Bab 5: Sekat

20 2 0
                                    

"Selain jadi manager, jago main game, jago gambar, pintar masak terus apalagi yang ka angkasa bisa?"  Kata dino disela makan nya.

Angkasa menepati janjinya untuk menjemput saya sekaligus sarapan dengan saya dan dino dirumah.
Angkasa tertawa mendengarnya..

"Sudah layak jadi kakak ipar mu belum?" kata angkasa yang membuat saya bergidik ngeri.

"Sudah, tapi kayak nya ka nada belum layak jadi istri siapa pun."

"Kenapa?" kata angkasa dengan tawa yang pura-pura ditahan. Apa ini ujian di pagi hari?

"Permisi.." kata saya mencoba menghentikan pembicaraan konyol itu.

"Rasa masakan nya ngga pernah stabil, konsistensi ngga bisa masak nya juga kuat banget"

"Cuma itu? Tapi dia bisa masak sphagetti, mie instan dengan baik kok, din" angkasa sangat puas kali ini.

"Pokoknya nanti baru dino kabarin ka kalo ka nada nya udah layak, yang sabar nunggunya yaa" kata dino yang sangat menunjukkan prihatin nya ke angkasa. Mereka memang setipe kalau urusan mengejek orang lain.

Setelah sarapan dan mengantar dino ke sekolahnya saya dan angkasa akhirnya tiba dikantor.

"Kalau nanti saya terlalu lama kamu ke ruangan saya yaa" katanya sebelum kami berpisah di kantor.
Saya hanya menganggukan kepala tanda mengerti, penghuni kantor ini sudah terbiasa melihat kami datang dan pergi bersama.
Awalnya mereka mengincar saya sebagai topik perbincangan hangat, tentang bagaimana hubungan saya dan angkasa, bagaimana saya bisa bekerja disana dan beberapa ada yang memikirkan bagaimana saya bisa keluar dari sana. Sejujurnya saya tidak pernah peduli dengan hal itu, bahkan tidak pernah tertarik untuk membahasnya. Saya anggap hal yang wajar jika kita sudah memasuki dunia pekerjaan, saya juga tidak pernah ingin membahas nya dengan angkasa. Saya kira angkasa juga tidak terlalu peduli akan hal itu, tapi suatu ketika saya pernah mendengar dia mengatakan suatu hal pada beberapa orang yang ia pergoki sedang membicarakan saya.

"Begini, saya sangat senang menjadi perbincangan orang lain apalagi perbincangan itu tidak ada jawabannya. Tapi urusan wanita yang kalian bicarakan itu sebuah pengecualian, kalian bisa menanyakan semua itu kepada saya, akan saya jawab dengan jelas. Jadi bisa di pastikan kalian bisa menjaga mulut kalian dengan baik sekarang?" katanya dengan nada yang membuat siapa saja yang mendengar nya pasti bergidik ngeri walaupun ia membuat nya sesantai mungkin.

Setelah kejadian itu rumor yang terdengar berangsur-angsur hilang, saya bahkan tidak mengucapkan terima kasih kepadanya sampai sekarang.

"Nad, nanti hasil meeting hari ini tolong kirimin ke email gue yaa"

"Iyaa, nanti gue kirim"

"Makan siang dulu yuk, gue traktir kali ini" kata Naya sumringah.

"Ada angin apaan? Tumben"

"Udah ayo ah" katanya menarik tangan saya paksa.

Ternyata naya tidak mengajak saya makan siang di kantin kantor, dia membawa saya pergi makan siang di luar dan bertemu dengan teman kuliahnya. Seperti nasi yang sudah menjadi bubur, saya tidak bisa menolak ataupun pergi dari tempat itu. Terlebih lagi naya sangat bersemangat untuk bertemu teman lamanya itu. Tak berapa lama kami menunggu teman naya datang dari arah pintu masuk. Wanita itu melambaikan tangannya memberi tanda keberadaannya pada laki-laki itu.
Laki-laki itu tersenyum melihat keberadaan kami dan dengan cepat menghampiri kami.

"Lama nunggu yaa?" kata laki-laki itu.

"Ngga kok baru sampai juga, ohiya gue udah pesen makanan buat lo tadi."

RangkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang