8 | MINUTIAE

14 6 0
                                    

Bu Ningrum salah. Bukan hanya gerimis sekarang, tetapi sudah menjadi hujan deras disertai angin yang cukup kencang.

Jaket Vana sudah lumayan basah karena ia gunakan untuk menutupi kepalanya dari hujan saat ia harus menunggu di halte.

"Van?"

Vana mengernyit melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di hadapannya. Lebih tepatnya di depan halte tempatnya menunggu.

Hujan yang cukup deras membuat suara orang itu sedikit tersamarkan. Karena tidak ada respon dari Vana, akhirnya sebuah payung terbuka seiring dengan pintu mobil yang juga terbuka dan kaki yang keluar.

Kenan.

"Hujan gini. Lo nggak dijemput?" tanya Kenan setelah sampai di halte.

"Naik--"

Sebuah dering telepon membuat Vana melihat ponselnya. Driver taksi online yang tadi ia pesan.

"Gimana, pak?"

"Maaf, mbak. Hujannya deres banget. Di cancel aja ya?"

"Loh. Kok cancel? Saya bisa--"

Kenan tersenyum miring lalu merebut ponsel Vana. "Yaudah, pak, di cancel aja. Makasih."

Vana merebut ponselnya kembali dan menatap tajam Kenan. Ia kemudian kembali memencet-mencet ponselnya, berniat mencari driver lain.

"Yaudah, sih, bareng gue aja. Hemat ongkos."

Aneh. Vana menimbang tawaran Kenan. Padahal biasanya cewek itu terlatih untuk refleks menolak ajakan orang-orang yang menawarinya pulang bersama.

Apa karena hujan deras ini terlihat baru akan reda dalam waktu yang lama?

"Mikirnya kelamaan. Keburu hujannya reda. Nanti nggak jadi pulang bareng, deh," ucapan Kenan memecah lamunan Vana.

"Bareng."

Akhirnya. Kenan tersenyum mendengar jawaban Vana. "Kalo gitu gue ambil sesuatu dulu buat nutupin kepala lo dari hujan."

Kenan kembali membuka payungnya dan sedikit berlari ke mobil untuk mencari sesuatu. Ia kembali ketika sudah membawa jaket miliknya.

"Nih," Kenan menyodorkan payungnya pada Vana.

"Gue payung?" tanya Vana dan Kenan mengangguk. "Gue jaketnya aja."

"Van, jaket ini cuma bisa nutupin kepala lo. Dan dari yang gue liat sekarang, muka lo udah cukup pucet karena kedinginan. Jadi buruan ambil payungnya terus lari ke mobil."

Vana mengerti. Ia mengambil payung dari tangan Kenan lalu menggunakannya untuk melindunginya dari air hujan.

Kenan tersenyum lalu mengikuti Vana. Ternyata membujuk Vana tidak terlalu sulit. Cewek itu cukup penurut.

"Nggak basah, kan?" Kenan menatap Vana yang duduk di sebelahnya.

"Nggak. Tapi lo--"

"Daya tahan tubuh gue bagus. Gue sendiri tahu kalo gue nggak bakal sakit bahkan cuma karena hujan-hujanan." Kenan mengacak rambutnya, membuat beberapa tetes mengenai Vana.

HEART CRASHER; VanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang