[🎄] Dua Puluh Tujuh Hari

535 82 7
                                    

Story by:

rivaers-
























Pukul tiga dini hari, dia dapati Christ merenung. Mobilnya dijadikan sandaran selama ia menyesap puntung rokok yang di apitnya. Satu punting rokok yang nyaris mati tergeletak persis di sebelah ujung sepatunya. Tidak ada bintang malam itu. Sunyi masih dia sesapi walau spasi kosong di tepi Chris telah dia isi.

"Seung──"

"Mati-matian gue hindari percakapan ini seminggu terakhir, Christ," yang di panggil menyambar. "Gue nahan diri buat ga nanya, apa maksud ciuman kita di konser The 1975 bulan lalu. Tapi gua akan tanya. Apa itu berarti sesuatu buat kita?"

Satu helaan napas dari Christ dan dia menahan air matanya,

"Nggak, Seung."

Musim panas selalu menyimpan cerita dan untuk Seungmin kisah itu dihadiahkan semesta dalam wujud Christopher Bang, tetapi dia juga tahu, bahwa saat daun gugur dan salju turun nanti, aka nada yang pergi. Akan ada yang mati, dan yang Seungmin lakukan adalah menggali kuburannya sendiri.

Ia tahu ia yang sedang sekarat di sini.

"Gue punya Eunbi, Seung. Gua kayak tornado waktu itu. Dan nggak seharusnya Eunbi liat gua di saat gua paling kacau. She deserves the best in everything. Jadi gua lari. Yang berakhir bawa gue ke lo dan gua pikir lo mengerti kalau gue nggak lebih dari piramida kekacauan yang cari halte berhenti. Lu paham destinasi kita udah beda dari awal."

Dan memang selalunya berjalan seperti ini.

Christ meraih ranum Seungmin dalam hangat ciumnya dan petak petak torsonya tersibak lanskap untuk sentuh milik Christ. Tetapi masih ada realita yang sedang susah payah Seungmin ingkari. Kenyataan bahwa hanya dia yang jatuh.

"Seung, gue ngak mau kita begini lagi."

Apakah memang akhirnya harus begini?

Perpisahan tak lebih dari bom waktu yang berhitung mundur sebelu akhirnya meledak. Christ tenang memandangi percik apinya dari jauh tanpa tahu tiap letup lelatu itu mengejar Seungmin. Ia berjuang menghindari sulur api tetapi semakin jauh Seungmin berlari, semakin Seungmin mengerti betapa sia-sia upaya ini.

"Gua punya Eunbi, Seung."

Tetap seungmin yang akhirnya hangus terbakar.

Pukul tiga dini hari.

Ia masih berusia tujuh tahun ketika terjaga sepagi ini demi baca buku dongeng dan menemukan satu cerita tentang bintang Altair dan Vega yang saling cinta. Kutukan mengurai taut mereka, kasih dipisah sungai raksasa. Deneb hadir sebagau sang teman setia, kala musim panas datang, ia mengantar Altair melewati jejak kering sungai dan jalan susu dan batu-batu angkasa, kepada Vega.

Ia berusia dua puluh empat tahun ketika menjatuhkan hatinya untuk lelaki yang lebih terang dari bintang musim panas, ia mencintai lelakinya kepayahan seperti madu yang tak kenal tenggang masa untuk kadaluarsa. Selamanya terdengar tidak tergapai tapi dia tahu, tak peduli berapa juta detik yang dia punya, dia tidak pernah bisa menjadi Vega untuknya.

Malam itu tawanya sumbang dan tapaknya gamang. Dunia sedang tidur, dan dia sibuk menyaksikan hatinya hancur.

"Maaf, Seung."

"Buat apa?" dia mengecap pahit di lidah, "You were not mine to lose, afterall. I should've knew I never stood a freaking chance, Christ"

❆❆❆

Aturan nomor satu: tidak ada jatuh cinta.

Seungmin menyumpahi dirinya sendiri. Langit langit kamar pasti tertawa andai ia mampu berbicara. Selimut yang ia pakai terlalu tipis dan kecil untuk menutupi rasa yang mendera.

Bagaimana bisa, Bang? Katakan, bagaimana agar aku tidak jatuh cinta?

Sudah dua puluh tujuh hari sejak ia dan Christ resmi mengakhiri semuanya, tapi sampai detik ini tidak ada keinginan untuk melupakan lelaki itu. Jika cinta adalah main judi, maka saat ini Seungmin sudah menyerahkan semua yang ia punya.

Karena semuanya murni pertaruhan. Dari awal.

Bicara soal probabilitas, Christ adalah manifestasi atas ketidakpastian yang selalu Seungmin aminkan. Meski doa-doanya sama sia-sianya dengan menjaring garam di lautan, lebih percuma dari mencari jarum di dalam tumpuk jerami.

Pertaruhan itu, ia mengerti, memang tidak seharusnya ia menangkan. Sejak awal. Walau Christ merengkuhnya lebih hati-hati dari ukiran kaca. Walau Christ menggores inci-inci wujudnya dengan ciumannya yang kelewat lembut dan memuja, seperti dirinya adalah kanvas bebas yang akan ia torehkan tinta terbaiknya untuk hasilkan mahakarya.

Tetapi Christ tidak pernah menjadi pelukis, Seung.

Seungmin terlena.

Christopher Bang menemukan rumah yang selalu dicarinya.

Rumah itu bukan Seungmin Kim.

Bukan dia.

Dia kalah oleh pertaruhan yang ia mulai, ia terjun bebas dan terjerembab.

Tapi bahkan ketika cintanya dihempaskan, Seungmin masih mencoba mengubah akhir kisahnya. Sebab tatap itu masih sanggup menenggelamkannya walau kata pisah sudah dipinta. Tapi pisah itu, untuk kebahagian Christ pada akhirnya, kan? Lalu bisa apa Seungmin? Seharusnya detik ini juga ia tidak perlu meratapi sisa-sisa asa untuk kasih yang telah runyam dikecup ego manusia.

"Christ, aku masih cinta. Aku tidak mau punya akhir kalau itu dengamu."

Pukul dua tepat dini hari.

Ponselnya berdering keras. Melirik sekilas untuk mendapati nama Christ tertera di layar. Tangan ringkihnya mengambil gesit ponsel itu, mengangkatnya ke telinga dan menghela napas lega ketika kembali ia dengar suara berat itu.

"Seung, in another life, would you still love me?"

Seungmin mengangguk agresif, tidak dapat Christ lihat tapi Christ tahu jawabannya ketika pendengarannya di ujung sana mendapati isakan yang lebih kecil.

"Would you, Christ?"

"I would."

"That's more than enough. So, can I go now?"

Napasnya tercekat di ujung telepon, Seungmin menatap gemerlap kota dari jendela. Air mata menetes perlahan bersamaan dengan hatinya yang kepayahan menggali pundi cinta yang sebelumnya berserakan di mana-mana.

"Promise me one thing, dear."

Lengkungan tipis terbit di wajah pucatnya, menunggu Christ menyelesaikan kalimat apapun yang ia ingin katakan.

"Be happy, see you there. Wait for me, yeah?"

"Always.'

❆❆❆

Eunbi tergeletak tidak bernyawa di dalam bathtub. Sedangkan Christ tersenyum kecil, memainkan air yang kemudian berubah warna menjadi merah pekat. Atemsinya teralihkan dengan suara televisi yag nyaring memasuki gendang telinga.

"Oh, itu Seungmin, Bi." Christ terkekeh, mengelus pipi halus wanitanya sebelum menggerakan kedua tungkainya mendekati mejanya. Pipi pemuda yang bertorehkan darah itu mengembang, senyumnya terbit.



























"Seorang mahasiswa jatuh dari apartment dengan ketinggian 12 meter."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[6] December to Remember✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang