Bab 6

5 1 0
                                    

Suasana tidak nyaman di kastel membuatku semakin sering menjelajah ke daerah-daerah baru yang cukup jauh selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Aku ingin melupakan kejadian terkait Elena dan kemarahan Felix serta saudara-saudara vampirku akibat perbuatanku malam itu. Malam ini, dalam salah satu perjalanan jauhku, aku berada di ibu kota, Alba Iulia, menghadiri pesta dikediaman seorang bangsawan. Seperti biasa, aku bisa hadir di tempat yang kuinginkan tanpa memerlukan undangan khusus. Para bangsawan dengan pakaian terbaik mereka tersenyum dan tertawa, memamerkan gigi mereka. Suara-suara bercampur aduk, memenuhi pendengaranku. Para wanita yang ada di tempat ini tampak begitu menawan dan penuh pesona, membuatku sulit mengalihkan pandangan. Hatiku terdorong untuk mengambil salah seorang dari mereka. Naluri vampirku seolah berbisik serak, menuntut penuh dahaga.

"Anda pasti salah satu tamu kehormatan Sándor Kendi," ujar seorang wanita, membuyarkan lamunanku.

Aku menoleh dan mengamati wajahnya yang cantik. Rambut pirangnya bagaikan emas berkilau. Senyumannya begitu indah.

"Itu benar," aku berbohong. "Nama saya Julian," aku memperkenalkan diri.

"Saya Margareta Avram."

Wanita ini tampak masih begitu muda dan menawan. Aku tergerak untuk mengecup jemarinya yang lentik. Dia tersenyum dengan mata berbinar penuh kedamaian, membuat hatiku dipenuhi rasa rindu yang menyiksa.

"Rasanya baru kali ini saya melihat Anda. Mungkin saya bisa memperkenalkan Anda kepada kenalan dan kerabat Sándor Kendi yang lain. Saya kenal dengan mereka semua."

"Terima kasih, mungkin lain waktu. Saya ingin sekali mengenal Anda lebih jauh," jawabku dengan sopan.

Wanita itu tersenyum. "Baiklah. Bagaimana jika saya menemani Anda melihat-lihat?"

"Terima kasih, Madam Margareta."

"Panggil saja Margareta," jawabnya sambil tertawa.

Kami pindah ke ruangan lain yang tidak kalah besar. Berbagai hidangan tersedia di sana. Seorang pelayan tengah sibuk mengatur gelas-gelas. Botol-botol anggur tersimpan rapi pada tempatnya. Beberapa pekerja berusaha keras menarik kandelir besar ke langit-langit. Margareta mengajakku melihat sejumlah lukisan yang tergantung pada satu-satunya dinding di ruangan.

"Lukisan ini melambangkan ketangguhan. Mana di antara keduanya yang lebih unggul?" ujar Margareta saat kami tiba di dekat sebuah lukisan. Dua ekor singa tampak sedang bertarung memperebutkan sepotong daging dalam lukisan tersebut.

"Pencahayaan dalam lukisan ini sangat bagus," aku menanggapi. "Tidak banyak pelukis yang memerhatikan hal tersebut. Biasanya mereka lebih menyukai hal-hal yang bersifat abstrak."

"Saya juga menyukai hal-hal yang bersifat abstrak. Dunia ini tidak harus selalu diisi oleh hal-hal yang nyata, bukan?"

"Itu tidak mengapa, asalkan Anda tidak lupa bahwa kita hidup di dunia nyata."

"Benar. Keabstrakan dan khayalan bisa menjadi kelemahan kita. Tapi sewaktu-waktu juga dapat membawa kita kepada kebahagiaan."

"Menurut saya kebahagian sejati hanya dapat dirasakan di dunia nyata. Apakah Anda bahagia dengan khayalan Anda?"

"Saya tidak biasa berkhayal, tapi teman-teman saya sering melakukannya. Mereka tampak bahagia saat menceritakan khayalan-khayalan mereka."

"Itu kebahagiaan semu," kataku tegas. "Mereka berharap semua khayalan tersebut menjadi kenyataan. Saat harapan tidak terwujud, mereka akan kecewa."

"Apakah Anda pernah merasa kecewa seperti itu, Tuan Julian?"

Aku terdiam sejenak sambil menatap kedua matanya. "Saya sendiri tidak begitu yakin apakah saya memiliki harapan atau tidak," kataku akhirnya. "Kehidupan saya dikelilingi oleh keraguan. Saya selalu melihat sesuatu secara samar-samar."

Menyeberang ke Kegelapan, Kisah KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang