14 | LIE

12 3 0
                                    

"Guys, kata Aska, besok ada balapan nih. Lo berdua mau--"

Sebelum Liora menyelesaikan ucapannya, mulutnya lebih dulu dibekap oleh Vana dan mendapat pelototan oleh Cikal.

Bukan apa-apa, hanya saja ini masih di sekolah, dan Liora membawa-bawa kata 'balapan' yang dianggap tabu untuk ukuran remaja perempuan yang bahkan belum memiliki KTP.

"Kamu kalo mau ngomong tuh liat kondisi dulu bisa nggak, sih?" kesal Cikal. Untung saja Ninaㅡteman sebangkunyaㅡsudah pulang.

Bel pulang sekolah memang baru berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, dan masih ada beberapa siswa yang belum beranjak dari kelas.

Liora melepaskan paksa tangan Vana yang membekapnya tadi lalu melempar tatapan kesal pada cewek itu. "Tapi tangan lo nggak usah ikut campur bisa, kan?"

"Jam sembilan. Ke tempat biasa. Kita bahas disana," ujar Vana cepat lalu membawa tasnya dan keluar dari meja dengan memajukan mejanya. Lalu dengan sengaja menendang kursi Liora yang membuat cewek itu hampir saja terjengkang ke belakang.

Dan dengan begitulah sekarang Vana sedang berdiri di depan cermin full body di kamarnya, memeriksa wajahnya sendiri lalu beralih ke lemari sepatu.

Malam ini ia hanya memakai kaos berwarna biru langit dan rok sedikit diatas lutut berwarna putih polos, lalu memakai jaket jeans berwarna putih juga. Jadi ia akan memilih boots dengan hak 4 senti berwarna hitam.

Wajahnya hanya tertutup bedak tipis dan liptint. Ia memang jarang berdandan, maka dari itu alat make up di meja riasnya tidak banyak.

Vana melirik jam di dindingnya yang menunjukkan pukul sembilan kurang lima menit. Baru saja ia mengambil kunci mobilnya, ponselnya berdering ada telepon masuk.

Kenan?

"Halo?"

"Tadi pulang sekolah buru-buru banget? Padahal pengen ngajak ke suatu tempat."

Alis Vana menyatu sempurna. "Kemana?"

"Ada deh. Minggu bisa? Sekalian belajar. Gue tadi udah konsultasi beberapa soal ke Bu Ningrum."

"Bisa."

"Oke, besok Minggu gue jemput jam delapan pagi, ya."

"Harus pagi banget?" Vana mulai melangkah keluar kamar karena waktu terus berjalan dan sekarang sudah hampir menunjukkan pukul sembilan tepat.

"Nggak juga, sih. Emang jam segitu nggak bisa?"

Bukannya ada acara, hanya saja Vana tidak yakin bisa bangun sebelum jam delapan pagi di hari Minggu. "Bisa, kok."

"Oke, see ya!"

Vana mengangguk sendiri lalu memutuskan sambungan telepon. Sekarang ia sudah sampai di depan garasinya.

"Pak, tolong bukain pintu gerbang," ujar Vana pada Pak Deka.

"Loh, nggak minta dianterin aja, non? Pak Rogi kayaknya belum tidur, kok."

"Enggak. Lagi mau bawa mobil sendiri."

"Emang mau kemana, non? Tumben pake rok?"

Vana tersenyum tipis. "Mau ke pesta ultah temen, pak."

HEART CRASHER; VanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang