"Hidup jadi kebanggaan seseorang itu susah. Harus nyembunyiin banyak hal karena takut mengecewakan. Harus pura-pura hebat, juga baik-baik aja."
—Aren[Start Up drama]
🔆
Jonny tiba di restoran tempatnya makan malam saat ini. Sama seperti acara makan tiap tahunnya, dimana tempat yang dipilih tidak jauh dari kata glamour. Jonny segera menuju tempatnya duduk yang entah kenapa kali ini ia ditempatkan diruangan yang berbeda dengan yang lain. Tak lupa sembari menarik lengan Harlan karena anak itu tidak juga mempercepat langkahnya.
"Lama gak ketemu, Jonny."
Agung Clive, salah satu teman seangkatan Jonny disekolah menengah atas yang mana sekarang beralih menjadi bosnya ditempat kerja.
"Iya Pak, senang bisa bertemu Bapak setelah sekian lama." Jonny sedikit membungkukkan badannya.
"Gak usah formal gitu. Mumpung cuma ada kita panggil aja Agung."
Jonny menggeleng. "Saya gak biasa Pak, lagian Bapak kan atasan saya. Gak sopan rasanya."
"Dari dulu kalo soal lemah lembut memang kamu juaranya Jon."
Itu jelas pujian. Maka yang bisa Jonny lakukan lagi-lagi hanya tersenyum untuk membalas. Karena faktanya ia tidak bisa membenarkan ucapan itu. Ia bukanlah seseorang yang punya kelembutan tingkat dewa seperti yang orang orang katakan. Lebih tepatnya itu adalah dirinya 6 tahun lalu.
"Kamu pasti Harlan kan?" Agung beralih pada Harlan yang sejak tadi hanya melamun.
Mendengar ada yang menyebut namanya, Harlan tersentak kecil. "I-iya om."
"Saya hampir gak ngenalin kamu loh. Oh iya ini kenalin anak saya Aren." Agung merangkul Aren kemudian, dari wajahnya terukir jelas kalau ia sangat menyayangi anaknya itu. "Dia lebih muda dari kamu. Saya ajak pulang soalnya kebetulan Aren baru lulus dari sekolahnya diluar negeri. Padahal saya gak pernah nuntut apa-apa tapi dia selalu aja jadi yang terbaik."
Baik Harlan maupun Jonny terdiam. Dan entah untuk kesekian kalinya anak dan ayah itu tersenyum. Harlan takut-takut melirik Jonny, tidak ada yang berubah dari ekspresinya. Masih dengan senyuman palsu.
"Saya dengar kamu juga juara disekolah. Gimana kalo kamu saya ajak les ditempatnya Aren? Dia lagi nyiapin diri buat masuk kuliah. Biar kalian juga makin deket hmm?" Agung mengangkat kedua alisnya. Menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Harlan.
Jonny ditempatnya berharap Harlan tidak menyia-nyiakan kesempatan emas yang datang secara tiba-tiba ini. Kesempatan tak datang dua kali. Jonny juga tidak ingin nantinya Harlan malah menyesal karena tindakan bodohnya.
"Sorry menyela, aku mau ajak Harlan pergi gak apa-apa Pa? Ada yang mau aku omongin." Aren bertanya sembari beranjak dan tentu saja disetujui langsung oleh Agung.
"Boleh banget kok. Tapi jangan lama-lama ya. Kalo gak kamu Papa tinggalin."
Hanya dengan begitu mereka berdua pergi. Melihat dari ketinggian yang akan dicapai oleh lift dan banyaknya anak tangga, Harlan sudah bisa menebak kalau Aren membawanya ke rooftoop.
Tidak ada yang begitu menarik dari atas sini kecuali fakta bahwa kota terlihat sangat indah dengan cahaya yang bermacam-macam warnanya. Setidaknya dirinya bisa mengambil nafas lega dan tidak terbebani.
"Gak usah ambil tawaran Papa gue." Aren berujar, sontak Harlan memandangi lelaki itu.
Melihat wajah Harlan yang diselimuti kebingungan, Aren menghela nafas. "Lo gak usah nge-iyain tawaran Papa gue soal les itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HACI
RandomTerkadang kita perlu melihat segala sesuatu dari dua sisi, karena ada alasan dibalik setiap perbuatan yang dilakukan. Hidup Harlan jadi memuakkan semenjak Mama pergi. Dirinya harus belajar mati matian karena permintaan Sang Papa. Bergonta-ganti pac...