53. Di antara Dua Hati

38 4 0
                                    

"Ya Allah istri aku cantik banget sih!" puji Aldebaran sembari memeluk Adiva yang saat ini berdiri di depan cermin.

"Udah deh Al nggak usah lebay!" protes Adiva sambil mengurai kedua tangan Aldebaran dari tubuhnya. Tapi bukan Aldebaran jika pasrah begitu saja. Semakin Adiva mencoba menghindar maka semakin gencar Aldebaran ingin menggoda istrinya.

"Aku nggak lebay Sayang, di mataku kamu adalah perempuan tercantik," puji Aldebaran seraya membalik tubuh Adiva agar menghadapnya. Meraih pinggang ramping Adiva, menekan hingga menabrak dadanya.

"Al please deh. Jangan bercanda terus! Kita harus menemui keluarga kamu sekarang," kesal Adiva seraya membalas tatapan mata Aldebaran dengan malas.

Hati Aldebaran berdesir seketika saat bola mata cantik itu menatapnya dengan kesal. Mata Aldebaran mulai menyusuri setiap detail wajah Adiva lalu berhenti di bibir berwarna pink yang sejak semalam ingin sekali dicicipinya. Aldebaran menelan saliva dengan susah payah saat rasa hangat menjalar dari ujung kaki naik ke ujung kepala. Dia laki-laki dewasa dan normal. Tentu malam pengantin adalah malam impiannya. Tapi dirinya harus bersabar terlebih dahulu. Menunggu moment spesial itu terlaksana dengan sempurna dan penuh makna.

Menyadari arah tatapan laki-laki yang saat ini memakunya membuat Adiva salah tingkah. Untuk menutupi kegugupannya Adiva mencoba mengalihkan pandangan. Tapi dengan cepat Aldebaran meraih dagu Adiva. Mengangkatnya demi menyelami bola mata indah yang selalu menyiratkan luka tersebut.

"Izinkan aku membahagiakan kamu Adiva?" lirih Aldebaran dengan serius.

"Al udahlah! Kita harus ke luar. Semua orang sudah menunggu kita," jawab Adiva dengan terbata. Adiva tahu Aldebaran pasti kecewa dengan sikapnya yang selalu memberi jarak di antara mereka.

"Baiklah," balas Aldebaran lalu membebaskan tubuh Adiva dari dekapannya begitu saja. Berpura-pura marah dengan membalikkan badan hendak ke luar dari kamar. Aldebaran tentu sangat mengenal siapa Adiva. Lalu Aldebaran mulai berhitung dalam hati, "satu... Dua.... Tig... "

"Al ... Maafkan aku," lirih Adiva seraya menahan lengan Aldebaran dengan perasaan bersalah.

"Yess!" Aldebaran bersorak riang dalam hati. Lalu berdeham sembari menahan dan mengulum senyuman agar tak sampai terlihat oleh Adiva.

"Maaf untuk apa?" tanya Aldebaran dengan tatapan tak terbaca.

Adiva mendongak demi bisa menatap ke dalam mata Aldebaran. Aldebaran mulai tak tahan lagi menahan tawa. Sungguh mengerjai istrinya adalah hiburan paling menarik saat ini. Aldebaran mengulas senyuman lalu sedikit menunduk, meraih dagu Adiva. Sejenak mereka terdiam tanpa kata. Hanya mata mereka yang kini saling berbicara untuk menyampaikan segala gundah gulana di hati. Perlahan ujung jari Aldebaran mengusap bibir pink milik Adiva. Tak mendapatkan penolakan dari Adiva membuat Aldebaran memberanikan diri mendekatkan wajahnya yang seketika membuat Adiva memejamkan mata. Aldebaran tersenyum menatap wajah cantik Adiva yang tampak memerah sekarang. Jemari Aldebaran menyusup di antara helai rambut Adiva yang tergerai lalu sedikit menariknya. Memupus jarak yang tersisa di antara mereka.

Dengan jantung berdebar Aldebaran menempelkan bibirnya di bibir Adiva yang terasa dingin. Aldebaran kembali membuka mata. Sedikit memberi jarak di antara mereka demi menatap Adiva yang masih memejamkan mata. Aldebaran hanya ingin memastikan jika Adiva melakukan ini bukan karena terpaksa. Senyuman di bibir Aldebaran kembali merekah bersamaan dengan bertemunya kembali bibir mereka. Ini adalah ciuman pertama Aldebaran. Tapi bukan berarti Aldebaran bodoh. Aldebaran memang masih amatir tapi bukan berarti tidak bisa. Sebelum menikahi Adiva, Aldebaran sudah mempelajarinya dari berbagai film romantis yang ditontonnya demi menjaga harga dirinya agar tidak sampai mengecewakan Adiva yang jelas sudah lebih berpengalaman. Aldebaran mulai mengulum bibir Adiva dengan lembut. Merasakan sensasi luar biasa yang tak mampu dideskripsikan hanya dengan melalui sebuah kata. Adiva masih tetap bergeming merasakan bibir Aldebaran yang mempermainkan kedua belah bibirnya. Aroma kopi yang menguar dari bibir Aldebaran semakin memompa kerja jantung Adiva yang semakin tak beraturan.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang