tiga

3K 608 115
                                    


Tiara memasukkan beberapa novel ke dalam kantung plastik berlogo toko buku itu kemudian membawanya ke kasir. Ardan mengambil tas belanjaan itu,  ia mengatakan akan membayar sejumlah buku yang dibeli Tiara.

"Jangan, Ardan!" Perempuan itu menggeleng.

"Sesekali bolehkan? Asal jangan setiap hari, nanti bisa tekor aku!" kelakarnya seraya meminta Tiara mundur.

"Kamu tunggu ya, biar aku yang antre!"

Tak lupa Tiara mengucapkan terima kasih pada pria itu. Sambil menunggu Ardan, ia memalingkan wajahnya ke arah rak buku lainnya. Mata indah Tiara membulat melihat pria yang tidak asing tengah bersama gadis kecil, sedang di sampingnya seorang perempuan menatap keakraban keduanya dengan senyum bahagia.

Melihat keakraban ketiganya ada sesak meraja di dadanya. Mata Tiara perlahan mengembun, seolah tak ingin dirinya diketahui ketiga orang itu, dengan hati memcelos, pelan ia mundur berlindung dibalik rak buku tanpa melepas pandangan ke arah mereka. Sesekali ia melihat pria itu mencubit gemas pipi gadis kecil yang ia taksir kira-kira berusia tiga tahun. Meski dari kejauhan, tampak jelas bahagia tergambar di wajah pria itu.

"Tiara? Aku cari-cari ternyata kamu di sini." Kehadiran Ardan seolah tak disadari olehnya. Perempuan itu masih menatap muram ke arah yang sama seperti tadi. Melihat Tiara tak bereaksi dengannya, ia pun mengikuti arah pandangan perempuan itu.

Ardan tak kalah terkejut melihat pemandangan itu. Tak ingin terjadi sesuatu, segera ia meraih tangan Tiara dan membawanya menjauh. Perempuan itu menarik tangannya menatap Ardan. Dari manik cokelatnya tersirat protes.

"Kamu bilang dia ke luar kota? Kenapa dia ada di sini?"

Ardan membuang napas kasar, karena sebenarnya Radit memang ada jadwal ke luar kota hari ini, tapi di jadwal itu tertulis sore. Ia tak menyangka jika suami Tiara itu juga tengah berada di sini.

"Tapi benar, Tiara. Radit ada jadwal ke luar kota hari ini. Aku tidak berdusta."

"Cukup! Aku paham." Tiara memberi isyarat agar Ardan diam.

"Apa dia yang bernama Indria?" tanyanya dengan wajah memerah menahan gejolak emosi.

Ardan diam, ia mencoba meraih tangan Tiara. Pria itu bermaksud membawa keluar dari mal itu. Namun, Tiara mundur menolak.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa dia yang bernama Indria? Katakan! Aku yakin kamu tahu, Ardan!"

Sejenak Ardan menarik napas dalam-dalam kemudian ia mengangguk pelan. Kini air yang sejak tadi tertahan di kelopak matanya tumpah dengan cepat membasahi pipi. Melihat kebahagiaan yang terpancar dari Radit membuat dia semakin merasa tak berguna.

Ia bisa menerima jika Radit mengacuhkannya, ia bisa menerima saat Radit menyebutkan nama Indria saat pria itu marah karena suara Tiara yang dianggapnya membosankan. Namun, melihat senyuman suaminya saat bersama perempuan lain benar-benar telah membuat hatinya terasa dihunjam ribuan anak panah.

"Tiara, aku minta maaf. Aku sama sekali nggak tahu kalau ...."

Kembali Tiara memberi isyarat agar pria itu diam. Perempuan itu mengusap air matanya.

"Aku mau pulang!"

Ardan mengangguk. Mereka berdua berjalan meninggalkan tempat itu.

Saat mobil mulai bergerak, Tiara kembali bertanya soal Radit.

"Apa itu anaknya?" Perempuan itu menatap lurus dengan wajah sulit ditebak.

Ardan menggeleng. Ia pun tak tahu siapa gadis kecil itu, yang ia tahu hanya tentang Indria.

Dia yang Kau Sebut Rumah. Selengkapnya Di KBM AppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang