22. Apa itu Syaqeel

200 29 6
                                    

Tiga kali ketukan palu dari ketua hakim, terdengar begitu mengerikan sampai ke telingaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga kali ketukan palu dari ketua hakim, terdengar begitu mengerikan sampai ke telingaku. Bang Rey dinyatakan bersalah dalam kasus penyalahgunaan serta pengedaran narkoba, ia harus mendekam di tahanan selama 4 tahun ditambah dengan proses rehabilitas. Pelapor pertama Bang Rey dalam kasus pencurian uang, telah mencabut tuntutannya, memilih jalan berdamai, itu berkat pengacara kenalan Kak Ratu. Aku berjalan mendekat, berusaha menggapai Bang Rey. Orang-orang di sekitar mencegahku.

"Izinkan kami berbicara sebentar," pinta Bang Rey saat melihatku yang sudah menangis histeris.

Ketika mendapatkan izin, cekalan dari tubuhku terlepas. Aku langsung menghambur ke pelukan Bang Rey, memeluknya begitu erat. Membuat pundak kiri Bang Rey basah karena air mataku. Bang Rey membalas pelukanku, hingga beberapa menit tangannya hendak menjauhkan tubuh kami. Aku menggeleng dengan cepat, masih ingin memeluknya lebih lama.

"Jaga diri kamu baik-baik, jangan lupain sholat ya," bisik Bang Rey tepat di telingaku. Aku mengangguk lemah. "Tentang Farel--"

"Aqeela udah tahu semua tentang Farel. Kenapa Bang Rey enggak kasih--"

"Dengerin Abang, yang salah itu pak Kris, bukan Farel. Farel cuma berusaha buat menebus kesalahan ayahnya." Bang Rey menjeda. "Apapun alasannya, jangan benci Farel. Dia orang baik, kamu juga harus bersikap baik."

Dua hari setelah Bang Rey ditetapkan sebagai tersangka, namun bayang-bayang di ruangan meja hijau itu masih berputar jelas di pikiranku. Benar kata Bang Rey, aku harus memaafkan Farel, karena nyatanya dia tidak bersalah.

Hari ini aku memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Tidak ingin berlarut lebih lama dalam kesedihan. Selama dua hari lalu juga banyak sekali bantuan dari teman-temanku, entah itu dalam bentuk suport atau materi.

"Kakaknya pencuri, bisa jadi adiknya juga."

"Iya tuh, hati-hati. Jaga uang kalian. Nanti dicuri lagi."

Aku berusaha menulikan pendengaran kala sindiran dari beberapa siswi seangkatan yang aku lewati. Berita tentang Bang Rey tersebar luar di internet, terutama tentang figurnya sebagai fotografer beberapa model semakin tersorot. Aku pikir setelah ini akan baik-baik saja, nyatanya diikuti dengan omongan orang sekitar yang lebih menyakitkan.

Melewati beberapa siswi yang masih menatapku sinis, sesekali melempar sindiran yang menohok. Aku tahu ini akan berlanjut di kelas, jadi aku harus lebih menguatkan hati. Jika saja tadi pagi aku menerima tawaran Suheil atau Jefan untuk berangkat bersama, pasti tidak ada yang berani mengejekku pagi ini. Kedua sahabat laki-laki itu pasti akan membungkam mulut tukang nyinyir dengan tingkah mereka.

Aku menolak tawaran berangkat bersama karena ingin mampir ke makam Ayah, dan sedikit menenangkan diri sebelum kembali menerim kenyataan pahit. Tapi aku yakini semua sahabatku sudah menunggu di kelas.

"Kamu udah jarang buka bengkel sekarang." Itu suara Suheil. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu. Aku berusaha mendengarkan pembicaraan mereka dari luar kelas dekat jendela.

"Aku mau nemenin Aqeela dulu, ya walaupun ibu marah-marah mulu," sahut Jefan. Dia yang selama ini selalu standby di dekatku. "Kami juga ada rekaman bukan? Atau beneran nanti kalo udah lulus?"

Beberapa detik menjadi hening. "Sebenarnya sih kemarin-kemarin, tapi aku ngajuin buat pemunduran waktu. Nunggu Aqeela tenang dulu."

"Aku jadi nyesel gini, enggak bisa bantu bang Rey lebih. Dapet omel Mulu dari mamah, gara-gara maksa buat bebasin bang Rey." Kali ini Kak Ratu ikut menyahut.

"Kemarin aku berusaha ngehibur Aqeela, sengaja mesen keripik banyak, biar dia mau keluar rumah. Eh, pulang ke rumah malah Aqeela tambah sedih, mana enggak mau cerita lagi dia kenapa. Walaupun ujung-ujungnya aku dimarahin mamah gara-gara beli keripik sebanyak itu." Jadi maksudnya? Keripik itu bukan untuk acara keluarga Saskia.

Semua sahabatku mempunyai masalah sendiri, dan itu sebabnya dari diriku. Mereka berupaya untuk selalu ada dengan mengorbankan banyak waktunya yang lebih penting. Kenapa aku bisa sebodoh ini, tidak menyadari sesuatu yang terjadi. Terlalu egois berlarut dalam kesedihan, tanpa memikirkan bahwa setiap manusia pasti mempunyai masalah tersendiri.

"Aqeela," panggilan dari ketua kelas, pastinya mengundang keterkejutan dari sahabatku. Segera kakiku melangkah pergi dari sana.

Rasanya kekuatan berlari ku semakin cepat, padahal aku tipe orang yang mendapatkan nilai penjas di bawah rata-rata. Berbelok ke arah kiri, dan bertemu taman belakang yang jarang di lewati siswa ataupun guru-guru. Bisa dibilang ini tempat gudangnya tanaman yang layu atau sudah mati, terbukti dengan banyaknya tanaman pot yang berjejer. Tanaman ini disatukan karena mengalami nasib yang sama.

Aku terlalu berlarut dalam kesedihan hingga tidak menyadari sahabatku juga punya masalah lain. Mereka tidak ingin aku tahu tentang masalah mereka, sedangkan aku dengan terang-terangan membuat mereka ikut andil dalam mengurusi masalahku, ikut membantu menghiburku.

"Semua orang memang punya masalah. Tapi setiap orang berhak menjadi pemeran utama di cerita hidupnya, dengan masalah yang bisa dibilang lebih berat."

Aku menoleh ke belakang, mendapati Kak Rassya yang sedang duduk di kursi taman menyilangkan kaki. Aku mendekat, ikut duduk di sampingnya. Entah hanya kebetulan atau apa, Kak Rassya selalu ada saat aku sedang merasa dalam keadaan butuh dukungan dan kata-kata motivasi.

"Untuk sekarang ini, pemeran utamanya itu kamu, mereka sebagai pemeran pendukung. Nanti ketika tiba waktunya, kamu akan beralih jadi pemeran pendukung untuk salah satu di antara mereka."

Tatapannya beralih padaku. "Maaf ya, aku baru tahu berita tentang Bang Rey. Gara-gara ...."

Ucapannya menggantung, aku menunggu beberapa menit tapi dia tetap diam tidak melanjutkan perkataannya.

"Gara-gara apa Kak?"

"Eh enggak, lupain," balasnya memalingkan wajah. "Oh ya, temenku ada yang mau mesen keripik singkong."

"Okey Kak, nanti aku bawain."

"Ganti aja sih namanya, jadi syaqeel gitu." Entah aku yang salah dengar atau apa. Lirihan itu berasal dari Kak Rassya, karena mulutnya juga bergerak.

"Maksudnya gimana Kak? Syaqeel itu apa?"

"Eh enggak, lupain. Aku mau ke ruang guru, buru-buru." Kak Rassya berdiri, hendak beberapa langkah dia berbalik badan lagi.

"Semangat Aqeela! Hari kelulusan besok jangan lupa hadir ya!"

Setelah senyumku terbit, Kak Rassya ikut tersenyum menampilkan gigi gingsulnya dan berlalu pergi meninggalkan aku sendiri. Tapi tak lama para sahabatku datang. Aku langsung memeluk Saskia dan Kak Ratu.

"Makasih," ucapku, membuat dua cewek ini langsung membalas pelukanku. Suhail yang hendak bergabung mengurungkan niat saat Jefan mengangkat bogeman tangannya.

***

Minal aidzin walfaizin 🙏 maaf ya kalo author ada salah🙏🙃

Selamat hari raya idulfitri😊😊

Vote & komennya jangan lupa🧡🧡🧡

PETRICHOR || Aqeela Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang