;NINE

33 2 1
                                    

Sisca melihat Viola yang tengah ngobrol dengan Woojin. Tidak ada yang aneh, mengingat keduanya memang saling mengenal satu sama lain lebih dulu dibanding Sisca.

"An,"

Kedua matanya menyipit ketika mendapati Jeno bukan Haechan yang memanggilnya. Pardon, sir? Who do you think you r??

Jeno tersenyum kaku melihat ekspresi Sisca yang... tidak enak. Yang jelas cowok itu tau kalau sepertinya dia membuat kesalahan.

"Sorry, sorry. Gue ngga tau nama lo. Suka denger haechan manggil lo, an." ujar cowok yang matanya hilang itu ketika tertawa.

Sisca melotot. Setelah 1 tahun enam bulan merasa saling kenal karna kelas mereka bersebelahan dan mantannya adalah sahabat karibnya, Jeno tidak juga mengingat namanya? Wah, cowok sahabatnya itu memang antik.

"Ini, cowok lo- sorry, mantan lo nitipin." ujar Jeno memberikan Sisca susu kotak lagi - lagi dengan note kali ini.

Salah satu tangannya menerima susu kotak tersebut,

"Kalo lo tanya kenapa dia ngga kasih sendiri, anaknya bolos mapel terakhir. Udah ya, gue duluan, cewek gue udah nungguin." jelas Jeno, sebelum melangkah pergi menghampiri Viola.

Disaat itulah obrolan antara Viola dan Woojin sepertinya berakhir, disaat Viola hendak menghampiri Sisca lebih dulu ditarik pergi oleh Jeno. Memang, kurang ajar cowok satu itu, seenaknya saja mengambil sahabatnya.

"SISCA DULUAN YAAHH!!" teriakan Viola terdengar sepanjang koridor, membuat Sisca hanya menggeleng kepalanya.

Woojin tersenyum berjalan menghampiri Sisca yang juga tersenyum melihat bagaimana kakak kelasnya itu dipelototi oleh Jeno perihal mengobrol sebentar dengan Viola.

"Si jeno, emang kelewatan posesifnya." ujar Woojin sesampainya dihadapan Sisca.

"Emang. Padahal, viola sahabat aku. Liat aja langsung diseret pergi gituh." Sisca menyetujui sikap Jeno yang teramat posesif terhadap pacarnya.

"Tadi jeno ngasih apa?"

Sisca buru-buru menyembunyikan susu kotaknya. Kepalanya itu menggeleng untuk menjawab pertanyaan Woojin. "enggak. Titipan viola."

Cowok bertubuh tinggi dan besar itu mengangguk. "Ooh, yaudah. Pulang, yuk."

Sisca mengangguk. "aku tunggu didepan, yah." ujar cewek itu seperti biasa semenjak dua hari ini diantar pulang oleh Woojin enggan ikut ke parkiran.

Bukan apa - apa, lebih tepatnya Sisca mengurangi kemungkinan bertemu sang mantan yang memiliki basecamp disana.

Woojin tidak masalah. Kakak kelasnya itu pun melangkah duluan menuju parkiran untuk mengambil motornya, sedangkan Sisca mengambil langkah langsung menuju gerbang depan.

Tanpa sadar ada yang mengikuti dan memperhatikannya dari belakang. Mengikuti langkah tiap langkahnya secara hati-hati dan mencuri-curi pandangan untuk melihat apa yang sedang dilakukan Sisca.

Seperti biasa Sisca yang tidak pernah sadar dan terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya itu tidak sadar. Sang mantan, Haechan tengah mengikuti langkahnya sepanjang koridor.

Disimpannya note tersebut oleh Sisca dan diminum susu kotaknya. Haechan tersenyum mendapati itu. Kedua tangannya ia masukkan kedalam kedua sakunya menikmati langkahnya tepat dibelakang mantannya itu.

Siapa saja yang melihat ini pasti akan menganggap cowok itu lucu. Haechan itu memang aneh. Dibanding memberi susu tersebut secara langsung dengan menatap kedua matanya, cowok itu lebih suka melakukannya seperti ini. Melihat ekspresi cewek berponytail itu secara diam-diam tidak diketahui.

Keadaan sekolah yang sudah hampir sepi tidak banyak jadwal ekskul hari ini melancarkan aksi Haechan yang mengikuti cewek itu sampai ke depan gerbang dimana terdapat mobil sedan putih disana dengan Jaehwan yang tengah menunggu bersandar pada sisi mobilnya.

Terkejut mendapati Mas Jaehwan bukannya Woojin, Sisca secara otomatis berlari untuk cepat menghampiri Masnya itu yang tidak diketahuinya akan menjemputnya.

Tidak hanya Sisca, Haechan juga terkejut keberadaannya langsung disadari kakak laki-laki mantannya itu. Kedua matanya yang beradu dengannya seakan berkata 'sinih lo?!'.

Tentu saja Haechan masih waras untuk tidak menghampiri orang yang bisa berubah menjadi malaikat pencabut nyawanya. Kedua kakinya itu segera berbelok kearah lain.

Sisca yang mendapati sikap aneh Jaehwan mencoba mencari arah tatapannya. "Kenapa sih?"

"Enggak. Pulang, yuk." ucap Jaehwan dengan tersenyum mengusak kepala Sisca, sebelum beralih membukakan pintu mobilnya.

Sisca masuk kedalam mobilnya dengan excited. Sudah jarang Jaehwan bisa menjemputnya, karna kuliahnya yang semakin sibuk.

"Oh ya, kak woojin?" Sisca hampir melupakan kakak kelasnya itu dan menatap keluar dari jendela mobil.

"Mas udah telfon dia tadi, ngga diangkat. Tapi, udah bilang kalo kamu mas yang jemput. Nanti dia pasti baca pesen mas, kok." ujar Jaehwan,

Sisca mengangguk. "yaudah, kalo gituh ayo pulang. Aku capek bangeett."

Mendengar itu Jaehwan tertawa. "serius mau langsung pulang, nih? Ngga mau makan dulu??" ucapnya dengan menaik turunkan alisnya.

"Ya, makan dululah!"

Jaehwan tersenyum sambil mengencangkan sabuk pengaman Sisca. Sebelum kembali pada setirnya. "Oke, kita berangkat tuan putri." ucapnya yang disambung seruan semangat Sisca beriringan dengan jalannya mobil tersebut.


°°°

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[1] Mantan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang