"Sekarang aku sadar. Orang lain gak akan bisa merubah karakter dan sifat kamu kalo bukan dari diri kamu sendiri yang punya niat mau berubah"
—Sofi Vhindy
🔆
"Apa kalian sengaja melakukan itu karena sedang sepi?"
Suasana di ruang BK terasa mencekam bagi Harlan maupun Cilla. Keduanya hanya bisa diam mematung karena ketahuan melakukan tindakan tidak senonoh—walau teknisnya mereka tidak sengaja tapi tetap saja bersalah.
"Enggak pak, gak gitu." ujar Harlan membela diri.
"Terus apa? Mencari kesempatan dalam kesempitan?" pak guru menatap Harlan tajam.
Harlan menggaruk tengkuknya. "Bisa jadi sih pak."
Cilla mendelik pada Harlan, cewek itu menyikut pinggang Harlan keras hingga membuatnya kaget ditempat. Bisa bisanya Harlan bercanda disituasi seperti ini. Padahal bagi Cilla berada diruang BK seperti mempertaruhkan nyawa.
"Hukuman kalian bersihin toilet belakang yang deket gudang. Semua."
Wajah Harlan memelas. "Yah pak jangan toilet dong, nanti kita diliatin setan terus diketawain gimana? Kan gak lucu."
"Ya bagus dong. Biar makin menantang. Iya kan Cilla?" pak guru berpaling pada Cilla yang hanya dibalas senyuman masam.
Harlan menghela nafas. "Gini aja pak, bapak kan masih muda, ganteng, jangan marah marah terus entar jadi—anjing!!"
Niat Harlan ingin memuji gurunya itu kandas dan berakhir mengatai ketika Cilla tiba-tiba menyubit lengannya dengan kuku panjang yang tertancap. Cilla sebenarnya hanya ingin celotehan tidak berguna Harlan berakhir, namun siapa sangka Harlan akan bereaksi seperti itu?
Oke, hukuman berat menanti.
"HARLAN! KAMU BILANG APA?!"
"Pak—"
"Sapu halaman belakang sekolah sekalian!! Kalian gak usah ikut pelajaran sampe halamannya bersih!!" bentak pak guru dalam satu tarikan nafas lalu pergi begitu saja.
Harlan dan Cilla memandangi kepergian guru mereka itu. Helaan nafas pasrah terdengar dari keduanya. Salah Cilla yang sudah mencubit Harlan hingga keceplosan atau salah Harlan yang reflek mengumpat kasar? Mau menyalahkan pun mereka tau hukuman ini tidak akan berubah.
"Sorry, gara gara gue lo jadi kena apes." Harlan berujar, nada bicaranya tersirat rasa bersalah. Cilla sadar akan hal itu. "Ayo. Biar cepet selesai. Lo gak mau kan ketinggalan pelajaran." Harlan berdiri menggenggam tangan kanan Cilla.
Dengan berat hati keduanya berjalan menuju belakang sekolah dimana tempat hukuman berada. Entah kenapa Cilla tidak merasa kesal pada Harlan. Padahal seharusnya Cilla bukan hanya kesal tapi marah sekaligus. Tangannya terkilir, Harlan menciumnya dan berakhir kena hukuman.
Jika kata pepatah 'sudah jatuh tertimpa tangga.'
Sementara dibalik tembok yang letaknya agak jauh, ada orang lain yang sejak tadi turut meli—mengintip kejadian di ruang BK. Bukan tanpa alasan dua orang itu terniat menyaksikan adegan hukuman antara siswa dan guru dengan posisi berdiri yang tentu saja tidak sebentar. Itu karena merekalah yang sudah mengadukan Harlan dan Cilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
HACI
RandomTerkadang kita perlu melihat segala sesuatu dari dua sisi, karena ada alasan dibalik setiap perbuatan yang dilakukan. Hidup Harlan jadi memuakkan semenjak Mama pergi. Dirinya harus belajar mati matian karena permintaan Sang Papa. Bergonta-ganti pac...