Dua belas

3K 666 63
                                    

Radit terdiam mendengar penuturan ibunya. Kembali dia tak menyangka akan dihadapkan oleh keadaan rumit seperti ini. Rumit yang sesungguhnya dia ciptakan sendiri.

"Ceritakan ke ibu apa yang terjadi pada rumah tangga kalian? Apa perempuan yang pernah kamu ajukan pada kami waktu itu yang membuat wasiat ayahmu berantakan?"

Radit masih membisu, tidak berguna juga jika ia menjawab, toh ibu ya sudah bisa menebak semuanya.

"Radit, kamu anak ibu! Dan semenjak Tiara menjadi istrimu, dia juga menjadi anak ibu. Tanggung jawab ibu." Bu Rahmi menarik napas dalam-dalam. "Jika terjadi sesuatu pada kalian, maka ibu sebagai orang tua harus bisa membantu menyelesaikannya."

"Bu, tapi bukan itu maksud Radit." Pria berkaus abu-abu itu mencoba menginterupsi.

"Katakan apa maumu!"

"Radit ... Radit nggak mau menceraikan Tiara, Bu."

Bu Rahmi kali ini menoleh pada putranya. Terlihat wajah sang putra memohon dan merasa bersalah. Melihat ekspresi sang putra, perempuan itu justru menggeleng.

"Kenapa ibu baru menyadari bahwa kamu tidak tulus, Radit? Sudahlah, jangan mempersulit diri sendiri. Tiara sudah cukup berbesar hati memberikan pilihan buatmu tanpa meminta apa pun." Kembali ia melihat Tiara yang masih sibuk memindahkan beberapa anggrek ke dalam pot.

"Enam bulan pernikahan tanpa kehangatan yang seharusnya itu sudah cukup menyakitkan bagi Tiara."

"Bu, tapi Radit ...."

"Ibu perempuan, Radit! Dan ibu bisa merasakan bagaimana luka di hati istrimu!" Bu Rahmi seolah tak memberi kesempatan bagi putranya untuk menyela.

"Bu, Rayhan berangkat dulu." Adik Radit itu muncul di tengah-tengah mereka berpamitan. Setelah mencium punggung tangan sang ibu, ia menepuk bahu Radit.

"Mas, andai Rayhan yang memiliki Mbak Tiara ... Rayhan tidak akan membiarkan dia bersedih!" cetusnya tersenyum.

"Maksud kamu?" sengit Radit.

"Eit! Kenapa marah? Cemburu? aku kan cuma bilang andai! Tapi kan pada kenyataannya tidak? Tenang, Mas!" kilahnya mengayun langkah meninggalkan Radit dan ibunya.

Radit mendengkus kesal melihat Rayhan berpamitan dengan Tiara. Keduanya lagi-lagi terlihat sangat dekat.

"Bu! Radit rasa kalau Tiara di sini lebih lama, bisa-bisa direbut Rayhan!" keluhnya. Entah kenapa untuk kesekian kalinya ia merasa dibakar cemburu yang tak beralasan melihat Rayhan dan Tiara.

"Kamu jangan ngaco! Dia adikmu, Radit. Dan ibu rasa apa yang diucapkan Rayhan itu benar!"

"Bu!"

"Rayhan sudah memiliki kekasih! Jika kamu mencurigainya, ada baiknya kamu perbaiki dulu hatimu!"

"Bu, kenapa ibu menyudutkan Radit? Ibu bahkan sama sekali tidak bertanya bagaimana perasaan Radit," ungkapnya.

"Ibu rasa tidak perlu lagi bertanya-tanya soal perasaanmu, Nak. Semuanya sudah bisa dibaca kan? Kamu tidak bahagia hidup bersama Tiara dan begitu juga sebaliknya. Kamu bahkan memilih perempuan itu ... eum ... benarkan?"

Radit bergeming. Matanya membidik sang istri yang berjalan mendekat. Ada desir berbeda saat mata mereka sesaat saling bersirobok. Menyadari Bu Rahmi dan sang suami tengah terlibat obrolan serius, Tiara memilih meminta izin untuk membersihkan diri.

"Tiara, kamu bisa istirahat di kamar jika lelah. Oh iya, minta sama Mbok Warni agar dia membuatkan minuman hangat untukmu, Nak."

Perempuan berambut cokelat itu tersenyum manis kemudian mengangguk, lalu menghilang di balik pintu.

Dia yang Kau Sebut Rumah. Selengkapnya Di KBM AppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang