SweetTalker (3)

3.3K 642 46
                                    


Kumpulan siswa yang bergerombol di halaman langsung dibubarkan. Kerumunan sekarang berganti jadi para guru, petugas medis dan aparat kepolisian yang memeriksa kejadian perkara. Para siswa harus kembali ke kelas dan berdiam di sana sampai aksi penyelamatan selesai. Meski pada akhirnya rata-rata berkumpul di dekat jendela kelas untuk mengintip kejadian di halaman.

Tim medis bergerak cepat dengan memindahkan tubuh korban ke atas brankar lalu ke mobil ambulans. Sirine berdengung nyaring kala mobil ambulans itu bergerak keluar dari sekolah. Rylie sendiri tidak yakin kalau siswa yang terjun belasan menit lalu masih bisa selamat mengingat banyaknya jumlah darah yang keluar dari kepala gadis itu dan lambatnya tindakan pihak sekolah. Meski semua itu bukan salah pihak sekolah karena pastinya tidak ada yang bisa memperkirakan kejadian semacam itu akan terjadi di sekolah ini. Rylie mendesah, belum berpindah dari dekat jendela untuk mengintip perkembangan di lokasi perkara yang kini sudah ditandai dengan garis kuning.

"Kamu kenal dia, Ry?"

Rylie menoleh dan menemukan Adel kini berdiri di dekatnya. "Enggak. Kamu kenal?"

"Aku juga enggak. Tapi, katanya dia adik kelas kita."

"Terus kamu tahu apa penyebabnya sampai lompat dari atap begitu?"

"Katanya ada masalah sama orang tuanya?" Kali ini Aidan yang menjawab.

"Oh iya?" Rylie langsung menimpali saat cowok yang duduk di salah satu meja di dekat jendela itu menjawabnya barusan.

"Enggak tahu tepatnya sih," sahut Aidan.

"Aku dengar orang tuanya mau cerai," sahut Sarah mendadak ikut masuk dalam obrolan.

"Karena orang tuanya mau cerai jadi dia pilih bunuh diri, begitu?" Adel juga ikut bertanya.

"Katanya sih. Tapi, enggak tahu pasti alasannya apa?"

Jantung Rylie berdebar kencang saat mendengar soal kata perceraian mengingat ada siswa di sekolahnya. Dia ingat soal Sofi yang meminta saran untuk mencegah perpisahan padanya sekitar satu jam lalu. Akan tetapi, masa iya orang tua yang bercerai di sekolah ini hanya Sofi seorang. Lagi pula, namanya juga belum tentu Sofi dan penyebab terjun bisa jadi bukan soal masalah keluarga. Rylie menarik napas panjang dan mencoba menenangkan debaran jantungnya yang sesaat lalu mendadak menggila.

"Kamu tahu enggak siapa nama siswa yang terjun itu?" tanya Rylie akhirnya. Dia hanya perlu memastikan kalau siswa yang hendak mengakhiri hidup itu tidak berkaitan dengannya.

"Kalau enggak salah namanya Sofi."

Rylie memiringkan kepala, pasti dia salah dengar, kan?

Iya, telinganya pasti bermasalah jadi dia harus bertanya lagi.

"Siapa tadi?"

"Sofi, Rylie." Adel menegaskan.

Ludah besar-besar menuruni tenggorokannya dan sudut bibirnya berkedut pelan. Ini pasti tidak benar. Pasti Sofi yang berbeda, bukan Sofi yang sama dengan yang terjun dari atap. Dia langsung menarik ponsel dan membuka direct message akun instagram akun SweetTalk dan membaca percakapannya dengan Sofi sekitar satu jam lalu. Tidak ada balasan setelah pesan terakhirnya.

Rylie kemudian membuka feed instagram milik Sofi. Tidak ada postingan baru untuk hari ini dan dia sudah melihatnya tempo hari ketika gadis itu mengirimkan pesan padanya. Namun, ada lingkaran berwarna merah muda kala dia membuka profil akun itu. Debaran jantungnya menanjak naik kala ujung jarinya mengetuk foto profil Sofi. Slide pertama menunjukkan foto langit siang ini. Tangannya bergetar hebat kala slide berikutnya menampilkan pemandangan atap sekolah beserta kalimat pendek.

"Kalian lupa kalau ada aku di tengah pertengkaran? Tidak lagi ingat jika setiap keputusan harusnya melibatkanku?"

Ini tidak mungkin. Pasti ada yang salah dengan semua ini. Pesan di snapgram ini tidak memberikan petunjuk yang jelas soal adanya perceraian. Tidak juga menunjukkan kalau latar foto yang digunakan pasti atap sekolah ini. Kalaupun benar ini atap sekolah, belum tentu juga fotonya diambil hari ini. Rylie menggeleng dan mencoba mengabaikan semua fakta menakutkan yang kini berjejal di dalam pikirannya. Dengan tangan gemetar, dia mulai mengetikkan pesan untuk gadis itu.

"Hai, SweetHeart, kamu baik-baik saja, kan?"

Rylie menggeleng lagi dan memutuskan menghapus pesannya. Rasanya aneh kalau mendadak dia bertanya seperti ini. Apalagi mengingat ada aparat kepolisian di bawah sana rasanya dia tidak boleh bertindak gegabah. Banyak hal yang bisa jadi bukti kejahatan. Kadang seseorang yang tidak berkaitan pun dicurigai, apalagi yang jelas-jelas mencurigakan. Rylie buru-buru menghapus pesan yang semula hendak dikirimkan. Akan tetapi, entah karena dia terlalu gugup atau kapasitas ponselnya penuh, mendadak gawai di tangannya macet. Layarnya membeku di bagian tepat di bagian direct message dan tetap dalam kondisi itu bahkan setelah dia menekan tonbol power berulang lagi. Sialnya, ponselnya keluaran baru dengan baterai yang tidak mudah dilepas secara manual. Jadi Rylie terus menekan tombol power dengan brutal.

Untung saja, ponselnya akhirnya berhasil mati. Hanya saja, Rylie bahkan tidak bisa mendesah lega kala ponselnya akhirnya mati karena dia tidak bisa memperkirakan nasib pesan pendeknya yang tadi hendak dihapusnya. Jantungnya kembali berdetak kencang selama menunggu loading ponselnya setelah dihidupkan lagi. Rylie meneguk ludah dan langsung menekan aplikasi instagram. Tungkainya mendadak lemas kala menemukan pesannya yang setengah terhapus kini telah terkirim dan terlihat sudah dibaca.

Rylie belum sembuh dari rasa kagetnya kala pintu kelasnya menjeblak terbuka. Roni, sang ketua kelas masuk dengan ekspresi lelah. Sepertinya dia habis diberikan arahan maha panjang oleh wali kelas atau kepala sekolah. Pemuda itu berjalan ke depan kelas dan berdiri di dekat meja guru.

"Hari ini kelas dibubarkan dan kita semua boleh pulang."

Mendadak kelas ribut. Ada yang terdengar senang, ada juga yang sepertinya tidak suka karena ingin tahu lebih banyak soal kabar Sofi. Teman-teman sekelasnya langsung diam kalau Roni mengetuk permukaan meja dengan alat penghapus, sepertinya pengumuman belum selesai disampaikan.

"Dan interogasi dari pihak kepolisian akan dimulai besok."

"Hah? Interogasi apa?"

"Kenapa mendadak pakai polisi segala?"

"Aku enggak kenal sama Sofi atau siapa itu!"

"Sofi atau Sofia sih namanya, aku saja tidak tahu namanya!"

"Gila, pakai interogasi segala dong!"

"Aku takut kalau salah ngomong nanti gimana?"

"Kalau di drama kan serem gitu interogasinya, gimana nih?"

Kelas kembali ribut karena semua orang mendadak bicara dan merasa kalau kabar soal interograsi dari pihak kepolisian itu benar-benar tidak masuk akal mengingat kalau mereka tidak berkaitan sama sekali dengan Sofi. Pendapat mereka mungkin ada benarnya. Hanya saja, pikiran Rylie mendadak kosong. Mereka mungkin tidak berkaitan dengan Sofi, lalu bagaimana dengannya?

Jemarinya mulai gemetar hingga Rylie harus menyembunyikan tangannya di dalam saku roknya. Dia menoleh ke arah jendela, meneguk ludah kala melihat aparat kepolisian terlihat sibuk di bawah sana. Apa yang akan dikatakannya besok saat interogasi? Apakah dia harus jujur atau berbohong saja?

SweetTalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang