1

526 8 0
                                    

ISTRIKU BOCAH

LINK 2 https://m.facebook.com/groups/kbmfiksi/permalink/10157923788590945/

*Dicari segera! wanita cantik yang siap menikah. syaratnya harus punya keahlian, dimahar dua ratus juta! Hubungi 08-,*

Aku tersenyum miris, melihat pengumuman yang dipajang asistenku. Di toko online, dan juga tiang listrik di pinggir jalan. Segitu tidak lakunya kah aku?

Ratusan gadis memasuki kafe yang sudah asisten Hans siapkan, mulai dari yang cantik sampai yang cantik banget. Ada yang ahli memasak, menyanyi dan juga bergoyang patah-patah. Sudah cukup! kepalaku mulai pusing.

Sampai dua puluh orang yang diseleksi, belum ada juga yang cocok. Hingga giliran seorang gadis, yang kuperkirakan baru berumur lima belas tahun.

"Kamu, mau di seleksi, juga?" tanya asisten Hans tergagap-gagap.

"Iya, Om! Siap banget!" serunya bersemangat, membuat tawa orang-orang disekeliling kami bergemuruh. Gadis bertubuh kurus dan pendek itu menunduk, matanya berkaca-kaca.

"Gimana, Boss?"  Hans mendekatiku yang duduk diam di samping pintu ruangan kecil, yang berhubungan dengan lantai luas kafe.

"Tanpa terkecuali," sahutku santai, Hans melongo.

"Biar aku sendiri yang seleksi, dia boleh karna dia juga perempuan."

Tawa yang tadi bergemuruh, mendadak hening. Dengan mantap kudekati gadis kecil itu, sebenarnya tidak terlalu kecil. Untuk usia lima belas tahun, dia terlihat dewasa.

"Jadi, kamu mau mencalonkan diri jadi istriku?"

"Iya Oom, aku cukup cantik kan? di sekolah, aku jadi primadona juga," jawabnya mantap, tegas tanpa tersenyum seperti gadis lain.

Ya, dia memang cantik. Kulitnya putih, pipinya kemerah-merahan. Bibirnya ranum, errr sudahlah!

"Siapa namamu?"

"Angel Oom, Angel Safitri." Lesung di kedua pipinya terlihat indah, dan jelas saat di mengucapkan Safitri.

"Jadi, apa keahlianmu?"

"Banyak Oom, aku bisa masak, bisa nyuci baju, nyuci piring, ngepel, nyapu."

"Huuuuu, calon pembantu kali!" teriak beberapa gadis berpenampilan menor, di bangku barisan ke tiga.

Wajah gadis kecil Angel tertunduk lagi, entah beban apa yang tengah dia pikul. Hingga dia rela menikah di usia muda.

"Cuma itu keahlianmu, berapa umurmu?"

"Enam belas tahun Oom, meski muda begini, sudah bisa punya anak Omm."

Apa! kurasa wajahku memanas.
Tawa ratusan gadis-gadis itu bergemuruh lagi, kali ini dia tidak menunduk. Tapi menangis, menyembunyikan wajahnya dibalik jilbab putihnya.

"Kamu diterima! ayo, ikut aku."

"Hah? serius Oom, baik Oom!" Tangisnya berubah senyuman merekah, hal unik lain yang kutemui di wajahnya. Matanya menyipit saat tersenyum, giginya gingsul juga. Mengingatkanku pada seseorang.

Hans menyetir, sementara aku dan Angel duduk di belakang. Gadis bermata bulat itu terus melirikku, saat kubalas dia malah membuang muka.

"Ada yang ingin kamu sampaikan?"

"Gini Oom, boleh gak? aku minta maharnya dulu?"

Apa? kecil-kecil matre juga.

"Oom jangan mikir yang jelek-jelek, tapi aku lagi terdesak sekarang."

Teroos lagi, teroooos.

"Oom! boleh kan?"

"Nikah dulu, nanti kamu kabur."

"Gak Oom, Angel janji gak bakalan kabur. Nih!" dia menyodorkan jari kelingkingnya.

"Apa ini?" tanyaku bingung.

"Jari kelingking lah Oom!"

Aku juga tau Markonah!

"Begini," dia meraih jari kelingkingku juga, lalu menautkannya dengan kelingkingnya. "Ini tandanya aku gak bakalan ingkar janji," jelasnya.

"Hans, berikan uangnya."

Setelah gadis kecil itu mendapatkan uangnya, dia langsung pergi naik angkot. Tanpa meminta alamat rumahku, atau sekedar menanyakan namaku.

"Ikuti dia!" perintahku, Hans langsung memutar kemudi mengikuti angkot yang ditumpangi gadis itu.

Angkot berhenti di depan rumah sakit Umum, Angel turun dan berlari masuk setelah membayar angkot.

***

"Sayang Boss uangnya, kenapa dibatalin sih?"

"Aku gak mungkin menikah dengan bocah!" seruku kesal, dalam hati iba. Saat melihat tangisan gadis itu di depan mayat ibunya yang tidak sempat tertolong.

Aku kira dia matre, ternyata salah. Sepanjang hari aku terus kepikiran sama gadis itu, dan kuputuskan untuk mencarinya lagi ke rumah sakit.

Jam satu siang hingga jam lima sore, akhirnya kutemukan juga itu bocah. Dia menangis sendirian di taman Rumah sakit, dengan pelan ku sentuh bahunya membuat dia terlonjak kaget.

"Haahh? Oom?" matanya terbelalak, aku segera duduk di sampingnya.

"Aku gak bakal kabur Oom, uangnya juga udah kupake buat pemakaman ibuku. Tapi jangan ganggu dulu deh!"

Aku diam.

"Mending Oom pergi dulu, besok lusa aku samperin ke kantor Oom."

Aku melongo takjub, dia mengenal kantorku juga.

"Kamu kenal?"

"Iyalah Oom! itu," dia menunjuk pada batang pohon, yang ditempeli selembar kertas. Berisi pencarian istri, tertera juga nama perusahaanku. Pantes saja banyak yang minat!

Dengan cepat kuraih ponselku, lalu mengetik pesan dan mengirimnya kepada Hans.

[Kemasi barang-barangmu, masih banyak orang yang mau menggantikan posisimu!]

Semenit kemudian, teleponnya langsung datang. Kuangkat dengan dada berkobar bercampur malu.

"Kalau gak gitu, gak banyak wanita yang tau Boss. Ampun, jangan pecat aku."

"Dalam dua jam, hilangkan semua kertas yang kamu tempelkan!"

"Siap Bos!"

"Ekhem!"

Deheman gadis itu membuatku kaget, bisa-bisanya aku lupa kalau dia masih disini.

"Oom gak jelek-jelek amat, kok mesti di tawar-tawarin gitu ya kek barang dagangan. Jangan-jangan ... Oom itu gak normal lagi!" tuduhnya sembarangan, membuat beberapa tamu pasien yang duduk di taman menolehku.

Sial, malu sekali! Dasar bocah ingusan, lihat saja setelah jadi istriku! Akan kutunjukkan seberapa normalnya aku.

#Bersambung

ISTRIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang