
Tessa merasa kesulitan saat harus menyunggingkan senyum dan mengucapkan, "Selamat, Pak," pada Gio. Tapi syukurlah dia bisa mengatasinya dengan baik. Gio maupun Bastian tidak menyadari bahunya yang melorot karena kecewa.
Tessa tidak akan pernah lupa bagaimana dia bisa melewati masa-masa sulit sejak bekerja bersama Bastian. Usia Tessa yang masih menginjak angka 19 waktu itu masih tergolong sangat muda untuk mendampingi Bastian yang baru lulus kuliah dan langsung dipercaya ayahnya untuk membantu mengurusi perusahaan.
Tessa menjadi pilihan yang paling pas untuk mendampingi Bastian waktu itu. Bastian muda yang pemberontak, hanya bisa sedikit lunak menghadapi perempuan yang bau kencur.
Bastian juga tidak akan berbuat macam-macam seperti yang selalu dilakukannya pada asisten sebelumnya, karena tampang Tessa yang sangat lugu. Viktor, ayah Bastian, cukup tahu kalau anaknya yang berandalan itu tidak akan menyentuh perawan polos nan lugu seperti asisten baru yang ditunjuknya itu.
Menjadi poin ekstra, Tessa terbukti pintar dari nilai-nilai akademisnya di sekolahan, tidak akan sulit untuk mengikuti ritme kerja Bastian. Setidaknya begitu yang dipikirkan Viktor sebelumnya.
Nyatanya, Tessa kualahan. Bastian memang pintar. Semacam pintar yang dikaruniai Tuhan sebagai salah satu kelebihan yang didapatnya tanpa usaha keras. Dia mudah meloby siapa saja, dia punya insting kuat tentang pasar, dan dia punya banyak ide brilliant dalam mengembangkan usahanya. Tessa yang masih sangat hijau dalam dunia property benar-benar tersesat setiap kali harus mengikuti cara kerja bosnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save The Boss For Last [TERBIT]
Chick-LitTessa melampiaskan segala ketidaknyamanannya bekerja sebagai asisten bastian melalui tulisan-tulisan di dalam sebuah buku diary. Selama ini pun, dia bertahan di sisi Bastian karena ada Gio-sahabat baik sang atasan-yang kerap membantu kesulitannya da...