Bab 3

5 1 0
                                    

Aku menarik napas panjang, mengembalikan pikiranku dari dunia mengerikan yang diceritakannya. Larisa menunduk memerhatikan jemarinya sebentar lalu mendongak menunggu tanggapanku.

"Sekarang aku mengerti mengapa kadang-kadang sikapmu sulit dipahami. Sepertinya kejadian itu membuatmu tertekan."

"Tapi bukan hanya kejadian itu yang membuatku tertekan," bantah Larisa.

"Berapa lama kau tinggal di panti itu?"

"Cukup lama. Dan aku sangat menikmatinya. Suasana dan kesibukan di sana membantuku melupakan kejadian tersebut. Anak-anak di panti itu juga manis sekali. Aku sering menceritakan dongeng saat mereka akan tidur."

"Lalu bagaimana kau bertemu dengan Felix?"

"Mengapa kau bertanya tentang itu?" tanya Larisa dengan air muka kesal. "Kukira kau hanya mau mendengar tentang Count Koppány."

"Maafkan aku, tapi kau jarang sekali bisa kutemui."

"Itu karena kau sering menghilang."

"Maksudmu?"

"Jangan pura-pura bingung. Kau sering mengintai saudara-saudara kita saat mereka berburu, bukan? Kenapa kau melakukan itu?"

"Itu bukan urusanmu."

"Memangnya cuma kau yang boleh punya rasa ingin tahu?" balas Larisa kesal.

"Bukan begitu. Maafkan aku. Kau benar, aku memang sering mengintai mereka. Tapi aku tak punya maksud apa-apa. Aku cuma ingin mempelajari sesuatu."

"Mempelajari cara-cara membunuh manusia, begitu?"

"Ya, begitulah," jawabku.

"Kau memang unik, Julian. Sejak pertama kali kau hadir di keluarga ini, aku sudah melihat tanda-tanda keunikanmu. Kau berasal dari golongan terhormat. Kau dapat dipercaya, karena itulah Master Felix memercayaimu untuk menggantikan Alexis. Kau memiliki rasa ingin tahu yang besar. Kau bahkan ingin tahu apa yang menyebabkan kami bersedia dibawa menyeberang. Itu yang ingin kau dengar dariku, bukan?"

Ternyata Larisa bukanlah vampir bodoh seperti yang kukira. Malah sebaliknya, dia itu cerdas. "Itu benar," jawabku. "Tapi kalau kau keberatan, aku akan pergi."

"Jangan! Sebenarnya aku memang mau bercerita. Aku hanya senang mengganggumu." Larisa memandang boneka kayunya. "Aku masih ingat wajah anak yang pernah memiliki boneka itu. Manis sekali, mirip salah satu gadis cilik di panti." Kemudian dia mendongak dan memandangku. "Tapi kau ingin tahu mengenai pertemuanku dengan Master Felix."

***

Master Felix datang ke panti sekitar lima bulan sejak kejadian itu. Kukira dia hanya seorang kawan yang sekadar berkunjung. Penampilannya menarik dan sikapnya seperti bangsawan, sangat sopan dan ramah. Dia meminta izin untuk menginap karena memang di daerah itu hampir tidak ada penginapan.

'Saya hanya seorang pengembara,' kata Felix dengan sopan. 'Saya datang dari negeri jauh. Saya telah mengarungi lautan, melintasi banyak negeri, dan bertemu banyak orang dari berbagai kalangan. Saya perlu tempat istirahat barang satu malam. Saya akan sangat berterima kasih jika Anda mau menerima saya.'

Begitulah kata-kata Master Felix seingatku. Theresa memintaku membuatkan minuman. Master Felix menolak, tapi Theresa berkata bahwa dirinya yang tua akan merasa senang jika ada yang bersedia menerima kebaikannya. Ketika aku meletakkan minuman di depan Master Felix, mendadak sekujur tubuhku dirambati perasaan ngeri. Aku merasa dia berbeda dari kami.

Wajahnya putih dan halus seperti lilin yang mengeras, seperti wajah kita sekarang. Sorot matanya sangat tajam. Pakaiannya serba hitam. Master Felix menatapku dengan penuh hasrat, membuatku bergidik. Theresa tidak menyadarinya. Aku mundur dan kembali ke dapur dengan jantung berdebar kencang. Penampilan Master Felix persis seperti makhluk-makhuk yang menyengsarakanku. Wajah Count Árpád Koppány terbayang kembali di mataku. Aku berdoa sepenuh hati agar dia segera pergi meninggalkan kami, selamanya.

Menyeberang ke Kegelapan, Kisah KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang