Sekolah langsung dibubarkan sekitar satu jam setelah insiden kejatuhan Sofi, hal yang membuat Rylie sedikit lebih lega karena dia bisa langsung pulang. Dia tidak tahu apa jadinya kalau dia berlama-lama di sekolah sementara suasana sekolah sudah mulai tidak kondusif. Membuka ponsel saja sudah membuatnya ngeri karena ternyata ada beberapa siswa yang memotret Sofi saat masih berniat menjatuhkan diri dari atas sampai setelah tubuhnya terhempas ke tanah. Salah satu dari sekian hal lain yang membuat Rylie tidak nyaman untuk ada di sekolah hari ini. Selain karena dirinya mendadak merasa bersalah, tindakan seperti mengunggah hal mengerikan semacam itu rasanya kurang pantas untuk dilakukan. Hanya saja, dia jelas tidak akan bisa melarang orang lain melakukan hal semacam itu.
Rylie tidak membuang waktu untuk menghubungi papanya. Masalah semacam ini tidak akan bisa ditangani sendiri olehnya. Meminta tolong orang tuanya adalah pilihan yang paling bijak untuknya sekarang. Dan di sinilah dia sekarang, berhadapan langsung dengan pria yang sejak tadi terlihat berpikir serius.
Papanya tidak menakutkan. Bukan jenis ayah yang akan menekan anaknya atau memarahinya jika melakukan kesalahan. Hanya saja, Rylie sama sekali tidak bisa mengangkat kepala setelah menjelaskan semua hal yang menimpanya hari ini. Rasanya dia benar-benar bodoh, ceroboh dan bersalah.
"Maafin Rylie ya, Pa," katanya memecah keheningan sementara jemarinya saling memilin di atas pangkuan.
"Bukan masalah, Sayang. Sudah benar kok kalau kamu cerita sama Papa. Ada banyak hal yang enggak bisa anak-anak seusiamu pecahkan dan urus sendiri. Daripada kamu malah nanti lari ke hal -hal menyimpang maka lebih baik bilang sama Papa atau Mama, kami ada buat kamu."
Kata-kata bijak yang keluar dari mulut pria itu rasanya seperti siraman es. Dingin dan menenangkan serta bisa dipercaya. Setidaknya dengan masalah sebesar ini papanya tidak buru-buru menyalahkan. Papa justru memberikannya bahu untuk bersandar. Hal yang membuat Rylie benar-benar bersyukur terlahir jadi anak orang tuanya.
"Papa benar," katanya akhirnya.
"Jadi Sofi ini atau siapa ini sempat curhat ke akun instagram milikmu?"
"Iya, Pa. Rylie enggak ngomong apa-apa selain yang ada di situ."
"Hmm, Papa paham." Pria itu mengangguk lalu mengusap dagunya dengan tangannya yang bebas sementara tangan satunya masih memegang ponsel milik Rylie.
"Menurut Papa gimana?" tanya Rylie lagi dengan nada tidak sabar.
"Sepanjang yang kamu ceritakan ini benar dan kamu enggak ngomong hal lain atau berinteraksi secara langsung maka seharusnya bukan masalah."
"Iya, Rylie enggak ngapa-ngapain selain bertukar pesan di instagram, Pa!" tegasnya. "Papa percaya sama Rylie, kan?"
Pria itu mendongak lalu menatap Rylie. Sorot matanya melembut dan bibirnya menenun senyuman. "Iya, Papa percaya. Tapi, buat jaga-jaga Papa hubungi Pak Handoko dulu."
"Iya, Pa," sahut Rylie sambil mengangguk.
Papanya memutuskan untuk menghubungi pengacara maka ada kemungkinan kasus ini bergulir ke arah yang salah. Namun, Rylie sendiri sama sekali tidak mengenal gadis itu. Kalau memang Sofi yang ada di instagram dan Sofi yang melompat itu adalah orang yang sama maka yang dilakukannya hanya bertukar pesan, tidak lebih dari itu. Ya, dia tidak melakukan hal bodoh hingga mendorong orang lain untuk mengakhiri hidup.
"Apa akunnya Rylie hapus saja ya, Pa?" tanya Rylie setelah pria itu selesai menelepon.
"Biarkan saja begitu, lagi pula enggak ada penjelasan soal apa pun di percakapan kalian!" sahut Papa sambil menaruh ponselnya di atas meja.
"Iya, Pa."
"Jangan terlalu dipikirkan, ini bukan masalah besar!"
Rylie mengangguk lagi dan mencoba untuk percaya kalau kejadian ini sama sekali bukan masalah. Papa juga sepertinya mencoba menenangkannya dengan menepuk punggung tangan dan mengatakan kalau tidak akan ada masalah. Hanya saja, Rylie tidak bisa tenang.
"Nah, kita makan dulu yuk. Kamu lapar, kan?"
"Iya."
"Kamu pesan saja ya. Kamu mau apa?"
"Sama kayak Papa saja!" katanya sambil menarik ponsel dari atas meja.
Pria itu mengangguk sambil mengetik pesanan. Rylie sendiri sibuk membaca pesan-pesan yang muncul di grup kelas, grup sekolah, grup klub jurnalistik yang dimasukinya sampai grup alumni SMP. Semuanya membicarakan hal yang tidak jauh berbeda, insiden yang terjadi tadi siang di sekolahnya. Ada potongan screen capture status sosial media milik Sofi, foto-foto dan informasi lain yang beredar. Dengan kekuatan netizen sekarang maka ada kemungkinan kalau berita ini akan viral atau trending selama beberapa waktu.
Rylie meneguk ludah dan mengusap tengkuknya yang mulai berkeringat kala mengetuk hashtag yang tersemat. Jantungnya terus berdebar kala membaca kalimat-kalimat dalam hashtag tersebut. Bahkan meski terbuka cuitan berisi promo artis kpop kesayangan atau promosi toko online, semua itu tidak mengurangi ketakutan yang menggumpal dan bergulung di dalam batinnya. Jemarinya mulai gemetar hingga dia harus memegangi pipi atau berpindah ke dagu untuk meredakan getarnya. Namun, semuanya tetap tidak membuat ketakutannya mereda.
Apa benar kata Papa kalau semua akan baik-baik saja? Bagaimana kalau ada yang tahu jika dirinya admin SweetTalk? Apa mereka semua akan membully dirinya di semua media sosial? Lalu apa semua ini akan berpengaruh pada masa depannya nanti? Bukankah jejak digital itu abadi dan bisa terus terlacak meski sudah sekian ribu kali dihapus? Lalu apa yang harus dilakukannya untuk mencegah semua ini terjadi?
Rylie menggigit bibir sementara tangannya yang bebas menggaruk daun telinga yang mendadak gatal. Membayangkan ratusan mention berisi cuitan kebencian di dalam notifikasi ponselnya membuat nyalinya ciut seketika. Apa benar dia tidak harus melakukan apa-apa dan bertindak seolah tidak terlibat seperti kata Papa? Ataukah dia bisa melakukan hal lain untuk menyamarkan jejak?
Ya, dia bisa melakukan sesuatu yang samar saja dan tidak terlihat. Rylie membulatkan tekad sementara tangannya memegangi ponselnya erat-erat. Dia membuka akun instagram SweetTalk. Kalau Papa melarang menghapus akun maka dia bisa memutuskan hubungan dengan akun itu seolah-seolah akun itu bukan miliknya. Rylie mengetuk bagian following. Dia pernah membaca kalau second account pasti akan mengikuti akun pemilik aslinya dan sialnya dia pun begitu. Rylie membatalkan following SweetTalk di akunnya sendiri.
Selain itu, dia juga membuat akun asli miliknya juga tidak lagi mengikuti SweetTalk. Demi membereskan semua jejak, dia juga membatalkan likes yang sempat disematkannya di setiap unggahan SweetTalk. Untuk mencegah situasi tidak diinginkan dia juga mengunci akun instagram dan twitter miliknya. Rylie akhirnya bisa menarik napas lega setelah melakukan semua itu. Ya, semuanya akan baik-baik saja, dia tidak bersalah, tidak membully, tidak menghina, hanya bertukar pesan singkat saja seperti kata Papa.
Namun, dia terkesiap kala ponselnya mendadak bergetar. Nama Adel tertera di layar, gadis itu sedang meneleponnya. Rylie menepuk dadanya berulang kali untuk menenangkan jantungnya yang kembali berulah dan mengusap keningnya yang berkeringat. Ternyata dirinya tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SweetTalk
Teen FictionTidak ada satupun yang tahu kalau Rylie menjadi admin SweetTalk, akun instagram yang menanggapi curhatan dan memberikan saran. Namun, semua masalah dimulai ketika seorang siswa terjun dari atap sekolah setelah curhat pada Rylie di akun SweetTalk. Ry...