22🕯️Duchess

72 13 1
                                    

"Chris, Kau marah?"

"Tidak."

"Kau marah," tandas Rael.

"Tidak."

"Kau marah," ulang Rael lagi.

"Iya, aku marah, memangnya kenapa?!" Suara tinggi Chris berhasil membuat Rael tersentak.

"Apa hanya karena aku menjenguk Angelo?"

"Hanya? Rael, kau sedang bersama seorang pria dewasa di sebuah rumah yang di mana hanya ada kalian berdua di dalamnya!"

"Angelo sakit, aku hanya datang menjenguk dan membiarkannya bubur agar dia merasa lebih baik,"

"Haruskah dengan menyuapinya?"

"Eh, kau tahu darimana?"

"Sendok yang kau pegang dan pria itu yang tersenyum manis, aku sudah bisa membaca semuanya." Jengkel Chris bukan main.

Rael beringsut mendekati Chris, anak itu beralih duduk di sofa, tidak mau dekat-dekat dengan Rael.

"Tapi Chris, bagaimana bisa kau di sana? Maksudku bisa berada di rumah Angelo,"

"Aku mengikuti mu. Pegawai mu bilang kau pergi ke desa Perchy tuk membeli kayu sebagai bahan pintu baru dan ketika aku sampai di sana, aku melihatmu berada di stan penjual buah," jelas Chris.

"Oh, begitu."

Chris meliriknya singkat. Hanya oh? Respon Rael terlalu datar, pikirnya.

"Aku punya kue lemon di meja pantry. Apa Marty sudah memberitahu mu?"

Chris diam saja, sungguh, ia masih kesal.

"Chris?"

"Chris..."

"Baiklah, jika kau marah aku juga bisa marah."

Chris mengerutkan kening, apa maksudnya?

Melihat Chris yang terpancing, Rael melanjutkan, "Aku sangat marah sebenarnya, tepatnya waktu aku menjenguk Sam di sel nya, aku bertemu pria yang merupakan Grand Duke dari Laven dengan warna mata, rambut yang serupa, itu mengingatkanku denganmu."

Jantung Chris seperti pukul seketika, ia kaget luar biasa. Bagaimana jika Rael curiga?

"Dan apa kau tahu? Parahnya pria itu mengatakan omong kosong dengan mengaku sebagai kekasihku, aku ingin marah di sana dan memakinya, tapi itu tidak mungkin, dia adalah seorang grand duke dan juga, ada putra mahkota dan pangeran kedua dari Laven waktu itu, ditambah Duke Steven."

"Kau ingin mengatakan dia mirip denganku?"

Rael mengangguk, "Bahkan namanya persis dengan mu,"

"Rael," panggil Chris.

"Ya?"

"Aku..."

"Aku apa?" Rael bertanya.

"Tidak. Tidak ada. Lupakan."

"Kau selalu begitu," gerutu Rael. "...apa kau masih marah padaku?"

Sedetik kemudian Chris memasang senyum terbaiknya, "Tidak, tidak lagi."

"Hah, syukurlah. Ku pikir aku akan makan malam sendirian kali ini."

Chris mengulas senyum tipis, menatap netra Rael yang terlihat lebih berbinar dari biasanya.

"Rael, apa kau menyukainya?"

"Hah? Menyukai apa?"

"Pria itu" sahut Chris. "Pria bersurai merah muda, Angelo. Apa kau menyukainya?"

Melihat Rael yang terdiam dan tak menjawab, membuat Chris menyesal, seharusnya ia tak bertanya.

....

"Tuan duke, anda terlalu ceroboh. Sebagai orang yang sama memiliki sihir, tidak seharusnya anda menyalahgunakan sihir pada seorang gadis seperti itu,"

"Aku tidak butuh ceramah mu. Aku tidak akan meminta maaf karena aku tak menyesalinya," pungkas Chris, menatap datar Sean yang datang berkunjung ke kastel nya.

Sean meraih kue kering coklat yang dihidangkan untuknya, memakannya dalam sekali suapan, "Mm, kue ini enak sekali. Kekasihmu selain cantik rupanya pintar dalam memasak,"

"Dia bukan kekasihku," dingin Chris.

Sean mengerjap, ia menyadari grand duke di hadapannya ini dalam suasana hati yang buruk.

Ketika dalam suasana hati baik, Chris akan menggunakan bahasa formal nya dan memanggil Sean dengan sebutan Yang mulia, tapi tidak jika dia sedang berada dalam badai asmara.

"Tempo lalu kau mengatakan dia adalah kekasihmu, membuatku harus berdalih dan tertawa canggung di hadapan Arthur sialan itu."

Diam saja, Chris mengabaikan Sean hingga pria itu menghela nafas.

"Tuan duke, anda sepertinya memerlukan istri. Kau bisa lihat, kastel Wellington sangatlah sepi tanpa warna dan serbuk sari." Kata Sean, mencomot satu kue lagi.

Chris memicingkan mata, Sean yang dikenalnya tak pernah melankolis seperti ini, "Kau tidak seperti biasanya. Kenapa begitu peduli pada urusan pribadiku? Setahuku kau adalah pria yang dingin jika itu berurusan dengan asmara,"

Sean tertawa, entah dimana letak lucunya, "Tuan duke, anda hanya melihat apa yang kebanyakan dilihat dari stigma istana. Sesungguhnya aku tidak separah itu."

"Dan?"

"Dan kau tahu, aku iri padamu."

"Apa yang membuatmu iri dariku?"

"Sebagai bangsawan, kau masih bisa memilih siapa wanita mu, tak peduli jika ia adalah rakyat biasa, tapi aku? Untuk sekelas pangeran, kami harus menikah dengan seorang putri dari kerajaan lain untuk menjaga kemurnian garis royal keturunan. Itu aturan tak tertulis yang mutlak di Laven."

"Jadi, kau ingin mengatakan sebenarnya kau mendambakan asmara yang hangat dan normal seperti pangeran dan Cinderella?"

Sean mengulum senyum, "Tidak juga, aku benci kisah Cinderella."

"Aku mengerti," ucap Chris. "...kau yang acuh dengan urusan asmara sebenarnya bukan tidak tertarik dengan cinta, tapi kau sebenarnya mendambakan kisah Romeo dan Juliet nya?"

Wajah Sean menjadi muram seketika, "Tidak, tentu saja. Aku benci endingnya."

"Hah, terserah mu saja."

"Tapi tuan duke, ku sarankan kau segera mendekatinya dan menyatakan cinta, kau tahu gadis itu pasti bisa kapan saja jadi rebutan para pria di luar sana, untuk sekelas putra mahkota saja dia bisa menggaet hatinya, apalagi bangsawan biasa." Ujar Sean, mengundang tatapan rumit Chris padanya.

"...kastel ini rasanya hampa hanya dengan seorang grand Duke tanpa duchess nya."

_______________________

TO BE CONTINUE
_______________________

THE DUKE'S PÂTISSIER✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang