JKTS | Bagian Tiga

39 22 14
                                    

Hay yang bacaa🖐️

Sksd sksksksk

Bosan ya mampir ke sini?

Aku aja gak bosan-bosan di ghosting sama diaaaa><

Cakap-cakapnya cukup yaw

____________________________________

Selamat membacaaaa

Yang belum vote bab sebelumnya boleh di vote dulu yhaa








Ditemani malam yang tenang bertabur bintang-bintang, Kara begitu betah berlama-lama dengan laptopnya. Jemarinya pun terlihat sangat asyik menari-nari di atas papa keyboard. Hal itu benar-benar menyenangkan baginya, ketika suasana hatinya sedang baik ataupun tidak baik-baik saja, menulis merupakan jalan ninjanya untuk melepaskan kesedihannya.

Romeo take me somewhere we can be alone......

Ringtone-nya berbunyi. Nomor yang tidak dikenal. Ia tak ambil pusing dan langsung mengangkat telfon tersebut mana tau itu telpon penting.

“Hallo?”

Selang beberapa sekon sang penelepon baru membalas sapaan Kara.

“Iya, hallo.” Ujar seseorang di seberang telepon. Kalau dari suaranya, penelpon itu adalah seorang laki-laki.

“Maaf ini siapa, ya?” Tanya Kara sopan.

“Azel.”

Kara menjauhkan ponsel itu dari telinganya sambil bergidik. Untuk apa laki-laki itu menghubunginya malam-malam begini? Lalu mendekatkannya lagi.

“Kara? Kamu masih di sana?”

“Iya iya masih.” Jawab Kara gagap.

“Aku ganggu ya?”

“Nggak juga. Ngomong-ngomong ada apa kamu nelpon malem-malem?” Ujar Kara to the point.

“Nggak ada apa-apa sih sebenernya, cuma biar kita ada komunikasi aja.”

Untuk kedua kalinya Kara menjauhkan ponsel itu dari telinganya, basa-basi macam apa ini? Batinnya.

“Ouh gitu.” Namun ia tetap berusaha sopan.

“Ini udah malem lebih baik kamu istirahat jangan sampe kesiangan lagi.” Ujar Azel.

Meskipun sedikit strange, namun perlahan bibir Kara menyunggingkan sebuah senyuman.
“ Jangan lupa sarapan lagi, nanti sakit.” Ujar Azel sekali lagi.

Senyuman Kara semakin melebar, namun detak jantungnya biasa saja.
“Iya.” Jawabnya singkat.
Have a nice dream.” Bisik Azel pada teleponya.
Azel menutup telponnya. Dan Kara masih senyum-senyum sendiri. Tapi, bukannya tidur ia malah kembali ke laptopnya.


Cuaca pagi ini tidak begitu indah seperti kemarin. Mendung. Hal yang paling tidak disukai Kara. Ia benci hujan, karena anggapannya selepas mendung pasti hujan itulah penyebabnya ia juga benci mendung. Kara bergegas mencari kendaraan untuk pergi ke sekolah.
Ia bernapas lega karena masih sedikit siswa yang berada di sekolah, itu artinya ia tidak terlambat lagi. Saat berjalan di koridor, Kak Satria menghampirinya.

“Selamat pagi.” Sapanya.
“Pagi kak.” Kara menyunggingkan senyum ramahnya.
“Alhamdulillah nggak telat lagi.” Ujar Kak Satria.
“Hehe iya kak.”
“Duluan ya.” Kak Satria melenggang pergi.

Kara duduk di bangkunya dan menatap bangku sebelahnya. Kosong. Ia menghela napasnya dan duduk. Suara guntur mulai terdengar dan ia benci akan hal itu. Terpaksa Kara mengambil ponsel dan headset nya. Dengan memutar lagu kesukaannya membuat ia sedikit tenang. Dan sekilas ia melirik bangku sebelahnya. Masih kosong.

“Kemana Azel?” Batinnya. Seorang teman sekelasnya datang ke meja guru dan meletakkan sebuah amplop surat. Kara tak mau ambil pusing akan hal itu karena bel masuk telah bersenandung. Apel pagi tidak diadakan karena cuaca yang tidak mendukung. Dan mereka semua menunggu arahan selanjutnya dari pengurus OSIS yang bertugas.

Jika Kita Tak SemejaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang