73🕯️Kursi Terkutuk

38 8 3
                                    

"Izinkan saya memberikan pendapat,"

"Silahkan, kepala dewan pertahanan."

"Menurut saya, jika Yang mulia pangeran naik takhta, itu agak melenceng dari aturan yang mana selagi putri mahkota masih hidup dan sehat, takhta itu tidak dibenarkan untuk diserahkan sekalipun dengan sukarela."

"Kau benar, kepala dewan pertahanan, tapi masalahnya, kakak ku lah yang tak mau memenuhi syarat yang seharusnya sebelum prosesi pengambilan takhta." Sahut Sean.

"Bukankah kau juga sama? Kau bahkan ingin menikahi gadis biasa dalam hal ini," balas Safiya kesal.

"Begini, Yang mulia," suara kepala dewan pertahanan. "Mengingat anda adalah satu-satunya garis keturunan yang terlahir dengan sihir, itu akan menimbulkan banyak kontroversi di kalangan rakyat dan kerajaan-kerajaan lain jika anda yang menduduki kursi raja. Kita semua tahu bahwa---"

"Bahwa seorang pemimpin negeri harus bersih dari segala macam hal termasuk sihir?" Potong Sean.

Pria tua itu mengangguk takut, tapi tetap menjaga wibawanya di meja rapat.

"Tapi kita bisa terus merahasiakannya seperti yang kita lakukan sejak Yang mulia pangeran lahir hingga sekarang," suara perdana menteri.

"Maaf menyela, tapi mau sampai kapan? Semua akan tahu kebenarannya dan keselamatan Yang mulia pangeran akan menjadi terancam jika beliau benar-benar naik takhta, karena  seperti yang kita tahu, kekaisaran melarang keras kerajaan dibawahnya memiliki garis kepimpinan yang terlahir dengan sihir," Seorang kepala dewan ketatanegaraan yang dari tadi hanya diam, akhirnya buka suara.

"Lantas bagaimana dengan putra mahkota Revian dari Xylon? Bukankah dia juga calon raja  yang memiliki sihir?" Bantah Sean.

"Beliau tidak terlahir dengan sihir, Yang mulia. Putra mahkota Revian mempelajari sihir dan itu hanya sebatas sihir dasar yang diperlukan dalam berperang."

"Kau kalah, Sean. Akui saja. Pada akhirnya kau memang tidak ditakdirkan menyentuh kursi itu," Safiya menyerobot perdebatan.

"Aku tidak masalah," Sean mengangkat bahunya. "Aku masih bisa mendapatkan yang kuinginkan termasuk menikahi gadis yang kucintai terlepas dari status apapun itu, takhta hanyalah sarana agar lebih bisa leluasa dan aku tidak benar-benar membutuhkannya."

"Mau kemana kau?" Tanya Safiya melihat Sean bangkit begitu saja.

"Rapat hari ini selesai sampai di sini, kakak ku yang akan naik takhta dan menikah dengan salah pangeran Axyius, setuju ataupun tidak."

"Kau tidak punya kuasa untuk itu!" Safiya menggebrak meja.

"Memang, tapi coba tanyakan pada mereka, opsi mana yang lebih baik di antara semua pangeran di bawah kekaisaran yang patut menjadi pendamping mu!" Sean menunjuk semua anggota rapat dengan sorot mata tajamnya.

Dan hal itu, membuat Safiya diam, tak berkutik seketika.

....

"Apa itu?"

"Surat dari Hanley,"

"Apa?! Apa ada hal mendesak yang terjadi di kastel selama kau pergi?"

Chris menggeleng, "Tidak, Sayang, Hanley hanya memberitahukan agar aku segera kembali karena hari ini istana Laven telah mengumumkan kematian raja dan ratu, lalu putri mahkota akan segera naik takhta."

"Bukannya pangeran Sean?"

"Ku harap juga begitu, tapi sepertinya ada hal besar yang terjadi hingga rencana si ungu itu berubah." Chris memotong kue coklat di piringnya menjadi dua bagian, lalu menyerahkan potongan satunya pada Rael.

"Lalu kapan prosesi penyerahan takhta?"

"Sepertinya sebulan kemudian, karena putri mahkota harus menikah terlebih dahulu dengan salah satu pangeran Axyius sebelum menduduki kursi ratu."

"Pangeran Axyius? Itu artinya antara Arthur dan---"

"Ya, tapi aku berani bertaruh Safiya jelas mengambil pangeran Edward sebagai pendamping,"

"Ah, begitu."

"Kenapa wajahmu seperti kecewa begitu?" Tanya Chris.

"Tidak."

"Kau kecewa,"

"Tidak, Chris. Aku hanya berpikir bahwa Arthur---"

"Kau memikirkan pria yang sudah menjadi mantan kekasihmu itu?"

"Bukan begitu, setidaknya dengan Arthur menikah dengan putri mahkota, ia akan berhenti mengirimiku surat."

"Surat?!" Chris kaget, Rael sepertinya keceplosan.

"Tidak, maksudku---"

"Kau ingin menyangkal setelah mengatakannya?" Wajah Chris mulai memerah karena amarah yang berusaha ditahannya.

"Tidak, aku hanya---"

"Kapan? Sejak kapan dan kenapa aku tidak tahu sama sekali?"

"Itu hanya surat basa-basi yang berulang dengan isi serupa seperti menanyakan kabar dan semacamnya, Hanley mengantarkan surat itu padaku setiap pagi usai sarapan dan---"

"Hanley bahkan tahu tapi aku tidak?!"

"Chris, ini tak seperti yang kau pikirkan. Aku bahkan tak pernah membalas surat-surat itu," Rael ikut berdiri, meraih lengan Chris yang langsung ditepis oleh laki-laki itu.

Suara langkah kaki terdengar mendekat kemudian di halaman istana tempat di mana pasangan itu menikmati acara minum teh mereka.

"Aku sedang membaca buku di teras balkon kamarku yang tenang, tapi terganggu dengan suara nada-nada tinggi ipar ku yang satu ini. Jadi, bisa jelaskan pada Raja ini apa yang terjadi?" Rafael duduk dengan lancangnya di salah satu kursi, menanti jawaban yang terlontar dari salah satu sejoli.

____________________

TO BE CONTINUE
___________________


Sorry baru update sekarang 🙏 aku dah dpt kerja di luar daerah sejak lima hari yang lalu dan di sini tuh susah sinyal, makanya sulit buat update.

Tenang aja, cerita ini bkl lanjut sampai tamat Karena aku dah punya draf banyak meski ga bkl tiap hari up kyk dulu.

THE DUKE'S PÂTISSIER✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang