Chapter 18• She's not you.

2.3K 214 23
                                    

Jennie kini hanya diam dengan murung, meskipun Regina yang berdiri di hadapannya itu tak henti hentinya menunjukkan dirinya banyak baju bermerk mahal, sepatu mahal, perhiasan mewah untuk menghiburnya. Jennie terlihat sama sekali tidak tertarik dengan semua barang seharga motor dan mobil itu.

"Jennie? Kok kamu diem aja? Ini mama udah susah susah loh beliin?" Ujar Regina yang terlihat mulai kesal.

Jennie menghela nafasnya,"Iya ma, bagus."

Regina menghela nafasnya lalu duduk di pinggir kasur Jennie, ia mengusap kepala anak bungsunya itu dengan lembut. Jennie masih tak berkutik, yang ia lakukan hanya memadangi langit langit kamarnya dengan tatapan kosong. Seolah pikirannya terbang entah kemana.

"Kamu kenapa? Masih belum enak badannya?" Tanya Regina dengan lembut.

"Enggak." Jawab Jennie singkat.

"Terus kenapa, dong? Gak suka sama barang barangnya?"

"Gak suka karna mama selalu ikut campur rumah tangga Jennie." Jawab Jennie yang mulai menatap mata Regina yang terlihat syok dengan ucapan Jennie.

"Jennie?" Ujar Regina dengan ekspresi terkejut.

"Ma, Jennie udah gede. Jennie gak perlu dimanja lagi, sekarang Jennie udah nikah, terus mama bisa apa? Masih mau ngatur ngatur Jennie? Terus Petra itu apa? Petra itu suami Jennie, dia yang berhak ngatur Jennie sekarang, tanggung jawab mama udah lepas. Jennie udah tanggung jawab Petra, jadi stop lah ma ikut campur." Ujar Jennie dengan nada frustasi.

"Jennie, kamu-"

"Jennie ngerti, mama khawatir Jennie gak seneng sama pernikahan ini, kan? Jennie udah seneng, mama puas? Jennie gak mau mama ikut campur lagi soal Petra dan Jennie." Lanjut Jennie yang mulai mengalihkan pandangannya lagi.

Regina bangkit dari duduknya dengan tatapan geram,"Liat kan sekarang? Dampaknya dari kamu nikah sama Petra? Kamu jadi berani ngelawan mama! Selama 23 tahun kamu idup, kamu gak pernah ngelawan mama, Jennie!" Bentak Regina.

Jennie hanya diam dengan air mata yang menetes di pipinya. Bahunya berguncang, ia pun tidak pernah melihat Regina se-marah ini. Regina kini terlihat benar benar menyeramkan seolah ia memang benar benar serius soal kebenciannya dengan Petra.

"Kamu itu berubah, Jennie! Kamu bukan Jennie lagi, bukan anak kesayangan mama lagi semenjak ada Petra! Makanya mama tau dia pengaruh buruk buat kamu!" Bentak Regina, lagi. Lebih kencang.

Jennie menatap Regina dengan matanya yang berair,"Se-benci itu ya mama sama Petra sampe mama bisa ngebentak aku kayak gini? Petra itu gak salah, ma! Aku yang salah! Aku yang salah pergaulan karna Kris!"

"Mama gak peduli. Sekali mama gak suka, mama gak akan pernah suka. Titik." Desis Regina sebelum melangkahkan kakinya keluar dari kamar Jennie dan membanting kuat pintu kamar Jennie.

Jennie menangis sejadi jadinya di kamarnya itu, ia ingin bahagia dengan Petra. Tapi melawan Regina itu jauh lebih membahayakan dari melawan lima orang. Regina benar benar berpengaruh besar hingga tak ada yang berani beradu argumen dengannya. Bahkan David sekali pun. Jennie meremas kuat selimutnya, menangis sejadi jadinya.

Beberapa saat kemudian,

Jevin mengetuk pintu kamar Jennie walaupun ia sudah memasuki kamar Jennie. Seolah menyadarkan Jennie dari lamunannya yang bahkan tidak sadar bahwa Jevin sudah berada di kamarnya. Jennie dengan mata sembabnya itu mendongak, menatap Jevin lalu menepuk bagian kasur di sebelahnya. Seolah menyuruh Jevin untuk berbaring di sebelahnya.

Jevin menutup pintu kamar Jennie lalu berbaring menyamping di sebelah adiknya itu. Menatap Jennie dengan tangan yang menopang kepalanya. Jennie masih menatap ke langit langit kamarnya, Jevin dapat melihat nafas adiknya itu masih terisak. Jelas sekali Jennie habis menangis kencang.

Unconditional Love (TH x JN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang