7

185 2 0
                                    

#ISTRIKU_BOCAH_7

Part 8 https://m.facebook.com/groups/kbmfiksi/permalink/10157954626225945/

Sepulang dari rumah Om Alvino, dia terus diam sambil menyetir. Aku jadi serba salah, bingung cara yang baik untuk menghiburnya.

"Om gak apa-apa?"

Sudut bibirnya terangkat sedikit, lalu dia pokus menyetir lagi. Aku tau dia kecewa, ini semua gara-gara mamanya. Galak banget, entah siapa yang mampu meluluhkan wanita misterius itu.

"Om, mau bakso nggak? aku traktir!"

Jangan bilang aku gak punya uang!
Aku calon istri sultan sekarang, hehe.

Om Alvino melirikku sedikit, aku langsung tersenyum saat dia mengganggukan kepalanya. Persis di warung bakso pinggir jalan, dia memarkirkan mobilnya.

"Pesan dua Mang!" seruku bersemangat, Om Alvino menurut saja saat kupilihkan tempat duduk paling belakang.

Lima menit kemudian bakso tersaji, karna pelanggannya cuma kami berdua. Wajar, sudah jam sembilan malam. Tadi saja penjualnya sudah mau tutup, tapi gak jadi setelah melihat kami datang.

"Pake sambal Oom," kugeser mangkok sambal ke dekatnya.

Om Alvino langsung menuangkan lima sendok sambel, aku sampe melongo. Ini doyan sambel apa gimana? kalau dia mencret gara-gara kuajak makan bakso gimana?

Jangan salahkan aku!

Sendok demi sendok dia lahap, padahal masih lumayan panas. Itulah saat sakit hati, tidak ada yang terasa lagi.

"Om nangis ya?" tanyaku saat melihat matanya berair.

"Nggak, cuma kepedesan."

"Mmm, menangislah Om! tidak akan kuledek," candaku, dia tersenyum.

"Aku gak mungkin nangis cuma karna kejadian yang tadi, cuma satu yang akan kutangisi,".protesnya, tangannya meraih gelas minuman. Menenggaknya hingga habis, lalu lanjut makan bakso lagi.

"Apa itu Om?" tanyaku penasaran.

"Jika kita gagal menikah."

Hah??

***

Tiba di rumah, aku kebingungan saat Om Alvino ikut turun. Dia diam saja mengekor dari belakang, karna dia lagi sakit hati ... kuputuskan untuk diam saja!

Setelah menyalakan ac terlebih dahulu, dia langsung duduk bersandar di sofa. Sementara aku diam mematung di ambang pintu.

"Masuklah Angel, tutup pintunya," perintahnya, langsung kuturuti.

"Naiklah ke atas, tidur seperti biasa," perintahnya lagi.

Lagi-lagi aku menurut, dia tidak akan aneh-aneh kan?

Jam sepuluh, aku belum sholat isya. Udara mendadak gerah, mungkin karna aku lagi panik. Kuputuskan untuk mandi, lalu sholat isya.

Beberapa saat aku bersimpuh diatas sajadah, entah kenapa, setiap lagi salat. Kejadian-kejadian menyakitkan selalu terekam ulang, lagi-lagi aku sesenggukan sendirian.

Ibuku yang meninggal karna aku gak mampu membayar biaya operasinya, saat itu aku merasa gagal menyayanginya. Melihat dia terbujur kaku, rasanya aku mau gila. Tidak ada air mata saat di depannya, tapi hatiku rasanya nyeri, nyeri tak terhingga. Hingga aku sesak untuk bernapas.

Bapak yang meninggalkan kami, saat aku berusia tujuh tahun. Awalnya pamit untuk bekerja di luar kota, bulan berganti tahun tidak ada kiriman uang. Jangankan kiriman uang, kabarnya saja tidak datang. Dia bagai raib ditelan bumi.

ISTRIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang