49. Acara Lamaran

19 4 0
                                    

Adiva mematut dirinya di hadapan cermin. Merasa aneh dengan penampilannya malam ini. Perempuan dengan tatapan sendu itu seperti bukan dirinya. Adiva masih ingat dengan jelas kapan terakhir dirinya memakai make up. Saat itu Azzam masih bersamanya.

"Ya Allah Adiva sayang... Sumpah kamu cantik banget malam ini," puji Safira menatap hasil kreasinya yang menakjubkan. Safira benar-benar pangling melihat penampilan Adiva malam ini.

"Apaan sih. Malu aku. Ambilin niqab aja deh di laci," balas Adiva sembari menggeser maju tubuhnya hendak meraih laci meja riasnya.

"Eh eh ... Ngga boleh! Aku udah susah payah dandanin kamu biar Mas Dani klepek-klepek sama kamu kok mau ditutupi. Nggak!" cegah Safira seraya menarik kembali tubuh Adiva agar kembali duduk dan diam.

"Sekarang diem!" ancam Safira dengan serius. Adiva menghela napas panjang seraya membalas tatapan tajam Safira dari balik cermin tanpa mampu menolak.

Sejujurnya Adiva tidak akan pernah siap untuk menikah lagi. Tapi kedua orang tuanya sudah terlanjur menerima lamaran orang tua Dani sebulan yang lalu. Bahkan hingga detik ini dirinya belum pernah sekalipun bertemu dengan sosok Dani. Mereka hanya berkenalan melalui chat Whatshapp. Itu pun Adiva mau karena desakan dari semua orang terdekatnya. Dari obrolan mereka di chat Whatshapp Adiva bisa menilai jika laki-laki itu memiliki kepribadian yang menyenangkan. Adiva berharap calon imamnya ini nantinya yang akan mampu membimbingnya dengan baik seperti Azzam yang selalu mampu menentramkan hati dalam setiap tindak-tanduknya meskipun itu terdengar sangat mustahil. Karena di dunia ini tidak ada satupun manusia yang sama persis bahkan anak kembar sekalipun. Allah telah menciptakan makhluk-Nya dengan keunikan masing-masing. Tapi apa salahnya jika Adiva berharap sifat baik Azzam sedikit saja ada di dalam diri laki-laki yang akan menemani disisa usianya nanti.

"Fir, aku yang lamaran kenapa kamu yang sumringah sih?" kesal Adiva karena memperhatikan Safira yang terus saja tersenyum sembari bersenandung dengan riang. Sejak awal, Safira sangat antusias saat mengetahui dirinya setuju untuk menikah kembali.

"Iya iyalah seneng Div. Klo kamu cepet nikah berarti aku juga kan ikutan cepet nikah!" jawab Safira dengan santai.

Itulah salah satu alasan Safira mendesak Adiva agar segera menikah karena Farhan sudah mengatakan jika mereka akan menikah secara bersama nantinya. Seperti janji Adiva dan Safira dulu saat mereka masih berseragam putih abu-abu yang ingin menikah secara bersama. Janji yang jelas sudah dilupakan oleh Adiva.

"Kamu yang ngebet nikah ngapain aku yang dijadikan tumbalnya!" protes Adiva dengan mengerucutkan bibirnya.

Belum sempat Safira membalas sindiran Adiva saat tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar. Farhan berdiri di sana untuk memanggil mereka agar segera turun karena acara akan segera dimulai. Jantung Adiva mendadak berdebar kencang. Hatinya masih saja ingin memberontak agar acara ini bisa dibatalkan tapi untung saja logika Adiva masih cukup waras untuk tidak mematahkan harapan semua orang. Adiva beranjak dari tempat duduknya sembari menghela napas panjang. Lalu kembali menatap dirinya yang saat ini berdiri dengan berbalut gamis berbahan satin berpadu brukat. Pilihan warna nude yang lembut begitu memadu dengan kulit Adiva yang putih bersih.

Melihat tatapan sendu Adiva membuat Safira segera menggamit lengan sahabatnya tersebut. Jangan sampai Adiva merusak make up di wajahnya dengan air mata. Safira langsung saja menuntun Adiva ke luar dari kamar. Dengan membaca bismillah lalu dilanjutkan dengan bersholawat Adiva mulai menuruni anak tangga dengan menundukkan kepala. Yang Adiva bisa lakukan hanyalah memandangi kedua kakinya yang terus melangkah menuju ruang tamu. Sesuai permintaan Adiva maka acara lamaran ini hanya dihadiri oleh keluarga inti dari Dani dan Adiva serta para sesepuh dari kedua belah pihak.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang