Chapter 33• A Good Mom.

1.9K 176 10
                                    

Petra tersenyum tipis melihat Jennie yang kini sibuk menyiapkan sarapan seraya menggendong Dareen dengan tangan kirinya. Dareen terlihat sangat senang berada di gendongan ibunya itu. Petra langsung duduk di salah satu kursi makan itu dan tersenyum melihat Jennie yang dengan refleks meletakkan lauk sarapan di piringnya.

"Nak, duduk dulu ya. Mama mau siapin papa-" Ucapan Jennie terpotong begitu saja saat Dareen menangis di detik Jennie hendak meletakkan tubuhnya di kursi makan itu.

Petra terkekeh,"Katanya mau jadi ibu yang baik?" Ledeknya.

Jennie langsung menatapnya dengan tajam seraya mengusap peluh di dahinya,"Awas aja lo." Ucapan Jennie justru hanya membuat Petra tertawa terbahak bahak.

"Eh, eh tuh, hati hati tuh." Ujar Petra saat melihat Dareen yang tersedak. Jennie dengan refleks menepuk punggung anaknya itu dengan hati hati.

"Kamu makanya makan rotinya hati hati, gak lari kok itu rotinya." Ujar Jennie dengan lembut seraya mengusap mulut Dareen yang belepotan dengan selai coklat itu menggunakan tangannya.

Petra tersenyum melihatnya,"Aku berangkat ya. Ada pertemuan pagi." Ujarnya lalu berdiri dari posisinya dan merapihkan barang barangnya.

Jennie mengangguk tipis,"Udah piringnya taro situ aja. Nanti aku yang cuci."

Petra mengencangkan dasinya lalu berjalan ke arah Jennie, ia mengecup kening dan bibir istrinya itu lalu mengecup pipi Dareen yang berada di gendongan Jennie. Petra mengusap sekilas kepala Jennie sebelum ia pergi.

"Dareen, mandi dulu, ya? Mama capek nih gendong terus. Dareen kan udah gede." Ujar Jennie seraya mencolek pelan pipi kenyal Dareen.

"Iya, ma." Jawab Dareen yang langsung dihadiahi kecupan di keningnya oleh Jennie, melihat anaknya begitu nurut. Petra memang cukup tegas dalam hal mendidik Dareen, itu yang membuat anak sulungnya itu begitu patuh dan tidak pernah nakal.

Jennie meletakkan tubuh Dareen dengan hati hati di bathtub itu. Jennie menyiapkan beberapa mainan untuk Dareen mandi seraya sesekali terkekeh melihat anaknya yang begitu riang ingin bermandi dengan bubble itu.

"Seneng ya? Iya?" Kekeh Jennie seraya mengusap kepala Dareen sekilas sebelum ia bergerak mengisi bathtub itu dengan suhu air yang pas.

"Seneng, mama!" Jawab Dareen yang mulai menepuk nepuk air di bathtub itu hingga Jennie refleks memejamkan matanya karna air itu mengenai wajahnya.

"Sayang, bentar ya. Mama ada telfon, kamu jangan kemana mana, jangan aneh aneh. Di sini aja, oke? Mama bentar doang, ya?" Ujar Jennie seraya mengusap pipi kenyal Dareen dengan lembut.

"Iya, ma." Jawab Dareen dengan patuh. Jennie tersenyum lalu mengecup kepala Dareen sekilas sebelum ia melangkah keluar dari kamar mandi itu.

"Halo, iya?" Ujar Jennie begitu ia menempelkan ponselnya di telinga.

"Apa?! Gak bisa gitu, itu gak adil. Kenapa malah perusahaan kita yang lebih keluar banyak modalnya? Perjanjiannya kan sama sama 50 persen." Lanjutnya.

Jennie begitu sibuk berjalan bolak balik di kamarnya itu seraya menarik rambutnya dengan gusar begitu mendapatkan kabar buruk dari perusahaannya. Jennie mendudukkan dirinya di pinggir ranjangnya seraya memijat pelipisnya dan menghentak hentakkan kakinya di lantai dengan gusar.

"Ya udah, saya telfon Pak Jevin dulu."

Jennie memutuskan sambungan itu lalu kembali berdebat dengan Jevin di sambungan itu. Ia terlalu fokus dengan dirinya sampai tidak sadar kalau sedari tadi Dareen terus memanggilnya dari kamar mandi.

"Shit!" Geram Jennie seraya membanting ponselnya dengan asal ke arah lantai kamarnya. Rasanya ia ingin menangis, ia pikir dengan cuti, itu bisa meringankan pikirannya. Namun ternyata, selalu ada kabar buruk berdatangan dari kantor.

Unconditional Love (TH x JN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang