Tessa mematut dirinya di depan cermin, nyaris tidak mengenal pantulan sosok yang terpampang di atas permukaannya. Ini sama sekali bukan dirinya.
Tessa yang selama ini adalah wanita bersahaja yang memakai pakaian sopan. Model pakaian pilihannya selalu tertutup namun enak dipandang. Tidak pernah menonjolkan bentuk tubuh. Bukan berarti dia tidak tahu mode. Tentu saja Tessa selalu mengikuti perkembangan trend fashion. Hanya saja, Tessa sudah dicecoki agar selalu menjaga penampilan demi mencegah mata bosnya jelalatan. Maka dia akan memilih kemeja-kemeja sifon yang longgar untuk dipadukan dengan celana kulot atau rok a-line. Atau ketika dia sedang ingin mengenakan rok pensil, dia akan memadu-padankannya dengan oversized blazer untuk menutupi bokongnya. Sejauh ini, pilihan warnanya pun tidak pernah menyolok.
Begitu juga dengan pemakaian makeup. Tidak pernah berlebihan, dengan pilihan warna-warna yang natural.
Layaknya wanita baik-baik.
Tapi malam ini Tessa harus menanggalkan semua image itu.
Dia sudah terlanjur menerima gaun pemberian Gio tanpa memeriksa isinya terlebih dahulu. Waktu yang sudah terlalu mepet membuatnya tidak sempat memesan pakaian pengganti. Memakai koleksi lama hanya akan memburuk keadaan, karena Tessa tahu betul bukan dia, melainkan perusahaannya rentan menjadi sasaran gunjingan netizen. Apalagi akan ada banyak media yang meliput. Tessa tidak boleh mempermalukan.
Maka Tessa tidak punya pilihan lain selain maju terus pantang mundur.
Tessa pasrah berangkat ke acara grand launching dengan gaun merah menyala yang mengekspos leher dan lengannya. Tidak lupa mengaplikasikan makeup yang sesuai, dan menata rambut sebisanya. Berharap penuh dirinya tidak akan menjadi sasaran empuk sang atasan malam ini.
"Mikirin apa sih, Sa? Kamu tuh cuma asisten. Inget! CUMA ASISTEN. Pembantu juga namanya asisten rumah tangga sekarang. Artinya nilaimu nggak lebih dari itu. So please, tahu diri!" Tessa memarahi pikirannya sendiri lewat pantulan cermin.
Sesuai dugaan, Gio pasti sukar mengenali dirinya.
Terbukti dari cara pria itu terperangah saat pertama kali menemukan sosok Tessa di depan gerbang kos. Mulutnya lama baru mengatup.
"Too gorgeous," lirihnya saat mampu bersuara.
"Thanks to you, Pak." Tessa mengedikkan bahu. Pasrah.
"Saya beneran harus jaga kamu ekstra malam ini. Kamu tahu kan bakal banyak pria hidung belang yang hadir di sana nanti."
"Saya nggak terlalu peduli dengan pria hidung belang lainnya. Saya cuma mau minta tolong dijagakan dari bos besar kita, Pak. Saya benar-benar ingin menjaga hubungan professional."
**
Bastian telah mengenakan semua perlengkapan yang disiapkan asistennya sebelum buru-buru pulang tadi sore. Seperti biasa, pilihan Tessa memang terbaik. Bastian terlihat sangat elegan dengan setelan Armani abu-abu dan dasi merah maroon yang dipilihkan sang asisten untuknya.
Tapi tunggu, kenapa Tessa harus buru-buru pulang?
Padahal gadis itu selalu ditawari untuk menggunakan jasa makeup professional dan desaigner langganan Bastian. Kenapa tidak pernah diterima? Malah selalu merepotkan diri sendiri dengan make up dan pakaian seadanya. Walaupun tidak pernah mengecewakan, tapi tidak ada salahnya kan kalau Bastian ingin memberikan fasilitas terbaik untuk asistennya itu.
"Di mana?" Bastian bertanya lewat panggilan telepon yang tersambung dengan sosok yang sedari tadi mengisi pikirannya.
"Sudah dalam perjalanan, Pak. Akan tiba di lokasi sekitar 10 menit lagi," jawab Tessa mantap dari seberang telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save The Boss For Last [TERBIT]
Literatura KobiecaTessa melampiaskan segala ketidaknyamanannya bekerja sebagai asisten bastian melalui tulisan-tulisan di dalam sebuah buku diary. Selama ini pun, dia bertahan di sisi Bastian karena ada Gio-sahabat baik sang atasan-yang kerap membantu kesulitannya da...