86🕯️Hati yang Hancur

31 6 0
                                    

"Kau masih saja egois!"

Chris menggeleng, "Aku melakukannya demi pernikahan ini. Demi balasan cintamu yang segenap jiwa ku jaga. Aku tak ingin kehilangan itu. Aku tak ingin kehilanganmu, Rael."

"Itu takkan mengubah fakta bahwa kau membohongi ku. Kau tahu? Aku paling benci pembohong!" Teriak Rael.

Chris merasa lemas, Rael bersikukuh dengan kepergiannya.

"Hanley, tahan dia!" Titah Chris pada Hanley yang baru saja masuk---seperti berlari karena terburu.

Hanley dengan reflek, sigap mematuhi perintah tuannya.

"Nyonya Rael, anda dilarang keluar dari kediaman Wellington."

"Persetan! Menyingkir dari jalanku!"

"Kau tak boleh pergi!" Chris memblokade jalur gerbang utama dengan para pasukan yang berbaris menghalangi akses keluar.

"Sekarang ini yang kau lakukan?"

"Rael, tidakkah kau mengerti? Semua ini kulakukan demi dirimu, demi kita, demi pernikahan ini."

"Mengerti? Kau berharap aku mengerti dan memaklumi kebohongan besar yang telah kau lakukan padaku selama ini?!" Nada Rael kian meninggi, membuat denyutan hebat di sanubari Chris.

Chris menjatuhkan lututnya di atas tanah, memohon pada Sang istri, "Ku mohon, jangan pergi. Jangan tinggalkan aku. Jangan akhiri cinta ini."

Pria yang mereka kenal dingin, kaku dan penuh wibawa, hari itu di bawah langit yang mendung, berlutut dan menangis di hadapan sang istri. Memohon atas maaf yang tak bisa dibeli.

Rael seperti terkena serangan jantung, Chris tak pernah begini. Membuang semua ego dan harga diri demi berlutut di depannya, terlebih dengan air mata dan sirat memohon itu yang disaksikan semua orang---Hanley, pelayan wanita, para pasukan dan pengawal Wellington yang setia.

Apa yang harus Rael perbuat demi memenangkan situasi ini?

"Bangunlah!"

Chris bergeming, masih berlutut memohon pengampunan.

"Kubilang bangun, Chris!"

"Tidak sebelum kau memaafkan ku,"

Rael mendengus, "Kau pikir semudah itu, secepat itu? Sekarang aku tanya, berapa lama waktu yang berlalu dalam kurun kau membohongiku? Sehari? Seminggu? Sebulan? Nyatanya lebih dari itu dan kau ingin aku memberi maaf setelah semua yang berlalu?"

"...kau pikir ketika kau mengungkapkannya bertepatan dengan hari penobatan dan pesta rakyat Laven bisa memengaruhi perasanku agar mau maklum atas kebohongan mu, hm?"

Chris menggeleng, bukan begitu maksudnya.

"Aku tidak ingin kau mendengarnya dari orang lain atau kau akan semakin salah paham dan murka padaku. Aku---"

"Hentikan! Aku tak ingin mendengar apapun lagi darimu," Rael mengangkat sebelah tangannya.

"Rael, kumohon..." Pria itu meraih ujung gaun istrinya. Terlihat sangat menyedihkan.

Chris yang memohon maaf, meminta pengampunan. Berusaha mempertahankan ikatan mereka dalam tali yang disebut pernikahan.

"Beri aku waktu. Aku perlu sendiri sebelum menata ulang hati." Finalnya, membuat tangis Chris lebih deras lagi.

....

"Aku tak ingin bertanya apa yang terjadi, tapi melihat wajahmu dan adikku yang sama-sama sembab, sepertinya telah terjadi pertengkaran yang hebat di sini. Terimakasih atas suratnya yang membuatku menjatuhkan gelas teh dan bergegas berkuda kemari," Tak tanggung-tanggung, Rafael berujar sarkas setelah menyaksikan Rael yang masuk ke kereta kuda yang dibawanya khusus dari Zenia.

"Yang mulia raja, ini merupakan salah saya, tapi Rael tidak seharusnya---"

Rafael mengangkat tangan, tak mengizinkan Chris bicara.

"Tentu saja kau yang salah. Perempuan selalu benar apapun konteksnya, jadi, jangan mencoba bernegosiasi karena aku tak menerima bujuk rayu apapun, tuan grand duke."

"Tapi---"

"Setelah air mata itu membanjiri wajahnya, kau tak ku perkenankan berbicara, apalagi mencari pembelaan dari pertengkaran kalian," Tegas Rafael.

Chris benar-benar dibuat bungkam oleh titah mutlak sang raja muda. Pria itu hanya menatap Rafael berani dengan wajah melasnya.

"Ew, tatapan anak kucing seperti itu tak mempan padaku. Kau membuatku jijik," kata Rafael.

"Yang mulia---"

"Perintahku adalah mutlak, tuan duke. Jadi, mulai hari ini Rael akan tinggal di istana Zenia sampai batas waktu yang belum ditentukan hingga hatinya membaik dan bisa memaafkan mu, maka kau boleh datang menjemput dan membawanya pulang." Final Rafael yang tak bisa dibantah.

"Tapi..." Lirih Chris pelan.

"Apa? " Sahut Rafael ketus.

"Bisakah aku mengecup keningnya sebelum kalian benar-benar membawanya pergi? " Kali ini, nada Chris terdengar lemah dan putus asa.

Rael menyaksikannya, bagaimana mata itu masih menatapnya penuh cinta namun sendu.

Sementara Rafael terdengar menghela nafas, lalu berbalik sembari bersidekap dada, "Cepatlah!"

"Rael," Chris mendekati istrinya, tanpa meminta izin lagi, ia dekap erat sosok yang masih marah padanya itu, diiringi kecupan lamat pada kening sang hawa.

"Aku mencintaimu, Rael. Sangat mencintaimu,"

Saat itu juga, pecahlah tangis Rael karenanya.

_______________________

TO BE CONTINUE
________________________

THE DUKE'S PÂTISSIER✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang