• 14 •

8K 1.9K 117
                                    

Tessa membawa langkahnya cepat. Nyaris tersandung saat pintu lift membuka di lantai HRD. Cepat-cepat, dia menemui Pak Agusrahman, manager HRD yang menghubunginya pagi tadi.

"Gimana, Pak?" tanya Tessa meminta agar Pak Agusrahman mengulang informasi yang sudah disampaikannya lewat telepon.

"Hari ini nggak ada Chyntia lagi. Bastian nggak mau nerusin kontraknya. Dan, sebagai gantinya, kandidat yang satunya lagi yang bakal jadi pengganti kamu. Laudya Baskara. Karena dikabarinnya mendadak, Laudya bilang baru bisa masuk di jam 10 pagi."

"Kok tiba-tiba?"

Pak Agusrahman tertawa. "Bukannya biasanya kamu yang lebih tahu."

Ya, kenyataan itu cukup menampar kesadaran Tessa. Bagaimana bisa dia tidak tahu menahu tentang hal ini? Kenapa bukan dia yang dihubungi Bastian?

Tessa kembali ke ruang kerjanya setelah menyelesaikan pembicaraan dengan Pak Agusrahman. Mendapati meja kerjanya masih sama berantakannya dengan yang ditinggalkannya semalam. Steples, powerbank, lipstick bahkan kacamata bacanya masih berceceran tak menentu di atas permukaan meja.

Sembari menunggu kehadiran Bastian, Tessa merapikan barang-barangnya ke tempat yang seharusnya. Bastian tidak akan suka melihat kekacauan. Steples dimasukkan ke dalam laci, powerbank dicolokkan ke charger, kacamata dimasukkan ke dalam kotak, dan lisptik seharusnya ada di dalam tas.

Saat tangan Tessa masuk ke dalam tas untuk menyelipkan lipstick, dia baru menyadari kalau ada yang tidak pada tempatnya. Scratch book!!!

Panik, Tessa mulai gerasak-gerusuk mencari-cari.

Tessa tidak boleh menghilangkan benda itu. Bagaimana kalau benda itu jatuh ke tangan orang yang tidak semestinya??? Lebih parahnya lagi, bagaimana kalau benda itu jatuh ke tangan Bastian???

"Ke ruangan saya, Sa!" perintah Bastian membuat misi pencarian diary terhenti seketika.

"Iya, Pak?" tanya Tessa saat dia sudah mengambil tempat berdiri di depan meja kerja sang atasan.

"Saya nggak jadi perpanjang kontrak Chyntia. Kamu benar, saya nggak boleh buat skandal di kantor," kata Bastian menatap mata Tessa lurus-lurus. "Saya memutuskan untuk menemuinya di luar kantor. Saya suka dia yang apa adanya."

Tessa tersenyum dan mengangguk sok paham. Padahal, dalam hati ingin mengumpat. DASAR OTAK SELANGKANGAN!!! NGGAK PUAS MAIN DI KANTOR, MAU DIBAWA KE RANJANG JUGA???

"Kenapa senyum, Sa?" tanya Bastian.

"Ya!?" heran Tessa.

"Bukannya kamu harusnya ngata-ngatain saya, karena saya nggak bisa professional?"

Lagi, Tessa memamerkan senyum. "Bapak sudah dewasa. Bapak tahu apa yang harus Bapak lakukan."

Bastian membuang napas panjang, sebelum kemudian menegakkan punggung, menyatukan sikunya di atas permukaan meja, menumpu genggaman tangannya di depan dagu. "Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk membimbing Laudya?"

"Hmmm, tergantung kecepatannya belajar, Pak. Saya usahakan secepatnya."

"Satu hari," pinta Bastian. "Saya minta kamu bimbing dia seharian ini."

"Ada banyak yang harus dipelajari, Pak. Satu hari mungkin nggak akan cukup. Lagipula, saya masih punya waktu sampai akhir bulan."

"Satu hari, Sa," tegas Bastian. "Setelah hari ini, kamu saya bebastugaskan. Kamu akan tetap dapat pesangon seperti seharusnya. Dan, sebagai tanda terimakasih untuk dedikasi kamu selama ini, saya juga akan menyediakan tiket pulang kamu ke Pekanbaru. Sekaligus bingkisan untuk keluarga kamu."

Save The Boss For Last [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang