Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu membenarkan riasan sedikit di kamar mandi. Sambil menunggu Woona selesai menuntaskan panggilan alamnya.
Setelah itu, kalian jalan bersama keluar dari dalam. Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara seseorang yang sangat kamu kenal. Berbincang dengan rekannya sambil sesekali tertawa.
Kamu menarik Woona bersembunyi di balik dinding. Menunggu mereka masuk lift lebih dulu sambil menguping pembicaraan mereka. Woona bingung tapi tetap mengikutimu.
"Apa kau tidak punya rencana menikah? Hubunganmu 'kan sudah lama," tanya temannya, Jisung.
"Tidak. Sama sekali tidak."
"Kau takut dengan biaya hidup? Ya, kau produser musik, siapa yang tidak kenal Min Pd-nim? Jobmu pasti berlimpah!"
Dia, Yoongi terdengar tertawa. "Aku sungguh. Menikah itu sulit, kau tahu?"
Tanganmu mulai gemetar. Woona langsung peka dan memegangi tanganmu, mencoba untuk menenangkan.
"Jadi, hubunganmu dengan pacarmu itu hanya main-main?"
Tak sanggup lagi mendengar jawaban Yoongi, kamu langsung berlari menuju tangga darurat. Tidak peduli bila harus lelah karena hatimu sudah lebih dulu lelah karena terus dihancurkan.
Banyak sekali pertanyaan yang hinggap di kepalamu. Mulai dari kenapa Yoongi bisa di sini padahal dia menolak keras tadi siang, lalu soal pernikahan. Apa benar dia tidak punya niat untuk menikahimu sama sekali?
Kamu pun langsung berinisiatif untuk menelepon Yoongi. Menguji apakah dia akan jujur atau bohong. Karena kamu tidak bilang juga akan pergi ke sini.
Sambungan telepon berhasil, Yoongi menjawabnya. "Halo?"
"Yoon, kau ada di mana sekarang?" tanyamu sambil menahan tangis.
"Ah, aku sedang di studio. Ada apa?"
Kamu memegangi dadamu yang sesak. Sekuat tenaga kamu menahan diri agar tangismu tidak pecah. "T-tidak. Aku tiba-tiba ingin video call."
"Areum-ah, kau tahu aku-"
Dengan cepat kamu menyela. "Aku tahu. Kau sibuk, bukan? Baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi."
Kamu langsung menutup telepon dan menangis sejadi-jadinya. Woona yang baru menyusulmu langsung memelukmu. "Jangan menangis."
Kamu memeluk Woona sangat erat. Menumpahkan segala keluh-kesahmu padanya. "Kenapa dia bohong padaku? Kenapa dia mengabaikanku? Apa aku benar-benar tidak penting, eonni? Apa dia hanya bermain-main denganku?"
Woona mengusap punggungmu, tetapi kamu langsung berlari menuruni tangga.
Keringatmu bercucuran karena anak tangga yang sangat banyak, Woona bahkan tidak sanggup mengejarmu. Sampai di bawah kakimu tak sanggup lagi berlari dan akhirnya tersungkur.