Kaki ku melangkah lebih cepat kala bayangan tubuhku semakin terlihat. Sepertinya matahari bersinar tepat berada di atas kepalaku, rasanya panas sekali. Aku butuh air dingin. Sedikit menyesal menolak tumpangan Suheil. Hari ini Dia ingin langsung menuju tempat lomba, kasihan jika harus membuatnya bolak balik karena menghantarkan ku pulang.
Mengenai sepeda, Kak Rassya belum mengembalikan sepada ku dari kemarin. Aku juga sudah berusaha mencari keberadaannya di kelasnya, namun nihil. Alhasil pulang sekolah ini aku harus berjalan kaki menuju pabrik keripik. Tempat dimana aku mengambil keripik yang biasa aku jual. Dengan mengambil keuntungan dua ribu dari harga asli, aku mulai berjualan semenjak Ayah bangkrut. Sedikit menambah uang jajan.
Aku menghembuskan napas panjang saat duduk di bale-bale depan pabrik. Akhirnya sampai juga setelah perjalanan selama dua puluh menit. Mengambil botol dari dalam tas, lumayan masih setengah air. Aku langsung menenggaknya hingga kosong.
"Hai."
Aku mendongak. Hampir tersedak ketika melihat siapa orang yang menyapa. Dia...
"Aku Farel," ucapnya lembut. Dia duduk di sampingku tanpa izin dan meletakkan dua bungkus plastik besar. "Kamu Aqeela, kan?" Aku mengangguk kaku. Masih terkejut dengan keberadaannya di sini.
"Nah, ini keripik pesanan kamu. Mau tahu sesuatu enggak?" tanya Farel, membuat keningku berkerut. Kepalanya mendekat ke telingaku, aku sedikit menghindari. "Pabrik ini sudah dibeli sama ayahku. Mereknya diubah," bisiknya menggantung. Farel mengambil satu bungkus keripik, menutup label merek dengan telapak tangannya.
"Jreng jreng jreng ... keripik singkong farqeel. Farel Aqeela," selorohnya yang mampu membuatku melongo. Melihat namaku terpampang di kertas luar bungkus keripik. Apa maksudnya sih?! Panas terik begini, tubuhku sudah basah karena keringat dan dia membuatku kesal.
Aku mengambil bungkus keripik yang lain, semuanya ditempel label yang sama. Farel menunjukan papan nama di atas. Aku mendongak, labelnya sama juga. Dengan tulisan sebesar itu di depan pabrik, belum cukup membuatku percayai semua.
"Mau kemana?" Farel mencegahku yang hendak masuk ke pabrik. Aku bisa menanyakannya langsung pada pegawai. "Semua orang lagi sibuk, ayok aku antar pulang." Dia menarik tanganku tanpa izin. Membawaku ke deretan kendaraan milik pegawai pabrik. Tangan satunya menenteng plastik keripik.
"Mau kamu apa sih?" Aku menghempaskan tangannya.
"Antar kamu pulang," selorohnya watados.
"Pertama, aku enggak kenal siapa kamu. Kedua, hapus label-label itu. Ketiga, aku enggak mau pulang sama kamu!" pekik ku. Mulai berlari menjauhi Farel, niatku untuk memesan keripik atas pemintaan Saskia tak jadi.
Sepanjang jalan menuju rumah, mulutku tak berhenti mengoceh kerena perbuatan cowok yang baru aku kenal sebatas nama. Aku menengok ke belakang, Farel masih mengikuti ku terus. Wajahnya cengar-cengir sembari melambaikan tangan ke arahku. Geramnya! Aku melotot ke arahnya, lalu berlari cepat. Berharap dia tidak akan mengimbangi kecepatan kaki ku. Lagipula, aku tau dia sudah kerepotan membawa plastik besar berisi keripik itu.
"Aqeela tunggu!" teriak Farel, aku menoleh sebentar sambil menjulurkan lidah. Tinggal beberapa langkah lagi menuju pekarangan rumah.
Begitu sampai aku menurunkan kenop pintu. Kenapa tidak terkunci? Ah, masa bodo. Cepat masuk dan jangan biarkan Farel menemui ku. Aku mengintip lewat jendela, dia langsung duduk melebarkan kaki di teras rumah. Pundaknya naik turun karena kelelahan berlari.
"Qeel, ngapain?"
Aku menengok ke belakang, Saskia ada di sini? Ngapain? Dia ikut mengintip, aku sedikit bergeser memberinya ruang. Setelah itu matanya melotot ke arahku.
"Kak Farel?!" pekiknya keras, langsung ku bekap mulutnya yang lebar itu dan menutup kembali tirai jendela. "Kok bisa dia di sini? Mau ngapain? Kalian saling kenal?" tanya Saskia beruntun, setelah bekapannya terlepas.
"Aku enggak kenal dia. Si Farel itu, kayaknya udah gila, massa--" Aku berhenti bicara saat mendengar suara Bang Rey. Aku menatap Saskia bingung, kenapa Bang Rey ada di rumah? Ini kan masih jam kerja.
"Bang Rey bilang, rumah makan tutup lebih awal. Makanya dia pulang siang. Dia tadi pamit keluar beli sesuatu, aku suruh jaga rumah sebentar," timpal Saskia yang mengerti maksud tatapanku.
Saskia menyibak tirai jendela. Benar saja, Bang Rey ada di sana. Farel tampak sok akrab, mengobrol dengan Abang ku. Entah apa yang mereka obrolkan, aku tidak mendengar dengan jelas. Tapi ketika Bang Rey menengok ke jendela, aku langsung menarik Saskia menjauhi dari jendela.
"Qeel! Ada temen kamu!" teriak Bang Rey.
"Aqeela sakit perut, mau bab!" teriakku balik. Kembali menarik Saskia beralih masuk ke kamarku.
***
"Bentar-bentar, aku masih bingung. Kita bahas satu-satu," lontar Saskia setelah aku menceritakan semua kejadian pertemuan awal ku dengan Farel dan kejadian di pabrik siang tadi.
"Kamu, ketemu kak Farel di jalan rawan tawuran. Hampir nabrak dia, terus kamu liat celananya belum ketutup?" Bodohnya aku, kenapa menceritakan di bagian itu juga sih?! Memalukan!
"Enggak!" jawabku dengan kepala mengangguk.
"Warna apa?"
"Merah muda," ceplos ku lagi. Ih, rasanya aku ingin menutup mulut ini rapat-rapat.
"Beruntung banget kamu. Oke selanjutnya, ayah kak Farel beli pabrik itu terus ganti merek jadi Farqeel. Farel Aqeela. Hm ... fix, kak Farel suka sama kamu!" putusnya dengan wajah girang. Aku ingin protes namun terhalang oleh ponsel Saskia yang berbunyi. Saskia mengambil ponselnya, mengotak-atik sebentar sebelum bangkit.
"Aku disuruh pulang, besok ketemu di sekolah," pamitnya keluar dari kamarku.
Huft... rasanya lelah sekali. Aku bahkan belum mengganti pakaian. Sepatu dan kaus kaki saja berceceran di lantai. Ini semua karena Farel Farel itu. Aku mulai memungut sepatu dan kaus kaki, meletakkannya ke tempat yang benar. Dan kembali merebahkan tubuh ke kasur.
"Qeel, keripiknya aku bawa. Ini uangnya." Saskia muncul dari balik pintu, tangannya mengangkat dua plastik besar. Dan meletakkan selembar uang di meja dekat pintu. Kemudian menghilang lagi.
Farel! Ternyata keripik itu diberikan ke Bang Rey!
***
Huhu!
Harus beli ya, keripik singkong Farqeel. Yang minat langsung japri aja😂
Selanjutnya scene buat sapa?? Komen ya, pencet bintang di pojok juga!
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR || Aqeela
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA] Takdir yang selalu bahagia tanpa ada musibah adalah kemustahilan. Aqeela Calista menggantungkan banyak harapan di masa depan. Satu persatu kenyataan menamparnya, berkali-kali. Membuat dia tersadar hidup tidak selalu tentang bah...