Setelah selesai menjalani kemoterapi hari ini, Jaiz merasa sangat lemas. Perutnya mual dan kepalanya terasa berputar. Di masing-masing sisi ranjangnya ada Rama dan Ean yang setia menemaninya. Setelah memuntahkan isi perutnya berulang kali, lemasnya terasa semakin menjadi-jadi.
Rama dan Ean tidak bertanya banyak. Hanya setia mengusap punggung dan sedikit memijat tengguknya. Sepertinya mereka tahu apa yang Jay butuhkan. Jay hanya ingin memejamkan matanya sebentar saja. Agar semua rasa sakitnya hilang.
"Masih pusing, Pa?"
Pertanyaan Rama hanya dibalas anggukan singkat olehnya. Bahkan untuk sekedar menjawab pertanyaan anaknya saka dia tak sanggup.
Payah! Jay merutuki dirinya yang lemah.
"Papa istirahat aja, habis isya nanti Aksa sama Ical dateng." Rama kembali bersuara. Memberi tahu sang ayah bahwa dua putra lainnya sedang perjalanan untuk menjenguknya.
Lama mereka berdiam. Membiarkan Papa yang sepertinya mencoba beristirahat. Tapi tampaknya Jay tidak juga dapat melakukannya.
"Mas..."
Jay memanggil keduanya dengan lirih. Beruntung kedua putra mendengar sebab Jay memanggil dengan sangat pelan. Dadanya menyesak, entah kenapa rasanya sulit sekali bernafas.
"Ya Pa?" kompak keduanya menjawab.
Lelaki itu menarik nafas dalam-dalam.
"Papa capekkk banget, Mas. Papa pengen bobok. Mas Rama sama Mas Ean sama adek-adek nggak papa kalau Papa tinggal, kan? Papa udah nggak tahan lagi."
Bibir pucatnya berujar panjang. Rama dan Ean mencoba untuk tetap tenang dan kuat. Tidak ingin menangis dan menambah beban ayahnya. Rama membuang pandangannya ke arah lain. Tak ingin menatap wajah kesakitan ayahnya.
"Yaudah Papa bobok aja. Ean di sini sama Mas Rama. Papa pasti capek. Besok pagi kita jalan-jalan ke taman, mau?"
Jay tak menjawab. Gejolak tak nyaman itu datang lagi. Kepalanya kembali berdenyut nyeri. Walau sudah berulang kali menjalani kemoterapi, tapi Jay belum terbiasa dengan efek setelahnya.
Rambutnya yang tebal kini menipis seiring dengan banyaknya rambut yang rontok. Tulang punggungnya sering terasa sakit dan kebas. Dia bahkan tak lagi bisa berjalan normal sendiri. Dia harus dibantu dan dipapah oleh putra-putranya.
Sekali lagi Jay merutuki lemahnya dia.
"Kalau Papa besok nggak bangun-"
"Pa..."
"Dengerin Papa dulu, Mas."
Rama dan Ean kompak diam. Membiarkan Papa-nya kembali melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat dipotong oleh Ean.
"Kalau besok Papa nggak bangun lagi. Mas jangan kemana-mana, ya? Papa mau, kemanapun Mas kembar pergi, adek-adeknya jangan ditinggalin. Janji Papa untuk membiarkan kalian memilih jalan kalian sendiri, maaf kalau Papa ingkari. Jangan pergi jauh-jauh ya, Nak. Papa masih pengen sering-sering dijenguk sama kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Milik Papa [Selesai]
Fanfic"Kalian adalah hadiah paling indah yang pernah Tuhan berikan kepada Papa."