21⚡Rumah Malam

83 13 7
                                    

Happy reading!✨

Aku meninju pelan perut Aby, hingga akhirnya dia mau berhenti tertawa. Memang benar, sih. Si bendahara Istana ini memang botak. Aku juga tertawa saat Starla menunjukkan fotonya kepadaku tadi siang. Tapi kalo tertawanya di saat seperti ini kan nggak lucu!

Kuberikan tatapan mematikan kepadanya, lalu mengalihkan pandangan kesegala arah dimana orang-orang masih melihat kami dengan tatapan mengerikan mereka.

"Maafkan temanku ini," ucapku sambil menunduk, pura-pura minta maaf. Semua orang pun kembali ke aktivitasnya semula dan meninggalkan kami.

"Jangan tertawa di saat seperti ini, oke?"
Aku mendelik lagi ke arahnya, tapi dia hanya menutup mulutnya yang sepertinya masih menahan tawa.

"Tapi, dia sangat lucu."
Aku tidak pernah mengira aby yang selalu mementingkan image-nya malah tertawa seperti ini.

"Siapa yang lucu?"
Sebelum aku bisa menjawab, suara seseorang di belakangku sudah mengagetkanku duluan. Aku melirik sedikit, melihat wajah si bendahara istana di belakangku.

"Ah, begini Tuan. Dia tadi melawak, jadi aku tertawa," ucap Aby dengan gaya coolnya. Lah, bukannya tadi masih menahan tawa yak?
Cepat sekali dia mengubah ekspresinya.

Aku berbalik dan melihatnya bersama para prajurit yang ada di belakangnya, hm... kira-kira sekitar sepuluh orang prajurit.

"Iya, benar sekali."
Aku tertawa canggung sambil mendongak ke arah Aby yang tersenyum melihatku.

"Hmp... aku mendengar kabar bahwa kalian kesini sebagai tamu yang mulia Raja Taeyang. Kalau boleh tau, kalian ada urusan apa hingga yang mulia mengirim kalian kesini?"

Aku menghentikan tawaku saat si botak menatapku dengan wajah sangarnya. Aku melirik lagi ke arah Aby, meminta jawaban.

"Kami mendapat penghargaan dari Raja secara khusus," ucapnya santai. Dan aku hanya bisa menganggukkan kepalaku mendengar alasan bagus yang diberikan oleh Aby.

"Tuan, Yang mulia sudah memanggil kami. Apa kami boleh pergi sekarang?"
Sungguh, aku ingin serius agar misi ini cepat selesai.

"Tentu saja, silahkan."
Dia memberikan akses jalan untuk kami berdua. Tanpa menunda lagi, aku membungkuk sedikit lalu menarik Aby menjauh dari kerumunan.

Hanya beberapa langkah saja. Setelah memastikan si botak sudah tidak memperhatikan kami, aku menggandeng tangan Aby dan menariknya ke sudut ruangan, untuk mengintip si botak dan para kawanannya.

"Kita harus berhati-hati dengan komplotan wanita itu."
Aku bisa mendengar percakapan mereka dari sini, walau samar-samar.

"Kami setuju, Tuan. Saya pernah mendengar rumor bahwa agen Roseanne adalah musuh kejahatan," ujar salah satu kawanannya. Aku mendengar dengan seksama setiap percakapan mereka, tanpa memedulikan Aby.

"Ah Tuan, saya baru ingat. Apa Tuan akan pergi ke rumah malam besok lusa?" Bawahannya itu bertanya lagi.

"Ya, tentu saja. Aku tidak akan melewatkan pertemuan antar bangsawan yang menguntungkan."
Setelah itu, aku mendengar dia terkekeh pelan.

Aku melirik mereka yang berjalan menjauh dari pandangan kami berdua. Aku bernapas lega, lalu memandang Aby yang memasang muka bingung.

"Apa yang kau pikirkan?" Aku menyenggol lengannya.

"Tidak, aku hanya berpikir tentang satu hal saja." Aku mengerutkan kening, penasaran.

"Apa itu?"

"Rumah malam."

Ah, benar juga.

*

*

Live In the MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang