11. Mantan

66 8 1
                                    

Seperti foto usang yang akan memudar, begitupun cintaku padamu yang telah tersamar. Meskipun tak bisa ku pungkiri jika kenangan itu masih terus mengekang setelah ikhlas untuk melepaskan.

______________&&&_______________

Keesokan harinya Azzam dan Adiva memutuskan kembali ke Jombang sedangkan Hisyam memilih tinggal di rumah untuk beberapa hari lagi. Sebenarnya malamnya setelah perbincangan mereka bertiga Hisyam sudah pamit kepada Arumi untuk kembali ke pesantren tapi ternyata Azzam kakaknya malah lebih dulu berpamitan jadi Hisyam memutuskan mengalah karena jika mereka kembali di hari yang sama tak menutup kemungkinan Haidar, ayah mereka akan curiga karena Hisyam tidak ikut satu mobil bersama Azzam dan Adiva sedangkan tujuan mereka sama.

Sepanjang perjalanan Adiva merasakan ada sesuatu yang berbeda pada Azzam. Pria itu lebih banyak terdiam dengan pandangan fokus pada jalan raya di hadapannya.

"Kenapa Sayang?" Ucap Azzam saat mobilnya berhenti di rambu-rambu merah lalu lintas. Tentu saja Azzam bisa mengartikan arti tatapan istri kecilnya itu.

"Apa ada masalah Mas?" Adiva memberanikan diri bertanya.

Adiva sedikit terkejut saat Azzam tiba-tiba mengubah rencana yang awalnya mereka akan tinggal beberapa hari di rumah orang tua pria itu dan mengajak dirinya berkeliling kota. Tapi dengan mendadak Azzam mengajaknya pulang pagi ini. Adiva memang masih muda tapi ia tidak bodoh. Ia bisa merasakan sesuatu yang berbeda pada suaminya.

"Nggak ada apa-apa, maaf ya klo Mas membuat kamu khawatir, Mas ada pekerjaan penting di kampus. Tapi Mas janji 5 hari libur yang tersisa Mas akan full time menemani kamu." Ungkap Azzam lalu meraih jari jemari Adiva. Ia kaitkan jemari lentik milik Adiva pada sela jemarinya yang kokoh.

"Kamu tahu Sayang, ini apa artinya?" Azzam mengangkat tangan mereka yang tengah bertaut. Adiva seketika menggelengkan kepala sebagai jawaban jika ia memang jujur tidak mengerti maksud perkataan Azzam.

Tin... Suara klakson sukses membuat kedua tangan itu terlepas. Azzam segera menginjak gas lalu melajukan mobil yang dikendarainya. Mobil Innova hitam itu melaju perlahan hingga tampak jalanan lancar Adiva segera menggeser posisi duduknya. Ia duduk miring menghadap Azzam.

"Apa Mas?" Adiva menuntut jawaban pada Azzam.

Azzam kembali menggenggam jemari Adiva lalu membawa ke bibirnya untuk ia kecup.

"Itu artinya sepasang suami istri itu harus saling melengkapi. Dari karakter dan kepribadian yang berbeda itu kita harus bisa saling mengisi, mengasihi, dan mengerti. Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Allah menciptakan kita dengan karakter kita yang unik. Seperti saat ini, selain kehadiran kamu sebagai penyempurna agama Mas, kamu juga adalah penyempurna hidup Mas." Terang Azzam yang seketika sukses menghadirkan semburat jingga di pipi Adiva.

Adiva segera mengembalikan posisi tubuhnya dengan menahan senyuman. Perutnya seketika merasa geli seperti ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Azzam tergelak lalu mencubit pipi Adiva dengan gemas.

"Setiap melihatmu tersenyum Mas merasa kembali muda Dik."

"Ih gombal!" Adiva mencubit lengan Azzam dengan tersipu malu. Sumpah Adiva tak pernah menyangka jika ustadz galaknya itu bisa berkata-kata dengan begitu manis.

"Udahan ah Mas gombalnya, nanti bisa-bisa aku terkena penyakit diabetes karena mendengar rayuan manis Mas Azzam terus setiap saat!" Ucap Adiva asal yang seketika sukses membuat Azzam tertawa keras. Sepertinya Azzam telah melupakan salah satu sifat Adiva. Ceplas-ceplos.

"Kamu makin lucu Dik!" Ucap Azzam di sisa tawanya seraya menggelengkan kepala. Suasana romantis yang telah ia bangun seketika ambyar. Jadilah sepanjang perjalanan mereka isi dengan bercanda. Tepatnya saling mengingatkan bagaimana sikap menyebalkan mereka berdua dulu. Saat masih berstatus sebagai guru dan murid.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang