• 5 •

10K 1.7K 73
                                    

"Yo! Seriusan lo sama Tessa?" Bastian terang-terangan menunjukkan wajah tak sukanya melalui jendela kaca yang terbuka lebar, saat menjemput Tessa di area drop off restoran.

Tessa terpaksa merapatkan punggungnya dengan sandaran kursi agar tidak menghalangi obrolan kedua sahabat itu. Dari luar mobil, Gio cengengesan sambil mengandarkan sikunya di dasar jendela mobil yang terbuka lebar.

"Nggak usah sewot, Pak Bos. Tessa bukan pacar lo juga!"

"Awas aja kalau kerjaannya sampai keteteran karena kebanyakan main sama lo! Lo bakalan jadi orang pertama yang gue pecat!"

Ancaman itu berakhir bersamaan dengan mobil Bastian melaju kencang, meninggalkan Gio yang tampaknya tak terpengaruh sama sekali, karena malah tertawa lebar di tempatnya berdiri.

Tessa setia memerhatikan tawa indah yang kian mengecil hingga lenyap dari spion mobil itu hanya bisa berharap semoga jantungnya bisa diajak kerja sama sekarang.

Sudah cukup kagetnya, Sa! Sekarang waktunya memikirkan jalan keluar! Tessa menasihati dirinya sendiri.

Belum sempat kaget Tessa hilang karena Lara mengetahui perasaannya untuk Gio, sekarang dia malah harus menghadapi fakta kalau dirinya menjadi alasan kandasnya hubungan dua sejoli itu.

Bagaimana bisa?

Katakanlah usaha keras Tessa untuk menutupi perasaannya ternyata gagal. Lara dan Gio terlanjur mencium aroma cinta yang dikuarkan dari sikap dan prilakunya. Tapi, kenapa pula perasaannya menjadi alasan hubungan mereka kandas?

Apa Tessa pernah secara tidak sadar menjadi ancaman bagi mereka?

Atau ... apakah mungkin Lara menyadari kalau Gio lebih cocok untuk Tessa? Hingga memilih untuk mengalah?

Lalu ... apakah waktu untuknya dan Gio akan tiba sebentar lagi? Tak kuasa, pikiran itu membuat senyum Tessa tercetak lebar. Perasaannya membuncah begitu saja.

"Tessa Arundati!!!" Suara decit mobil yang dimanuver ke pinggir jalan mengiringi suara keras Bastian, membuat Tessa terlonjak kaget.

"Kenapa, Pak?" mata dan mulut Tessa membeliak besar. "Bapak baik-baik aja?" Dikuasai perasaan kalut dan kaget, Tessa nyaris lupa cara melepas sabuk pengaman, hingga kaitannya baru terlepas setelah percobaan ke-tiga. Tidak biasanya Bastian mengemudi mobil dengan ugal-ugalan seperti ini.

"Itu seharusnya pertanyaan saya. Kamu baik-baik aja?" Tidak bisa menahan kekesalannya, Bastian menyindir Tessa. "Kamu melamun terus, Sa. Kamu kenapa sih? Beneran lagi kasmaran sama Gio?"

Berdeham untuk meredam sedikit rasa bersalah-yah, Tessa sama sekali tidak menyangka kalau dirinya terlalu sibuk dengan pikiran sendiri. "Maaf, Pak."

"Kamu bahkan nggak mendengarkan saya sama sekali daritadi."

"Kenapa, Pak? Apa ada pekerjaan yang saya lewatkan?" Buru-buru Tessa merogoh tas tangannya demi mengeluarkan tablet dari dalamnya. Begitu tablet sudah dipeganginya, dia mulai memeriksa rincian pekerjaan yang seharusnya dikerjakannya sebelum makan siang tadi. "Sortir email dan surat, checked. Laporan meeting, checked. Hadiah untuk hari ulangtahun Ibu Negara, checked. Memastikan meeting dengan tim perencanaan pukul empat sore nanti, checked." Tessa membacakan isi agendanya satu per satu.

"Hmm, saya hanya belum membalas email penawaran dari Saka Corporation, tapi seperti perintah Bapak, kita akan membuat keputusan setelah membahasnya dengan tim pemasaran dulu. Itu pun sudah saya buatkan jadwal untuk meeting besok, di jam sepuluh pagi. Karena pagi Bapak udah bikin janji sama dokter Frans untuk medical check up." Tessa menyerngit saat mengingat-ingat. "Apa ada yang saya lewatkan, Pak?"

Save The Boss For Last [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang