Bab 7: Langkah

25 2 0
                                    

Beberapa belas tahun lalu..

Tidak ada yang membuka pintu saat saya pulang..
Siang itu hujan lebat.. Seragam yang saya gunakan kuyup hingga menyebabkan dingin menusuk tulang.

Bocah 9 tahun itu hanya bisa menunduk didepan pintu sembari menangis dalam hati..
"Apa ayah dan mama pergi ke rumah sakit lagi?"

"Apa nada di tinggal sendiri lagi?"

Nyata nya memang begitu.. Pintu itu tak kunjung di buka.

Anak itu berdiri mengambil sebuah kunci yang di sembunyikan di bawah pot. Sepintas ingin membuang kunci yang ia genggam, pergi kemana pun lalu berharap di cari..

Di urungkan niat bocah itu, ia masuk ke dalam rumah yang sepi, tidak ada orang yang menyambut kepulangan nya disini.

Iri menyelimuti diri, teman-teman di sekolah tadi bahkan di jemput hangat oleh orang tua nya disekolah, di bawakan payung maupun jas hujan, alih-alih melindungi anaknya agar tidak sakit.

Tapi bukan kah ayah dan mama juga melakukan hal yang sama? Melindungi anak yang satu walau sedikit melupakan anak yang lain nya. Bocah itu sehat, orang tua nya menganggap ia lebih kuat. Sementara adik bayi nya sakit, adik melody lebih membutuhkan ayah dan mama nya sekarang.

Melody nama nya, kata mama nama yang pas untuk adik kecil nanti. Sayang nya, melody mengidap Pneumonia neonatal.. Saya juga tidak tahu itu penyakit apa, yang pasti ayah dan mama harus bolak-balik kerumah sakit saat melody sulit bernafas. Saya hanya bisa melihat mama yang terus menangis saat melihat melody.

Sampai hari semakin gelap, tidak ada yang pulang, tidak ada yang menanyai kabar. Bocah itu hanya bisa duduk meringkuk di ruang tamu. Menunggu kepulangan keluarga nya.

Sangat sepi. . Hanya terdengar suara hujan dan petir.. Mulai hari itu, saya benci suara hujan.. Atau mungkin takut. Bocah itu bahkan tidak bisa menangis lagi.. Harapan nya cuma satu. Semoga keluarga nya cepat pulang.

Terdengar suara pintu yang coba dibuka.. Bocah itu senang awal nya tapi langsung pupus ketika melihat dari balik jendela ada dua orang tak dikenal nya masuk dengan mengendap-endap, dua orang yang memakai baju serba hitam dan penutup wajah mereka.

Bocah itu lari menyelamatkan diri, satu-satunya tempat yang ia pikirkan adalah lemari. Bersembunyi sebisa mungkin, keringat mulai bercucuran padalah malam ini sangat dingin.

Terdengar suara langkah kaki yang mulai mendekati tempat persembunyian bocah itu. Dalam hitungan detik, lemari itu terbuka dan menampakan seorang laki-laki yang sama terkejut nya dengan bocah itu. Entah keberanian dari mana, bocah itu keluar dan berlari secepat mungkin menyelamatkan diri, laki-laki itu mengejar dengan cepat. Sayang nya bocah itu tertangkap oleh laki-laki satu nya.

Membekap mulut bocah itu agar tidak berteriak, si laki-laki satu lagi datang membawa pisau di tangannya. Masih teringat jelas apa yang ia bilang.

"Jangan melakukan apapun kalau tidak pisau ini akan melukai mu anak manis" sambil berlutut menyamakan tinggi bocah itu.

Satu hal yang saya pikir kan waktu itu, orang tua saya pasti menyesal telah meninggalkan saya sendiri di rumah.

Bocah itu menggigit tangan yang menyekap mulut nya, di buka nya topeng yang menutup wajah laki-laki si pembawa pisau itu. Setidaknya cctv rumah yang mengarah tepat di mana kami berada merekam wajah si penjahat itu.. Belum sempat jauh berlari bocah itu merasakan benda yang menusuk tubuh nya.

RangkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang