9

214 4 1
                                    

#ISTRIKU_BOCAH_9

Sebelumnya https://www.facebook.com/groups/kbmfiksi/permalink/10157954626225945/

POV ANGEL

Jika biasanya Om Alvino mampir dulu, atau sekedar mengajakku makan siang. Kali ini berbeda, dia tidak seperti biasanya. Setelah sampai di rumah, dia tetap diam di dalam mobilnya.

"Om gak turun?"

Om Alvino menggelengkan kepalanya, lalu meraih ponselnya diatas dasboard mobil. "Lagi banyak kerjaan, masuklah! tiga puluh menit lagi makan siangmu sampe, sudah kupesan lewat grabfood," ucapnya datar.

Dia kenapa sih?
Kok tiba-tiba aneh begini, salahku apa lagi.

"Om, gak makan bareng sama aku?"

Om Alvino menggeleng, tangannya terulur. Aku terdiam saat kotak persegi panjang itu dia berikan.

"Ponsel buat kamu, kali aja kamu kangen. Sudah ada kartunya, nomorku juga ada di situ."

"Buat aku, Om?"

"Yaiyalah, Suketi!"

Ish, ternyata masih seperti biasa. Nyebelin!
Kuterima dengan senang, meski belum terlalu mengerti cara menggunakannya. "Makasih Om!"

Om Alvino tersenyum simpul, lalu melajukan mobilnya. Entah kenapa aku merasa dia agak aneh, seperti menghindariku.

Sepeninggalnya, aku tetap duduk di kursi teras. Menunggu makan siang yang sudah dia pesan, sambil mengubek-ubek isi ponsel.

Ah, aku belum terlalu paham cara menggunakannya. Setengah jam aku duduk melamun, hingga panggilan seorang pria berseragam hijau di depan pagar mengagetkanku.

Ternyata abang grab, pengantar makan siang. Aku langsung menerimanya, saat kutanya harganya, ternyata sudah dibayar sama Om Alvino. Setelah itu aku langsung masuk, mandi dan salat zuhur. Kemudian turun lagi memeriksa isi box makanan itu.

Cobek gurame, nasi putih dan lalapan. Aku segera berlari ke dapur mengambil sendok dan minum, kemudian melahapnya makan siangku hingga habis.

Selesai makan, kulanjutkan menonton televisi.

Bosan. Tidak ada yang menarik sama sekali, aku lalu memandangi ponsel berharap Om Alvino menelponku. Nihil, kosong melompong.

Rasanya benar-benar membosankan, biasanya Om Alvino membawaku jalan-jalan hingga malam. Jadi, rasanya agak berbeda saat dia tidak bersamaku.

Kuputuskan untuk main ke rumah lama, tapi gagal. Lupa kalau sedang marahan dengan Satria.

Arghhhh! membosankan!

Hampir dua jam aku tiduran di depan televisi, merenung. Ah! sendirian selalu membuatku teringat kenangan lama, mendadak mataku basah. Kuusap dengan kasar, aku benci! kenapa aku cengeng sekali?

Rumah besar ini terasa sepi, haruskah akan seperti ini selamanya? Andai ibu masih ada, dia pasti akan senang tinggal disini.

***

"Angel ...,"

Aku mengerjabkan mataku dengan susah payah, badanku pun rasanya berat semua. Dingin, itulah yang kurasakan saat ini. Saat penglihatanku mulai terang, sosok yang pertama kulihat adalah Om Alvino.

"Sudah bangun?" tanyanya, sambil memeras handuk putih kecil. Lalu menempelkannya di keningku.

Sudah berapa lama aku tertidur, seingatku tadi dari jam dua siang. "Jam berapa Om?"

"Jam delapan malam, kamu tidur nyenyak sekali. Sampai teleponku pun gak kamu dengar," ucapnya. Senyumnya hangat, aku suka.

Astaga!
Jam delapan?
Salat ashar? maghrib!

ISTRIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang