Pilihan

19 5 0
                                    

"..."

Nenek Senna menatap serius ke arah Foto yang diperlihatkan. Beberapa detik kemudian, ia melirik ke arah Ardi. Sambil mengulum bibir keriputnya.

"Rupanya kau sangat tergila gila dengan gadismu. Apa kau yakin menginginkan nya?" Senne menatap mata Ardi dalam. Ia ingin melihat keyakinan yang daritadi jelas terpampang di wajah Ardi.

"Aku yakin," mengucapkan tanpa keraguan sedikit pun.

Nenek Senna menyerahkan kembali foto itu pada Ardi. Lalu ia membalikkan tubuhnya dan memunggungi lelaki tersebut. Langkah kaki sang Nenek bergerak ke sebuah lemari tua yang baru saja muncul entah darimana. Lemari itu berwarna coklat gelap. Meski begitu warnanya seakan mengkilap. Gagang pintu lemari tersebut memiliki corak keemasan dengan tampilan bernuansa Eropa Classic.

Kriettt....

Suara pintu lemari terbuka dengan suara nyaring. Di dalam lemari itu banyak sekali kumpulan wadah permen berukuran besar maupun kecil, lebar maupun panjang. Tangan sang nenek dengan lihainya mengambil salah satu kotak permen berwarna ungu gelap.

Ditaruhnya kotak tersebut pada meja di depan Ardi. Dengan senyum aneh nenek tersebut berkata, "Aku bisa mengubah mu menjadi vampir dengan permen ini. Sebenarnya para vampir sudah musnah beberapa abad yang lalu, namun aku menyimpan kekuatan dan energi mereka disini. Tetapi akan sangat sulit untuk manusia seperti mu menahan energi vampir yang cukup besar. Jika tubuh kau lemah, mungkin kau akan mati."

Meski Nenek Senna mengatakan hal yang cukup membuat Ardi ragu namun ia membulatkan tekadnya. Dengan penuh keyakinan dan keberanian ia menjawab, "Suatu saat manusia juga akan mati cepat atau lambat. Lagipula bukankah ini takdirku? Meski apapun yang terjadi, aku tidak akan menyerah."

Tekad besar Ardi membuat Sang Nenek merinding. Nenek Senna memang sudah tahu jika anak di depan nya ini memiliki tekad dan pantang menyerah. Namun, siapa yang tahu Ending dari cerita ini?

"Baiklah, aku akan memberikan nya. Takdir mu sudah jelas terlihat. Kau memang anak yang pemberani." ia berkata sembari membuka kotak tersebut dan mengambil satu permen kelereng berwarna hitam.

"Kau bilang para vampir sudah punah beberapa abad lalu, berapa umur mu sebenarnya?," tanya nya penasaran.

"Aku penyihir, kau ingat? Aku bisa memakan permen energi agar terlihat muda. Tetapi kurasa permen itu sudah tidak bekerja, umurku sudah terlalu jauh melampaui kemampuan nya." kekeh sang Nenek.

"..."

Nenek Senna menyodorkan permen tersebut pada Ardi. Saat Ardi ingin mengambil permen nya, Nenek pintar tersebut menarik permen nya kembali. "Ini tidak gratis, nak," senyum aneh itu kembali terlihat di wajah sang Nenek.

Ardi menghela nafas kasar, "Apa yang kau inginkan?"

"Apa yang aku inginkan? Bukan seperti itu pertanyaan nya tapi Apa yang akan kau berikan padaku sebagai bayaran nya," sela Nenek Senna.

Ardi tampak berpikir sejenak. Ia melirik ke arah tas miliknya, dan menurunkan tas dari punggungnya.

"Aku hanya punya ini."

"..." raut wajahnya berubah.

"Aku bersungguh sungguh," ardi meyakinkan.

"Hm, ini sudah cukup. Baiklah, terima ini." meski nada suaranya terdengar menolak tetapi ia tetap mengiyakan nya. Aku tidak akan rugi untuk memberikan permen ini padanya...

Ardi menerima permen tersebut dan bersiap memakan ny-

"Jangan kau makan dulu!," ujar Nenek Sena.

"... Kenapa? Apa perlu ritual dan semacam nya?," Ardi memasang wajah flat.

"Aku tidak ingin berkata seperti itu, namun hanya ingin memberitahu bahwa kau harus memakan permen tersebut saat kau tiba di rumah mu." tatapan nya berubah tajam.

"... Baiklah, lagipula ini sudah saatnya aku pergi." ardi membalikkan tubuhnya dan beranjak keluar.

"Kau harus ingat, nak. Kau tidak bisa mengubah nasi yang telah menjadi bubur," nenek Senna berkata tanpa menoleh pada Ardi.

Ardi berhenti sejenak, "Aku tidak suka dengan bubur." ia lalu melanjutkan jalan nya. "Ngomong-ngomong terimakasih permen nya, nek."

Nenek Senna mengarahkan pandangan nya pada punggung Ardi yang meninggalkan toko miliknya. Dengan suara rendah ia berkata, "Dia anak yang mudah untuk di pengaruhi."

*---------------------------------

Tuk.. tuk.. tuk...

Langkah kaki Ardi bergema di sepanjang lorong apartemen. Sesampainya di depan pintu kamar, ia melirik ke arah permen yang berada di genggaman nya. Hanya ini yang bisa kulakukan.

Ceklekk...

.
.
.

Pintu kamar terbuka lebar. Keadaan kamarnya gelap dan hanya diterangi sinar bulan yang masuk menerobos jendela balkon kamarnya.

Ia melangkah masuk ke dalam dan duduk di atas ranjang nya. Memperhatikan permen tersebut dengan seksama. Tanpa ragu Ardi memakan permen itu dan mengunyahnya mentah mentah.

Rasanya seperti memakan permen dengan rasa aneh.

Ardi merebahkan tubuhnya pada ranjang yang empuk.

Jam sudah menunjukkan pukul 02:27

Matanya kini ingin segera menutup dan beristirahat dari atas apa yang ia lihat hari ini.

Daripada memikirkan untuk melepaskan sepatunya ia memilih untuk terus berbaring.

.
.
.
.
.

Beberapa saat kemudian, tanpa sadar Ardi bergerak gelisah di ranjangnya. Kepalanya bergerak seolah sedang bermimpi buruk dan menggeleng dengan cepat.

Tubuhnya bergetar dan berkeringat dingin. Matanya tertutup rapat sambil mengerutkan dahinya. Menandakan sesuatu sedang terjadi pada dirinya.

"AAAAAAAAAAAAAAAAA...!!!" Ardi berteriak tiba tiba.

*------------------------------------

Di toko Nenek Senna...

Nenek Senna tengah duduk di kursinya. Kemudian berkekeh pelan.

"Itulah kenapa aku tidak membiarkan nya memakan permen itu disini. Hehe..." senyum miring terlukis di wajahnya.

-------------------------***-----------------------------

Bersambung...

LOVE BITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang