Chapter 2• The pain begins.

3.1K 249 63
                                    

Jennie meneguk habis alkohol di gelas yang ia genggam itu lalu membantingnya dengan asal di atas meja bar itu. Kris, lelaki di sebelahnya sekaligus kekasih Jennie hanya bisa mengusap usap lembut punggung kekasihnya itu. Kris tahu Jennie sedang hancur, Jennie sudah menceritakan semuanya tentang perjodohan itu dan Kris juga marah.

"Aku mau kabur aja Kris........ aku mau kabuuuuuur!" Lantur Jennie dengan tidak jelas dan mulai membanting kepalanya ke atas meja bar dan dengan cepat Kris menyangganya dengan tangannya agar Jennie tidak kesakitan.

"Jen, kamu jangan nyerah kayak gini sayang, aku juga gak mau dan gak terima kalo sampe kamu dijodohin dan nikah sama orang lain. Kita udah rencanain pernikahan kita loh!" Ujar Kris yang juga meneguk alkoholnya.

Jennie mulai menegakkan kepalanya dan meremas kedua bahu Kris,"Kamu harus bantu aku! Bawa aku kabur!"

"Kamu mau kabur kemana? Kamu tau aku lagi gak punya uang, aku lagi kabur juga dari orang tua aku."

"Kita pake uang aku! Aku gak mau nikah sama dia, Kris! Aku gak mauuuuuu!" Teriak Jennie yang mulai menangis itu, untung saja suara musik di restoran sekaligus club itu jauh lebih kencang daripada suara Jennie.

Mata Kris menuju ke arah seorang lelaki yang memakai kemeja putih lengan panjang dilipat sampai siku yang dimasukkan kedalam celana jeans hitam cukup ketat berjalan ke arah dirinya dan Jennie. Mata Kris membelalak saat lelaki itu menyentuh kedua bahu Jennie yang sudah melantur itu.

"Lo siapa?!" Bentak Kris seraya menepis kasar tangan lelaki itu.

"Saya calon suami Jennie." Ujar Petra dengan kedua mata yang terus menatap Kris dengan lekat.

Kris membeku, entah mengapa ia tidak bisa melakukan apa pun, aura Petra begitu mengintimidasi terutama suara berat dan tatapan tajamnya. Apalagi saat Petra memakaikan jas hitamnya untuk melindungi tubuh Jennie yang memakai pakaian cukup terbuka. Dengan cepat Petra menggiring tubuh Jennie.

"Heh! Lo mau bawa kemana cewek gue!" Protes Kris.

"Saya akan nikahin Jennie, otomatis dia tanggung jawab saya sekarang. Dan saya gak mau dia kenapa kenapa." Ujar Petra lalu berjalan dengan santai seraya menggiring tubuh Jennie untuk memasuki mobilnya.

Petra melihat Jennie sudah terlelap di jok sebelahnya, Petra dapat melihat perempuan ini kacau. Lelaki itu menghela nafasnya, ia tahu Jennie pasti sangat keberatan dengan perjodohan ini apalagi Jennie memiliki seorang kekasih.

"Saya minta maaf, Jennie." Gumam Petra.

-

Jennie membuka matanya yang terasa sangat berat itu, ia memijit pelan pelipisnya lalu berusaha memfokuskan pandangannya yang masih sedikit kabur. Ia lihat jendela kamarnya, hari sudah pagi. Dan ia dapat melihat ibunya kini sedang duduk di pinggir kasurnya seraya tersenyum ke arahnya.

"Jennie, bangun yuk, mandi, siap siap." Ujar Regina dengan mengusap tangan anak kesayangannya itu.

"Mau kemana?" Tanya Jennie yang masih setengah sadar.

"Ada calon suami kamu di bawah, mau bahas soal pernikahan."

Jennie membelalak,"Ngapain dia di sini? Emang aku udah setuju soal pernikahan? Pede amat."

"Kamu kan tau, setuju gak setuju juga papa kamu gak akan ngubah pikiran dia." Ujar Regina dengan lesu.

Jennie mulai bangkit dari posisinya dan memeluk ibunya itu,"Ma, Jennie gak mau dijodohin.... Jennie gak mau nikah sama orang selain Kris." Lirihnya.

"Mama tau sayang, kamu pikir mama setuju? Kamu pikir mama suka sama Petra itu? Keliatan banget aslinya orang kampung tapi baru kaya."

Jennie sontak tertawa puas mendengar ucapan Regina, ternyata ibunya itu memang benar benar sepemikiran dengan Jennie. Berbeda dengan Jevin yang persis seperti David, ayahnya.

Unconditional Love (TH x JN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang