S2 - Bab 3

36 7 1
                                    

"Heiyo, maaf terlambat. Semua sudah siap?" Aku menyapa Violet dan Aby yang tak jauh di depan sana.

Setelah pulang dari markas Roseanne tadi, aku dan Loreen bergegas untuk kembali. Untung saja kami tepat waktu datang ke sini.

Kalau tidak, mungkin kereta ini sudah hilang bersama Violet.

"Cepat naik," ujar Violet singkat. Aku cemberut sesaat, tapi menuruti perintahnya untuk masuk ke dalam kereta.

"Kak Anne," ujar seseorang menepuk punggungku.

Aku berbalik. Stella berdiri di belakangku dengan tampang yang dibuat polos seperti biasa. Dia memakai pakaian bangsawan mewah dan kalung berlian. Wih, colong gak nih?

"Namaku Rose, bukan Anne," ujarku singkat, tak minat sama sekali.

Dia tersenyum manis bagai di setrum lebah–Eh.

"Ah maaf. Kakak mau pergi kemana?" tanyanya, dan aku yakin itu cuma basa basi saja.

"Istana," timpalku singkat.

"Wah, kebetulan sekali. Kami juga mau pergi ke Istana."

Aku mengerutkan kening. Kami?

"Stella!" Aku sontak menoleh ketika sebuah teriakan memanggil nama gadis yang berdiri di depanku saat ini.

"Cepat naik!" teriaknya sekali lagi. Jiaelah Mak, jangan teriak teriak entar keseleo lidahnya.

"Sayang sekali aku ingin berbicara lebih lama denganmu, tapi Ibu sudah menyuruhku untuk menaiki kereta mahal yang ada di seberang sana. Kereta itu yang akan mengantar kami ke Istana." Dia menekankan kata 'mahal' saat mengatakannya.

"Sebagai bangsawan," lanjutnya dengan memberikan senyum miringnya kepadaku.

Terus apa urusannya sama aku, Mbak? Mau sebagai bangsawan, sebagai tamu, atau sebagai gelandangan juga sini gak peduli!

"Kau datang ke sana sebagai bangsawan, dan aku datang ke sana sebagai teman dari Pangeran," balasku penuh penekanan di kata 'teman'.

Aku berbalik, langsung naik ke kereta yang sudah ada Violet di dalamnya.

"Jalan Pak!" suruhku kepada pak kusir.

Kereta pun mulai melaju, melewati gerombolan Stella dan kerumunannya.

Aku memamerkan undangan khusus yang diberikan langsung oleh Pangeran Asher kemarin.

Dia tampak marah. Tak biasanya juga dia marah seperti itu. Tapi apa peduliku?

Asal dia tak berbuat ulah padaku, maka aku juga tidak akan berbuat ulah kepadanya. Sebaliknya, jika dia mau main main denganku, silakan saja. Dengan senang hati aku akan menerima permainannya.

*

*

*

Langit berganti warna menjadi merah jingga. Senja datang, dan sebentar lagi langit akan berubah warnanya. Setelah menempuh waktu hampir setengah hari, kereta yang mengantar mereka akhirnya sampai di Istana Kampage.

Mereka bertiga keluar dari kereta masing masing, lalu menunjukkan surat undangan kepada prajurit di luar gerbang.

Setelah menkonfirmasi bahwa undangan itu memang dari Kerajaan, mereka dipersilakan masuk ke dalam ruangan.

"Apa kita harus menyewa penginapan?" tanya Rose sembari memakan buah apel yang sempat ia petik di tengah perjalanan tadi.

"Kurasa Pangeran Asher sudah menyiapkan kamar," ujar Aby yang berada di sebelah kanannya, dengan merangkul bahu Rose dan memakan apelnya.

Live In the MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang