Delapan

6 0 0
                                    

--Author pov---

Di antara sorotan lampu yang berkelap-kelip diiringi dengan dentuman musik yang keras menyeruak membuat suatu kebisingan yang luar biasa. Rania mengikuti langkah Rafif menemui seorang laki-laki yang tengah duduk di salah satu kursi dengan di temani seorang wanita.

Rania mengekori Rafif seperti anak ayam yang tengah berjalan di belakang induknya.

"Lagian heran kenapa mesti di tempat beginian buat bicarain masalah kantor nggak ada tempat yang lebih beneran dikit napa?" Protes Rania dalam hati

"Kita ke ruangan itu saja--"Tunjuk laki-laki itu sambil bangkit dari duduknya

"Pak beneran kita mau bahas soal kantor di tempat beginian?" Tanya Rania sedikit tidak yakin dengan bosnya.

Rafif hanya mengangguk dan melangkah mengikuti laki-laki itu.

"Ehhh tunggu pak---"Rania menarik tangan Rafif dan mencekalnya.

"Apa lagi Rania, kamu nggak pernah masuk ke tempat beginian? Tenang saja ada saya. Saya janji tidak akan terjadi sesuatu sama kamu " Kata Rafif sedikit berteriak. Agar suaranya terdengar oleh Rania.

Rania menghela nafas dalam. Oke dia harus percaya pada bosnya kalu tidak akan terjadi sesuatu pada Rania, setidaknya tidak akan terjadi apa-apa selama Rania ada di samping Rafif.

Mungkin investor ini sangat penting bagi Rafif makanya dia seakan tidak ada tampang risih sama sekali ketika investornya mengajak Rafif bertemu di tempat beginian. Iya tempat yang dalam artian tidak layak untuk di jadikan tempat membahas bisnis tetapi lebih tepatnya tempat untuk bersenang-senang. Atau ini memang kebiasaan Rafif pergi ketempat seperti ini?? Siapa yang tahu bukan?

"Ran--!" Kali ini tangan Rafif mencekal tangan Rania

"Iya--?" Mata Rania memicing

"Ingat jangan minum sembarangan di tempat ini, oke?" Rafif berusaha mengingatkan Ranis.

Rania mendesah cukup kesal. Memang dia anak kecil yang tidak bisa membedakan antara alkohol dan air putih. Sunggu kekanak-kanank cara berpikir Rafif.

Rafif, Rania, dan laki-laki itu kini masuk kedalam sebuah ruangan yang kedap suara. Karena dari dalam ruangan itu Rania tidak dapat mendengar lagi suara musik yang berdentum keras dari luar.

"Maaf kalau saya harus mengajak bertemu di tempat seperti ini Rafif!"ucap laki-laki itu sambil menepuk-nepuk lengan Rafif.

Rafif tersenyum seakan dari senyumnya tersirat kalau dia merasa satai saja ketika di ajak bertemu di tempat seperti ini.

"Oh iya di mana saya harus menandatangani surat perjanjiannya?" Tanya laki-laki itu lagi sambil meraih bolpoin yang di simpan di balik jas hitamnya.

Rafif melirik Rania. Spontan Rania mengambil map di dalam tas yang dari tadi di bawanya.

"Sebenarnya nggak usah buru-buru juga om, santai saja---"kata Rafif dengan intonasi kata yang tepat dan seperti di buat-buat.

Mendengar kalimat yang di ucapkan bosnya Rania hanya memiringkan bibir. Dia seakan tengah di pertontonkan sebuah adegan yang luar biasa di hadapannya. Uang bisa membuat Rafif berubah menjadi manusia yang bijaksana.

"Iya--Tapi saya sudah pastikan kalau saya akan segera menandatanganinya sebelum saya berubah fikiran" Ucap laki-laki itu dan menadatangi berkas yang di sodorkan Rania.

"Terimakasih om, dan ini uang yang om butuhkan---Senang berbisnis dengan om Farhan" Rafif segera  menyodorkan cek pada laki-laki itu.

Laki-laki itu menerima cek yang di sodorkan Rafif dengan mata yang berbinar-binar.

Hey I love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang