🕯️ Prelude

736 49 4
                                    

"Tak adakah yang lebih gila dari ini, ha?!"

"Tidak ada. Kau yang mau ikut denganku ini pun sudah lebih dari gila, iya kan?"

Sang lawan bicara hanya mendengus, "Dan bisa-bisanya aku ikut dengan orang gila yang mencari buah pisang di malam hari hanya untuk melengkapi adonan kue,"

"Untuk itulah kau digaji, Sam" kekehnya sembari memelankan laju kuda, membuat Sam turut menyamakan langkah kuda di sampingnya.

"Berhenti!"

"Kenapa? Kita belum menemukan pisangnya."

"Tentu saja! Mana ada toko buah yang masih buka di jam segini!" Sam mendadak emosi, sabar pisan si akang kasep menghadapi sang nona majikan yang kini menatapnya heran.

"Lantas kenapa meminta berhenti? Kau tidak boleh pulang sebelum kita menemukan apa yang kita cari."

"Bukan kita, tapi kau." Balas Sam lirih.

"Apa?"

"Tidak. Aku hanya mendadak kebelet kencing." Sam turun dari kudanya.

"Ya sudah. Pergi sana! Tapi jangan lama,"

Tidak dijawab oleh Sam karena pria itu sudah setengah berlari menuju semak belukar di persimpangan jalan, menuntaskan hajatnya.

"Lama sekali. Kau kencing atau upacara kematian, sih?" Keluhnya begitu Sam kembali.

"Kau berisik sekali,"

Mereka memacu kuda kembali, kini berniat menuju kediaman keluarga Viscount yang terkenal memiliki kebun pisang yang setiap bulannya dipetik untuk keluarga kerajaan.

"Kutebak Nyonya Dyra tidak akan membukakan pintu. Ini sudah jam tidur semua orang, Nona Rael."

"Hm, jika iya, maka kau yang akan ku suruh menyelundup masuk ke kebun itu,"

"Hanya demi sesisir pisang? Tidak, terimakasih."

Raelyna hanya terkekeh. Melihat wajah sebal Sam adalah satu kesenangan tersendiri.

"Ayo kembali! Ini sudah larut malam. Aku mengantuk." Protes Sam, kudanya pun nampak oleng karena sang pengemudi terlihat tak fokus.

Raelyna hanya bisa menghembuskan nafas pasrah, "Hah, baiklah."

.....

"Berhenti!"

"Apalagi, Sam?"

"Kau tidak lihat yang tadi?" Sam menghentikan kudanya, membuat Raelyna melakukan hal yang sama.

"Apanya?"

"Coba toleh ke belakang!"

"Jangan menakuti ku, Sam! Hantu itu kan tidak ada!"

"Yang mengatakan ada hantu siapa memangnya?"

"Ya habisnya---" Raelyna menoleh, dan maniknya kemudian melebar seketika, sedetik kemudian ia tersenyum sangat lebar lantas memutar arah baliknya kudanya.

"Kan, sudah kubilang." Sam bersidekap dada, enggan memutar balik kudanya.

"Halo adik, berapa harga satu sisir pisang yang kau jual ini?" Rael menghampiri seorang... Anak laki-laki bersurai pirang yang berdiri di pinggir jalan, memeluk sekeranjang pisang.

Penglihatan Sam tidak salah, mereka memang akhirnya menemukan pisang yang dicari, tapi...

"Tunggu, Rael" cegah Sam.

"Heh, sejak kapan kau turun dari kuda?!" Rael kaget, tentu saja.

"Sejak Marquess Hans menghilang,"

"Jangan bercanda!"

"Aku tidak dalam situasi untuk bercanda." Jawab Sam, lalu ia beralih pada anak laki-laki yang menatapnya lurus, "Dan bocah, siapa kau? Apa mau mu, sedang apa dan kenapa ada di malam hari dengan sekeranjang pisang itu? Lalu, ada apa dengan---"

"Heh, kau seperti hakim di persidangan saja. Jangan bertanya aneh begitu, kau menakutinya."

Sekilas Sam melirik anak itu, ekspresi wajah yang dipanggilnya bocak itu terlalu suram untuk dikatakan sedang ketakutan. Malah Sam yang bergidik, "Kau yakin anak ini adalah anak?"

"Apa maksudmu?" Rael mengabaikan kecurigaan Sam, lalu berjongkok menyamakan posisi dengan si bocah laki-laki, "Jadi, berapa harga pisang yang kau jual ini, dik?"

Tak ada jawaban.

"Dia hantu."

"Jangan bercanda lagi, Sam!"

Terdengar helaan nafas ringan dari anak laki-laki itu, lalu sebuah senyum manis terbit dari bilah bibir anak itu, membuat Rael memekik gemas dalam hati.

Anak ini manis sekali!

Tapi, bukan senyuman yang diinginkan Rael atas pertanyaannya, melainkan berapa harga pisang yang dijajakan nya.

Sebelum gadis itu bertanya lagi, sebuah suara perut keroncongan mengalihkan atensinya. Suara itu berasal dari perut si anak laki-laki, membuat Raelyna terkekeh lalu mengusap puncak kepala anak itu.

"Maukah ikut denganku sebentar, adik kecil? Kau lihat toko kue di ujung jalan itu?" Tunjuk nya pada bangunan berlantai dua di sisi barat jalan kota. "Toko itu milikku. Mampirlah sebentar untuk beberapa hidangan manis dan sekalian aku juga akan membeli beberapa pisang mu,"

Ragu, namun pada akhirnya tangan kecil yang berhiaskan memar itu meraih uluran tangan Sang puan, lalu raut mungil itu berganti datar seiring langkah kuda yang berbalik arah berpacu cepat.

Sam yang sempat melihat itu, hendak buka suara namun urung kala laju kuda milik Rael berpacu tergesa, menimbulkan sejuta risau di benak Sam hingga akhirnya pria itu menyusul dengan pikiran yang dipenuhi tanda tanya.

__________________________

THE DUKE'S PÂTISSIER
___________________________


Sam Clifford

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sam Clifford

THE DUKE'S PÂTISSIER✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang