22. Joy And Sorrow.

69 13 0
                                    

Miya meletakkan tubuh Lylia dengan hati-hati, ia memasangkan selimut pada gadis kecil itu sebelum ia pergi. "Aku mau keluar lagi Bi, mungkin akan pulang malam. Tolong titip rumah yah Bi," Pamit Miya.

Aurora mengangguk mantap, ia menangkap raut gelisah dan panik yang teramat pada nona-nya itu. "Baik Non, terima kasih karena sudah menjaga Lylia. Berhati-hatilah saat di jalan," Ingin sekali ia bertanya, namun seketika ia mengurungkan niat. Aurora tidak ingin mencampuri urusan para majikannya, ia hanya bisa mendoakan yang terbaik saja bagi mereka.

Miya tersenyum singkat kemudian mengangguk sebelum ia mulai menghubungi seseorang. "Tolong siapkan mobil," Ujarnya, lalu dengan terburu-buru Miya mulai berlari menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. Setelah selesai, lagi ia berlari menuju halaman rumah dimana mobilnya sudah siap disana.

Seorang petugas laki-laki menyerahkan kunci mobil kepada Miya. Namun sebelum gadis itu membuka pintu mobil, tangannya telah dicekal oleh seseorang. Miya menatap orang itu tajam. "Lepas Al! Apa yang kau inginkan?!" Miya berusaha melepaskan genggaman Alucard. Pria itu telah menghambatnya, padahal disana Kimmy pasti sedang membutuhkan dirinya. Miya harus segera menemui Kimmy.

"Brengsek! Lepas Al!!" Hardik Miya, wajahnya memerah, maniknya menatap tajam Alucard. Ia memukuli lengan Alucard, berharap pria itu akan segera melepaskannya. Tapi usahanya sia-sia, Alucard lebih kuat, bahkan saat ini dengan mudah Alucard mengunci pergerakannya, ia melihat Alucard yang tengah menatapnya datar.

"Melepaskan dan membiarkanmu mengemudi dalam keadaan pikiranmu yang sedang kacau? Jangan bodoh Miya," Miya terdiam, ia memalingkan wajahnya saat sadar betapa tipisnya jarak diantara wajah mereka.

"Aku akan menemanimu,"

Pandangan Miya melebar. "Apa kau gila? Kak Claude akan mencingcangmu jika melihat kita bersama,"

"Apa kau mengkhawatirkan aku?"

Seketika api amarah Miya tersulut, entah ia mendapatkan kekuatan dari mana, Miya mendorong tubuh besar itu. "Kau bodoh dan buta Al! Apa kau tidak lihat situasinya? Pertemuanmu dengan Kakak hanya akan menimbulkan kegaduhan!" Ya, memang itu benar. Miya ingat bagaimana berantakannya kamar rawat yang Miya tempati beberapa hari yang lalu sebelum Alucard operasi. Bahkan ruang kerja Miya pun tak luput jadi ring tinju bagi kedua pria itu.

Lalu, apakah di pemakaman ayah Kimmy nanti mereka masih akan menjadikannya sebagai ring tinju juga?! Sungguh keterlaluan! Apa yang terjadi pada kedua orang itu?! Miya benar-benar pusing saat memikirkannya.

Miya mendengus kasar, ia menatap Alucard malas. Gadis itu berpaling hendak membuka pintu mobilnya, tapi sekali lagi pria itu menahannya. "Apa lagi sih?!!" Teriak Miya murka. Nafasnya semakin menderu, satu bulir air mata jatuh dari kelopak matanya. Melihat hal itu, hati Alucard mencelos, segera ia melepaskan tangannya dari Miya.

"Miya, ijinkan aku mengantarmu, setelah itu aku janji akan langsung pergi. Aku nggak akan menampakkan wajahku pada Kakakmu," Mendengar hal itu, kedua tangan Miya mengepal. Benar-benar keras kepala, tapi jika ia masih meninggikan egonya, maka yang ada hanya keterlambatannya untuk menemui Kimmy. Miya tidak mau kalau hal itu sampai terjadi.

Setelah menarik nafasnya dalam-dalam, Miya akhirnya menyetujui permohonan pria itu. Dengan terpaksa, ia menghentakkan kakinya berjalan menuju mobil Alucard, dengan emosi Miya membuka dan membanting pintu mobil itu lumayan keras. Sedetik kemudian, ia memencet klakson beberapa kali untuk memanggil Alucard. Pria itu benar-benar lamban, begitulah menurut Miya.

Meski masih merasa tidak enak, namun Alucard juga merasa lega karena akhirnya Miya mau menurutinya. Segera ia berlari menuju mobilnya lalu menjalankan benda itu menuju kearah yang ditunjukkan oleh Miya.

Made For Each Other. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang