1. Penolong

1.3K 71 0
                                    

Mohon maaf sebelumnya karena part ke acak, jadi kalian bisa baca sesuai nomor judul🙏🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mohon maaf sebelumnya karena part ke acak, jadi kalian bisa baca sesuai nomor judul🙏🙏

Harus diingat, setiap part saling berhubungan, jadi jangan diloncat-loncat lho... Ntar ga jelas ( kek hubunganmu sama dia🙃)

Cerita ditulis dengan penulisan yang rapi, jika kalian masih melihat typo/kepenulisan yang salah, entah itu dari tanda baca, dialog tag/ narasi/ pengejaan ataupun penempatan huruf kapital. Bisa langsung menegurku lewat komentar🙏

Aku sangat menerima saran, apalagi kritik, kritikan level paling tinggi juga aku terima ya... Jadi sangat sungkan-sungkan 🙏🙃

Selamat membaca!🙃🧡🧡🧡

***

"Abang! Aqeela berangkat!" pamit ku terburu-buru. Mengeluarkan sepeda biru langit yang biasa aku tumpangi untuk menuju sekolah.

Pagi ini aku bangun kesiangan. Pasti Suheil dan Jefan sama sepertiku. Terbukti mereka berdua tidak mengajak untuk berangkat bersama. Semua ini gara-gara pesta ulang tahun Saskia. Kemarin malam benar-benar meriah, Saskia mengundang banyak orang dan berlangsung sampai larut malam. Walaupun begitu, aku sangat senang. Sahabat perempuan ku bertambah satu tahun lebih tua.

Aku mengambil jalan pintas yang lebih cepat sampai ke sekolah. Meskipun sedikit ragu karena jalan ini biasa digunakan pemuda untuk tempat tawuran. Jujur aku tidak tahu benar atau tidak, Saskia yang mengatakannya. Masa bodo, bagaimanapun caranya aku harus datang tepat waktu ke sekolah sebelum gerbang tertutup.

"Awas!" teriakku ke arah cowok yang seenaknya menyebrang tanpa lihat kanan kiri. Beruntung aku mengerem tepat waktu. Tapi kenapa cowok yang memakai seragam beda denganku tersungkur ke aspal. Padahal aku tidak menabraknya, barang menyenggol pun.

Aku menurunkan standar sepeda sebelum menghampiri cowok itu. "Kamu enggak kenapa-kenapa?" tanyaku tanpa menyentuhnya, hanya membungkuk untuk melihat keadaannya. Barangkali dia cidera. Dia menoleh dan diam beberapa detik ketika melihatku. Aku beralih melihat sekujur tubuhnya.

"Aaa ...," teriakku lagi sembari menutup mata dengan telapak tangan, saat melihat bagian bawah yang menganga lebar. Apa yang aku lihat, harus aku lupakan!

"Hehe ... bentar-bentar. Habis buang air kecil, lupa ketutup," ujarnya tanpa malu. Aku masih dengan posisi yang sama. "Udah. Buka tangannya." Setelahnya aku menurunkan tangan dan membuka mata. Spontan melihat ke bawah, sungguh memalukan!

"Kamu enggak kenapa-kenapa, kan?" tanyaku lagi. Dia hanya mengangguk. "Ya sudah, aku pamit." Buru-buru kembali menunggangi sepeda dan menggoes lebih cepat.

"Hei! Nama aku Farel! Nama kamu siapa?!" teriak cowok itu, aku tidak bisa menanggapi karena harus fokus menyetir.

Benar saja, setelah belokan menuju belakang sekolah, banyak siswa hendak tawuran. Jumlahnya banyak, tidak bisa dihitung dengan jari. Dua tugu yang saling berhadapan. Para siswa juga tidak menggunakan tangan kosong, ada yang membawa kayu balok panjang, batu dan besi-besi.

Yang menjadi sorotanku adalah Keisha Alvaro--pemimpin dari tugu sebelah kanan--siswa sekolahku. Aku mengenalnya tapi dia mungkin tidak mengenalku. Jelas aku kenal, hampir setiap hari Saskia menceritakan detail tentang Kak Keisha. Jiwa Intel Saskia patut diacungi dua jempol. Bagaimana tidak, dia selalu tahu kegiatan setiap hari Kak Keisha. Mulai dari kapan Kak Keisha datang ke sekolah, kapan menuju kantin, latihan basket dan masih banyak hal lain. Tapi yang membuatku takjub, Saskia tahu jam-jam Kak Keisha hendak ke toilet!

Sekarang aku harus memikirkan cara agar bisa lewat di tengah-tengah siswa tawuran. Bisa saja aku melipir lewat lain, tapi akan memakan banyak waktu. Aku melihat kanan kemudian ke kiri. Mereka hanya saling pandang, senjata yang dibawa belum diangkat. Yang aku butuhkan adalah rasa keberanian untuk lewat, tidak sampai dua menit. Namun bisa saja mereka mulai tawuran saat aku di tengah-tengah.

Pandangan aku fokuskan ke depan, jalan yang luas masih menjadi milikku untuk beberapa detik. Tanpa pikir panjang lagi, aku menggoes sepeda ke arah tengah. Aku bisa melihat dari ekor mata dua tugu itu semakin mendekat. Aku harus fokus, namun sepedaku...

Rantainya lepas! Ban belakang kempes! Aku harus bagaimana? Mau didorong pun akan susah, terlebih di keranjang depan dan jok belakang ada banyak bungkus keripik.

Bug

Aku merasakan ada seseorang di belakang. Aku menoleh dan dikejutkan dengan wajah Kak Rassya, sangat dekat dengan wajahku! Aku baru menyadari, banyak batu terlempar dan salah satunya mengenai punggung Kak Rassya. Apakah dia melindungi ku?

"Kamu lari ke sana! Cepat!" teriakkan Kak Rassya membuatku mengerjap beberapa kali. Pegangan sepeda sudah diambil alih, aku berlari ke jalan depan yang lebih aman sesuai perkataannya. Sedangkan dia menuntun sepeda dengan susah payah. Kenapa aku tidak mengambil plastik keripik yang ada di keranjang depan sih?!

"Kamu masuk ke sekolah lewat pintu belakang aula, pintunya enggak dikunci. Tapi harus hati-hati. Gerbang sekolah udah di tutup, banyak murid yang dihukum. Gih cepat!" teriak Kak Rassya lagi. Aku dibuat bimbang. Jika aku pergi nanti Kak Rassya gimana? Massa aku tinggal gitu aja.

"Cepat!" teriaknya lebih keras, membuatku lagi sesuai arahannya. Aku sempat menengok ke belakang. Tawuran sudah di mulai dan Kak Rassya masih susah payah mendorong sepeda.

Ya Allah lindungilah Kak Rassya.

***
Gimana? Tanggapan pertama dong?

Mana tim Farqeel!

Mana tim Syaqeel!

Tim Heiqeel aku adain enggak ya? Atau tim Jefqeel aja?

PETRICHOR || Aqeela Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang