26. Pulang

25 2 0
                                    

Arumi tak mampu menutupi kesedihannya. Perempuan paruh baya itu terus saja meneteskan air mata sembari menggenggam jemari Azzam. Memperhatikan setiap detail pada diri Azzam saat ini. Rasanya Arumi tidak akan sanggup menghadapi Adiva nanti. Sejak Azzam siuman satu jam yang lalu Arumi telah mencoba mengingatkan Azzam siapa Adiva sebenarnya. Tapi Azzam tetap tak mengingat apapun tentang Adiva kecuali saat Adiva masih menjadi muridnya dulu.

Azzam semakin bingung saat melihat Hisyam yang sejak tadi hanya terdiam. Pun dengan Haidar ayah Azzam. Kedua laki-laki itu tetap diam dengan tatapan tak terbaca sembari berulang kali mengusap punggung Arumi dengan perasaan hancur. Cobaan ini tentunya paling berimbas besar pada kehidupan rumah tangga Azzam dan Adiva nantinya.

Di balik pintu kamar perawatan Azzam kini Adiva berdiri bersama Fitri dan Mansur. Mereka berniat pulang ke Jombang karena jika tetap berada di sini Fitri khawatir dengan kondisi Adiva yang tengah hamil. Apalagi sejak tadi adiva terus-menerus menangis. Jadi Mansur dan Fitri memutuskan untuk membawa Adiva pulang sedangkan Farhan akan tetap berada di rumah sakit hingga dokter memastikan kondisi Azzam benar-benar baik.

Fitri mengetuk pintu sembari menatap Adiva yang berada di sampingnya. Putri kecilnya itu tampak hancur. Kedua bola mata cantik yang biasa menyiratkan kebahagian saat bersama Azzam itu kini telah sirna. Mata itu memerah dan membengkak karena terlalu lama menangis.

Mendengar suara ketuk pintu lantas Hisyam beranjak untuk membukanya. Tubuh Hisyam seketika membeku saat melihat kondisi Adiva. Tentu saja Hisyam tidak akan tega melihat perempuan yang hingga kini masih dicintainya itu dalam keadaaan hancur seperti ini. Hisyam segera tersadar lalu berdeham, mencoba mengingatkan diri jika perempuan yang saat ini ditatapnya adalah kakak iparnya sendiri. Hisyam langsung mengucap istighfar dalam hati sembari mengalihkan pandangan ke arah kedua orang tua Adiva lalu mempersilahkan mereka untuk masuk.

Dari ranjangnya Azzam hanya membisu menatap Adiva dengan sorot tak terbaca. Azzam bingung dengan kenyataan yang belum bisa dipercayainya. Mana mungkin dirinya menikahi gadis belia seperti Adiva. Apalagi gadis itu muridnya sendiri yang jelas-jelas usianya jauh di bawahnya. Pandangan Azzam menurun, melihat perut Adiva yang telah membesar. Seketika Azzam menelan saliva dengan susah payah saat membayangkan jika itu adalah perbuatannya.

Adiva yang ditatap Azzam seintens itu semakin merasa gugup. Adiva mencoba menguatkan diri dengan membalas tatapan mata Azzam, menyelam ke dalam mata yang selalu memberikan keteduhan padanya. Mata yang selalu menyiratkan ketulusan cinta. Tapi sekarang tatapan itu berubah asing laksana dua jiwa yang tak pernah bertaut, sebatas dua raga yang hanya saling mengenal. Tak ada lagi tatapan hangat penuh cinta. Tak ada lagi belai lembut dan pelukan hangat. Tanpa mampu dicegah air mata kembali menetes di pipi Adiva. Namun dengan cepat Adiva menghapusnya. Sudah lelah rasanya Adiva menangis tapi air matanya seolah tidak ada habisnya, terus saja bergulir tanpa mampu dicegah setiap kali melihat Azzam ataupun saat memikirkan nasib kisah cintanya bersama Azzam yang baru saja terbangun.

"Nak pamit dulu sama suami kamu!" bisik Fitri dengan pandangan nanar ke arah putrinya. Fitri tidak pernah menyangka jika kisah cinta putrinya begitu rumit. Dulu demi bakti kepada kedua orang tua, Adiva rela meninggalkan laki-laki yang dicintainya dan menerima perjodohannya dengan Azzam. Tapi kini di saat kebahagian itu baru saja mereka rasakan justru ujian berat datang menerpa.

Adiva segera melangkah mendekati ranjang Azzam. Memupus jarak di antara mereka. Azzam masih setia menatap Adiva sembari memaksa ingatannya untuk kembali. Namun tindakan Azzam itu justru mengundang kembali rasa sakit di kepalanya. Tapi Azzam bertahan, menyembunyikan rasa sakit itu agar semua orang tidak mengkhawatirkannya lagi.

"Maaf Bu Arumi dan Pak Haidar, kami pamit pulang ke Jombang dulu. Biar putri kami bisa beristirahat dan menenangkan diri dulu," pamit Mansur dengan sopan.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang