Tujuh

3K 644 123
                                    

Tiara membiarkan rambut cokelatnya tergerai. Pagi itu dia terlihat cantik dengan baju terusan berwarna marun dengan aksen renda pada lengannya. Sepatu flat warna putih serasi dengan tas tangan yang ia bawa.

"Mbak Tiara cantik sekali!" puji Bik Tunik yang tengah mengatur makanan di meja.

"Masa sih, Bik?" tanya perempuan itu mengulas senyum.

"Iya, Mbak. Masa Bibik bohong!" balas perempuan paruh baya itu.

"Saya panggil Mas Radit dulu ya, Bik."

"Eh, Mas Radit sudah di luar, Mbak. Sepertinya sedang membersihkan mobil."

Keterangan asisten rumah tangganya itu membuat Tiara heran. Tak biasanya pria itu serajin hari ini. Seingat Tiara, Radit tidak akan beranjak dari ranjang sebelum ia mengetuk pintu kamar untuk membangunkan. Meski Radit tidak menyukai suaranya, tapi pria itu meminta dirinya yang mengetuk pintu kamarnya setiap pagi.

"Dia sudah bangun, Bik?"

Bik Tunik mengangguk mengatakan pagi ini Radit terlihat gembira tak seperti biasa.

"Mungkin karena akan bertemu ibunya, Mbak," tuturnya mengira-ngira.

"Dia sudah sarapan?" tanya Tiara. Ia berkata seperti itu karena tahu pria yang jadi suaminya itu tidak pernah mau semeja dengan dirinya.

"Belum, Mbak, tapi tadi Mas Radit bilang dia nunggu Mbak Tiara."

Perempuan semampai itu memutar bola matanya tidak percaya. Berulang kali ia mengerjakan mata menatap Bik Tunik mencuba meyakinkan apa yang didengar.

"Pagi, Tiara!" Suara bariton pria tegap itu telah ada di sampingnya.

Tiara menyungging senyum, ia bergegas meletakkan sarapan kesukaan sang suami di meja depan kursi yang biasanya ia duduki.

Radit tersenyum mengucapkan terima kasih.

"Kamu nggak sarapan? Kenapa nggak duduk? Kita sarapan bareng," tutur Radit menatap istrinya.

"Aku ...."

"Duduk sini. Temani aku sarapan!"

Dengan senyum Tiara mengambil duduk jauh dari kursi Radit.

"Apa menurutmu aku menakutkan?"

Perempuan bermanik cokelat itu menggeleng.

"Lalu kenapa kamu seperti orang ketakutan?"

Tiara tak menjawab, ia meraih gelas berisi air putih kemudian meneguknya. Sepanjang menemani Radit makan pagi, ia hanya diam. Melihat sekilas pada Radit lalu kembali menikmati roti isi.

Tak lama terlihat sang suami telah menyelesaikan makan paginya. Pria itu meneguk susu low fat kemudian beralih menatap Tiara.

"Kita berangkat sekarang. Kamu selesaikan sarapannya. Koper kamu di mana?" Pria bertubuh tegap itu beranjak dari duduk.

"Koper masih di kamar."

Radit mengulas senyum.

"Aku ambil!"

Dapat perlakuan yang tidak biasa dari sang suami membuat Tiara kembali termangu. Pikirannya mencoba mencari jawaban. Apakah mungkin Radit mulai bisa menerimanya? Apa mungkin pria itu telah menjauh dari Indria? Jika iya, tentu saja ini sebuah kebahagiaan, tapi jika ini hanya sementara, Tiara sepertinya harus mengumpulkan kesabaran lebih.

"Mbak Tiara, ditunggu Mas Radit di mobil!" Bik Tunik tiba-tiba muncul di samping.

"I ... ya, Bik. Eum ... saya pergi dulu."

Dia yang Kau Sebut Rumah. Selengkapnya Di KBM AppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang