"Harlan selamat ya!""Cie ranking satu lagi!"
"Keren banget lo!"
Harlan tersenyum kecil menanggapi seruan teman temannya. Hal seperti itu sudah biasa terdengar ditelinga Harlan. Apalagi kalau sudah masuk hari hari ujian. Bukan hal yang mengherankan ketika ia langsung menjadi idola dadakan. Kemampuannya disemua mata pelajaran tidak bisa diragukan lagi.
Laki-laki itu berjalan melewati kerumunan yang masih ramai didepan mading pengumuman. Langkah kakinya membawa Harlan untuk menuju toilet. Sepertinya topeng diwajahnya perlu diganti atau untuk sementara harus ia refresh kembali agar bisa tetap terjaga.
Selesai membasuh wajah, Harlan menatap pantulan dirinya dicermin. Dibelakangnya ada sesosok perempuan yang sedang menatapnya.
"Ngapain lo disini?" tanya Harlan yang sama sekali tak terkejut melihat kehadiran Sofi yang tiba-tiba itu.
"Ya menurut lo toilet gunanya untuk apa?" Sofi bersender pada dinding sembari memandangi Harlan.
"Maksudnya ngapain lo ditoilet cowok?"
"Ditoilet cewek penuh jadi gue kesini. Untungnya sepi." jawabnya jujur. "Pararel 1 lagi lo?"
"Yoi seperti biasa. Lo?"
"Yah 200 again."
"Kasian."
"Tenang, gue gak peduli kok. Untuk apa susah payah ngejar nilai bagus kalo gue gak menemukan kebahagiaan dari semua itu?"
Sofi Vhindy. Biasa dipanggil Sofi dan tidak akan menyahut jika dipanggil Sofia. Alasannya simple, itu karena dia bukan putri kerajaan. Ia hanya manusia biasa dengan kelakuan bar bar.
Perempuan keturunan Kanada itu adalah satu dari sekian banyaknya mangsa yang Harlan rayu untuk dijadikan 'the next pacar'. Sayangnya Sofi sama sekali tidak masuk dalam umpan yang Harlan pasang. Justru Sofi malah mencaci makinya yang mana membuat harga diri Harlan jatuh sejatuh jatuhnya.
Padahal yang Sofi lihat dari diri Harlan hanya kepintarannya. Yah karena itu yang paling menonjol darinya. Selebihnya kekurangan. Harlan tidak setampan orang bule, wajahnya lokal, kulitnya gelap glowing, pipinya agak chubby, oh ya Harlan juga punya suara yang bisa dibilang sangat bagus untuk seorang pelajar. Tapi orang orang mungkin tidak akan menyadari itu karena tingkahnya yang memuakkan.
Entah bagaimana mereka sekarang bisa menjadi dekat. Semua terjadi begitu saja.
"Hm lo bener. Kebahagiaan adalah kunci semuanya." ujar Harlan, mematikan keran air lalu menyipratkannya pada Sofi.
"Harlan!!" Sofi berseru kesal.
"Ayo keluar. Kalo lo ketauan bisa berabe."
Sofi keluar lebih dulu lalu diikuti Harlan dibelakangnya. Mereka berjalan beriringan sampai ada seseorang yang kebetulan lewat didepan mereka tak lama setelahnya.
"K-kalian habis ngapain?" Jafar memandang was was pada keduanya. Pikirannya mulai traveling.
Keluar dari kamar mandi berdua ditempat sepi ditambah orang itu Harlan. Jangan jangan hobi bermain perempuan Harlan merambat pada artian bermain yang sebenarnya?
"Habis ikeh ikeh puas lo?" jawab Harlan enteng. Sofi mendelik karenanya.
Jafar jelas sangat syok. Ia perlahan mendekat kearah Harlan dan Sofi. Kepalanya celingukan mengawasi sekitar, lalu mulutnya berucap lucknut.
"Gimana rasanya? Enak gak?"
Plak!
Suara itu tak lain adalah suara Sofi yang baru saja menampar mulut Jafar. Bisa dirasakan bagaimana perihnya mulut lelaki itu saat ini.
Jafar ditempatnya memandang Sofi dengan mata yang berkaca kaca.
"Lo kalo ngomong disaring dulu pake otak!" Sofi menuding Jafar tajam. Wajahnya sarat akan kekesalan.
Harlan disampingnya mengangguk mengiyakan. "Bener tuh Sof!"
Mendengar seruan Harlan, Sofi otomatis berpaling pada lelaki itu. "Lo juga sama! Mulut disaring! Apa perlu mulut lo gue tampar juga?!"
Harlan reflek menutup mulutnya dan menggeleng panik.
Sofi dengan kesal pergi meninggalkan dua lelaki yang menjadi sasaran amukannya. Harlan dan Jafar menghela nafas lega. Paling tidak cukup Jafar yang diamuk Sofi, Harlan jangan.
"Coba buka tangan lo. Gue pengen liat bibir lo merah gak." ujar Harlan, menjauhkan tangan Jafar.
"ANYIINGG! MERAH BENER HAHAHAHA!!" Harlan sibuk tertawa terbahak bahak melihat bagaimana perubahan bibir Jafar yang sangat drastis. Jafar disampingnya memalingkan wajah.
Harlan berusaha berhenti tertawa ketika akan berbicara lagi. "Mending lo cari cara ngilanginnya. Gue takut kalo lo bukannya dikejar cewek tapi cowok juga. Menggoda banget." sarannya.
"Gak usah. Biarin aja gini. Biar makin menggoda muach~" Harlan langsung menjauh begitu mulut Jafar begitu dekat dengan wajahnya.
"Najis!"
"Udah ya gue duluan. Ayang beb lagi nungguin gue tuh. Bye."
Kini giliran Jafar yang berlalu menyisakan Harlan seorang diri. Tanpa pikir panjang Harlan yang merasa gabut memutuskan untuk pergi kekantin saja. Selain banyak makanan, Harlan juga bisa dengan leluasa melihat banyak perempuan cantik. Dari kakak kelas, seangkatan, maupun adik kelas.
Mata Harlan mengitari seisi kantin yang mana kali ini tidak terlalu ramai. Sungguh disayangkan.
Bruk!
"Eh maaf maaf! Gak sengaja."
Seorang perempuan baru saja menabrak Harlan, menumpahkan minuman digelasnya ke baju seragam Harlan.
"Aduh jadi basah gini. Bentar gue ambilin tisu." ia lalu berlari kecil ke salah satu meja, mengambil beberapa lembar tisu dan kembali ke Harlan yang masih diam. Namun tisu itu menyerap air dibaju Harlan dengan sangat banyak.
Harlan memegang tangan perempuan itu yang sedang mengelap bajunya. "Udah, mau berapa tisu yang lo pake? Kalo pun kering bakal tetep lengket. Lo mau kita tukeran baju?"
"Gue kan gak sengaja." kepalanya menunduk, tanpa sadar kedua tangannya malah berobek robek kecil tisu yang sedang dipegangnya.
Harlan seketika merasa emm entahlah, gemas mungkin? Matanya lalu beralih membaca name tag yang tertera.
Cyrilla Evika.
"Gue ada cara biar lo bisa nebus kesalahan ini." Harlan berujar. Otak pintarnya ini bisa cepat menemukan solusi yang tentunya menguntungkan.
"Apa?"
Dengan cepat Harlan membawanya kedalam pelukan yang terlampau erat. Memeluk dengan santai padahal perempuan itu kaget setengah mati.
"Nah gini kan impas lo juga ikut basah. Dan yang terpenting gue dapet jackpot muehehe."
©ahraly
Tbc—
Setelah beberapa pertimbangan aku mutusin buat up cerita ini. Kedepannya aku usahain buat lanjut terus dan semoga aja gak balik ke draf:))
Semoga suka~
KAMU SEDANG MEMBACA
HACI
RandomTerkadang kita perlu melihat segala sesuatu dari dua sisi, karena ada alasan dibalik setiap perbuatan yang dilakukan. Hidup Harlan jadi memuakkan semenjak Mama pergi. Dirinya harus belajar mati matian karena permintaan Sang Papa. Bergonta-ganti pac...