08: Tell Me The Truth

8.3K 1.4K 52
                                    

Pandangannya kosong ke depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pandangannya kosong ke depan. Menatap pintu yang sedari tadi masih tertutup rapat. Raganya masih disini, berbaring di atas ranjang pesakitan. Namun pikirannya ada pada putra bungsunya. Anak bungsunya itu mengakhiri panggilan sepihak. Sebelumnya anak itu menggunakan kata-kata yang dengan jelas dapat didengarnya walaupun anak itu berbicara dengan nafas tercekat.

"Papa jangan tinggalin Adek."

"Papa jangan tinggalin Adek sama Abang-abang."

"Papa jangan pergi."

Kalimat itu berulang kali diucapkannya. Suaranya bahkan nyaris tak terdengar. Namun, mampu membuat Jay kesakitan. Pandangannya buram karena kini matanya berkaca-kaca. Dia salah besar sudah menutupi semua ini. Jay tahu bahwa dia tidak seharusnya menutupi hal besar seperti ini.

Tapi, suara Aji -salah satu dokter yang menanganinya selalu mengiang.

"Positif kanker otak, Jay."

Jay tak masalah jika hari itu adalah hari terakhirnya tapi ada dua hal masih tetap membuatnya harus bertahan. Anak-anak juga janjinya kepada Diana. Jay memang begitu mencintai Diana. Amat teramat mencintainya. Baginya rumah yang hangat selalu membutuhkan pelukan dan senyuman. Bersama Diana dia mendapatkan keduanya. Jadi Jay juga harus tetap membuat rumah yang telah ditinggal oleh Diana tetap hangat. Setidaknya dengan tidak sakit dan tetap tersenyum.

Sebagai orang tua tunggal dari keempat putra yang memiliki sifat yang berbeda, bukanlah hal yang mudah bagi Jay. Ada hari dimana Jay benar-benar ingin menyerah. Namun lagi-lagi janjinya pada Diana belum juga ditepati.

"Nanti, kalau aku nggak bareng lagi sama kamu dan anak-anak kita, tolong tetap dampingi mereka, ya, Jay." Diana mengusap wajah tegas Jay dengan lembut. Jemari lentiknya tak henti mengusap wajah sang suami lembut. Sedangkan Jay menikmati segala usapan hangat dari Diana.

Keduanya ada diposisi berbaring, keempat putra mereka sudah berkelana di dunia mimpi. Tapi keduanya tetap terjaga dan berbagi cerita.

"Setidaknya sampai mereka sama-sama berani tidur sendiri. Anak-anakmu itu, tidur saja masih minta ditemani." keduanya terkekeh mengingat bagaimana manjanya anak-anak mereka.

Semakin mengikis jarak keduanya saling bertatap. Remang-remang lampu kamar membuat keduanya hanyut dalam suasana. Sama-sama saling bertatap menyalurkan cinta mereka. Diana adalah sosok nyata dari bidadari tak bersayap yang singgah pada hidup Jay.

"Selamat malam, Diana. Mimpi indah."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semesta Milik Papa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang